
Duh! Sektor Properti Masih Suram, Penjualan Rumah Merosot
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
12 August 2019 12:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan pada sektor properti di Indonesia, terutama perumahan masih berlanjut. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) di kuartal II-2019 hanya sebesar 1,47% secara tahunan (year-on-year/YoY). Angka pertumbuhan tersebut merupakan yang paling kecil setidaknya sejak tahun 2012.
Menurut BI, kenaikan harga properti residensial terjadi pada semua tipe rumah. Kenaikan harga rumah tipe kecil melambat dari 3,18% di kuartal I-2019 menjadi 2,18% di kuartal II-2019. Rumah tipe menengah melambat dari 1,82% YoY menjadi 1,32 YoY. Adapun rumah tipe besar melambat dari 1,16% YoY menjadi 0,92% YoY.
Dari data tersebut terlihat bahwa perlambatan kenaikan harga properti residensial paling besar terjadi pada rumah tipe kecil, yaitu 1 persen poin.
Perlambatan kenaikan IHPR juga sejalan dengan perlambatan kenaikan biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk tempat tinggal. Hal itu tercermin dari kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) sub kelompok biaya tempat tinggal yang hanya sebesar 0,8% secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ) di kuartal II-2019, lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang sebesar 1,13% QtQ.
Hasil survei BI juga mengungkapkan bahwa angka penjualan rumah pada kuartal II-2019 terkontraksi hingga 15,79% YoY. Penjualan rumah berbalik arah dari kuartal sebelumnya yang meskipun tipis, masih mampu tumbuh sebesar 0,05% YoY.
Penurunan penjualan terjadi pada rumah tipe kecil dan tipe menengah, yang mana masing-masing terkontraksi sebesar 26,55% YoY dan 0,46% YoY. Sementara penjualan rumah tipe besar mampu tumbuh sebesar 11,75% YoY.
Sebagian besar responden menyatakan bahwa faktor utama yang menghambat pertumbuhan penjualan properti residensial di kuartal II-2019 adalah melemahnya daya beli. Ada pula hambatan dari masalah perijinan dan birokrasi yang juga dirasakan oleh responden.
Selain itu suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan harga rumah yang tinggi juga turut menekan angka penjualan rumah. Berdasarkan data laporan bank umum, rata-rata suku bunga KPR pada kuartal II-2019 sebesar 9,43%, sudah lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang sebesar 9,53%. Namun di beberapa daerah, masih ditemukan suku bunga KPR yang selangit, seperti di Kalimantan Selatan yang mencapai 14,75%.
Suku bunga paling tinggi diberikan oleh kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang secara rata-rata nilainya sebesar 11,86% di kuartal II-2019. Sementara paling rendah diberikan oleh Bank Asing dan Campuran, yaitu sebesar 7,05%.
Sejalan dengan penurunan penjualan rumah di pasar primer, penyaluran KPR dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) juga ikut tertekan. Pertumbuhan KPR dan KPA pada kuartal II-2019 hanya sebesar 12,79% YoY yang merupakan paling lambat sejak kuartal I-2018.
Perlu diketahui bahwa fasilitas KPR masih menjadi sumber pembiayaan utama bagi konsumen dalam pembelian properti residensial. Sebanyak 74,32% responden menggunakan KPR dalam membeli rumah. Sementara ada 19,05% yang membeli dengan tunai bertahap, serta 6,64% dengan tunai).
Padahal pemerintah terbilang cukup gencar untuk menyalurkan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sepanjang kuartal II-2019 realisasi pencairan FLPP mencapai Rp 2,66 triliun, jauh lebih besar dari kuartal II-2018 yang hanya Rp 958 miliar.
Meski sudah banyak dibantu oleh pencairan FLPP, penjualan rumah tipe kecil terkontraksi paling dalam ketimbang rumah jenis lain (menengah dan besar). Ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat terhadap properti yang sudah sangat tertekan.
Seperti yang telah diketahui FLPP merupakan fasilitas subsidi Kredit Pembiayaan Rumah (KPR) yang diberikan pada masyarakat berpenghasilan rendah. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2019, pos anggaran untuk FLPP meningkat menjadi Rp 7,1 triliun dari Rp 5,8 triliun di tahun sebelumnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Pengusaha 'Ngarep' Bunga KPR Single Digit, Mungkin Nggak?
Menurut BI, kenaikan harga properti residensial terjadi pada semua tipe rumah. Kenaikan harga rumah tipe kecil melambat dari 3,18% di kuartal I-2019 menjadi 2,18% di kuartal II-2019. Rumah tipe menengah melambat dari 1,82% YoY menjadi 1,32 YoY. Adapun rumah tipe besar melambat dari 1,16% YoY menjadi 0,92% YoY.
Dari data tersebut terlihat bahwa perlambatan kenaikan harga properti residensial paling besar terjadi pada rumah tipe kecil, yaitu 1 persen poin.
Perlambatan kenaikan IHPR juga sejalan dengan perlambatan kenaikan biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk tempat tinggal. Hal itu tercermin dari kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) sub kelompok biaya tempat tinggal yang hanya sebesar 0,8% secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ) di kuartal II-2019, lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang sebesar 1,13% QtQ.
Hasil survei BI juga mengungkapkan bahwa angka penjualan rumah pada kuartal II-2019 terkontraksi hingga 15,79% YoY. Penjualan rumah berbalik arah dari kuartal sebelumnya yang meskipun tipis, masih mampu tumbuh sebesar 0,05% YoY.
Penurunan penjualan terjadi pada rumah tipe kecil dan tipe menengah, yang mana masing-masing terkontraksi sebesar 26,55% YoY dan 0,46% YoY. Sementara penjualan rumah tipe besar mampu tumbuh sebesar 11,75% YoY.
Sebagian besar responden menyatakan bahwa faktor utama yang menghambat pertumbuhan penjualan properti residensial di kuartal II-2019 adalah melemahnya daya beli. Ada pula hambatan dari masalah perijinan dan birokrasi yang juga dirasakan oleh responden.
![]() |
Selain itu suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan harga rumah yang tinggi juga turut menekan angka penjualan rumah. Berdasarkan data laporan bank umum, rata-rata suku bunga KPR pada kuartal II-2019 sebesar 9,43%, sudah lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang sebesar 9,53%. Namun di beberapa daerah, masih ditemukan suku bunga KPR yang selangit, seperti di Kalimantan Selatan yang mencapai 14,75%.
Suku bunga paling tinggi diberikan oleh kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang secara rata-rata nilainya sebesar 11,86% di kuartal II-2019. Sementara paling rendah diberikan oleh Bank Asing dan Campuran, yaitu sebesar 7,05%.
![]() |
Sejalan dengan penurunan penjualan rumah di pasar primer, penyaluran KPR dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) juga ikut tertekan. Pertumbuhan KPR dan KPA pada kuartal II-2019 hanya sebesar 12,79% YoY yang merupakan paling lambat sejak kuartal I-2018.
Perlu diketahui bahwa fasilitas KPR masih menjadi sumber pembiayaan utama bagi konsumen dalam pembelian properti residensial. Sebanyak 74,32% responden menggunakan KPR dalam membeli rumah. Sementara ada 19,05% yang membeli dengan tunai bertahap, serta 6,64% dengan tunai).
Padahal pemerintah terbilang cukup gencar untuk menyalurkan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sepanjang kuartal II-2019 realisasi pencairan FLPP mencapai Rp 2,66 triliun, jauh lebih besar dari kuartal II-2018 yang hanya Rp 958 miliar.
Meski sudah banyak dibantu oleh pencairan FLPP, penjualan rumah tipe kecil terkontraksi paling dalam ketimbang rumah jenis lain (menengah dan besar). Ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat terhadap properti yang sudah sangat tertekan.
Seperti yang telah diketahui FLPP merupakan fasilitas subsidi Kredit Pembiayaan Rumah (KPR) yang diberikan pada masyarakat berpenghasilan rendah. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2019, pos anggaran untuk FLPP meningkat menjadi Rp 7,1 triliun dari Rp 5,8 triliun di tahun sebelumnya.
![]() |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Pengusaha 'Ngarep' Bunga KPR Single Digit, Mungkin Nggak?
Most Popular