
Asa Damai Dagang Nongol Lagi, Bursa Asia Menghijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 August 2019 17:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan hari ini, Rabu (14//8/2019) di zona hijau: indeks Nikkei menguat 0,98%, indeks Shanghai naik 0,42%, indeks Hang Seng bertambah 0,08%, indeks Straits Times naik tipis 0,03%, dan indeks Kospi terapresiasi 0,65%.
Hasrat pelaku pasar untuk memburu instrumen berisiko seperti saham membuncah pasca mendengar kabar bahwa perang dagang AS-China agak mendingin.
Kemarin pagi waktu setempat (13/8/2019), Kantor Perwakilan Dagang AS mengumumkan bahwa pihaknya akan menghapus beberapa produk dari daftar produk impor asal China yang akan dikenakan bea masuk baru pada awal bulan depan.
Kantor Perwakilan Dagang AS dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa keputusan ini dilandasi oleh alasan "kesehatan, keselamatan, keamanan nasional, dan faktor-faktor lainnya", dilansir dari CNBC International.
Lebih lanjut, pengenaan bea masuk baru senilai 10% untuk berbagai produk lainnya yang sejatinya akan mulai berlaku efektif pada awal September diputuskan ditunda hingga 15 Desember. Produk-produk yang akan ditunda pengenaan bea masuknya mencakup ponsel selular, laptop, konsol video game, dan monitor komputer.
Seperti yang diketahui, pada awal bulan ini Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini sejatinya akan mulai berlaku pada tanggal 1 September, sebelum kemudian AS merubah keputusannya. Trump kala itu juga menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.
"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump pada awal bulan ini.
China pun kemudian geram bukan kepalang. China mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS tersebut dengan mengonfirmasi pemberitaan bahwa perusahaan-perusahaan asal China akan berhenti membeli produk agrikultur asal AS.
Kini, diharapkan itikat baik dari AS akan dibalas juga dengan itikat baik dari pihak China. Kesepakatan dagang yang sebelumnya tampak kian mustahil untuk diteken kini kembali menjadi sebuah skenario yang bisa menjadi kenyataan.
Sebagai informasi, AS berencana untuk menggelar negosiasi dagang dengan China di Washington pada awal bulan September.
Kuatnya optimisme yang dihasilkan dari perkembangan perang dagang AS-China yang kondusif membuat rilis data ekonomi yang mengecewakan cenderung diabaikan oleh investor.
Pada hari ini, produksi industri China periode Juli 2019 diumumkan tumbuh sebesar 4,8% secara tahunan, di bawah konsensus yang sebesar 5,8%, dilansir dari Trading Economics. Kemudian, penjualan barang-barang ritel periode yang sama hanya diumumkan tumbuh sebesar 7,6% secara tahunan, di bawah konsensus yang sebesar 8,6%, dilansir dari Trading Economics.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article AS-China Teken Kesepakatan 15 Januari, Bursa Asia Menguat
Hasrat pelaku pasar untuk memburu instrumen berisiko seperti saham membuncah pasca mendengar kabar bahwa perang dagang AS-China agak mendingin.
Kemarin pagi waktu setempat (13/8/2019), Kantor Perwakilan Dagang AS mengumumkan bahwa pihaknya akan menghapus beberapa produk dari daftar produk impor asal China yang akan dikenakan bea masuk baru pada awal bulan depan.
Kantor Perwakilan Dagang AS dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa keputusan ini dilandasi oleh alasan "kesehatan, keselamatan, keamanan nasional, dan faktor-faktor lainnya", dilansir dari CNBC International.
Lebih lanjut, pengenaan bea masuk baru senilai 10% untuk berbagai produk lainnya yang sejatinya akan mulai berlaku efektif pada awal September diputuskan ditunda hingga 15 Desember. Produk-produk yang akan ditunda pengenaan bea masuknya mencakup ponsel selular, laptop, konsol video game, dan monitor komputer.
Seperti yang diketahui, pada awal bulan ini Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini sejatinya akan mulai berlaku pada tanggal 1 September, sebelum kemudian AS merubah keputusannya. Trump kala itu juga menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.
"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump pada awal bulan ini.
China pun kemudian geram bukan kepalang. China mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS tersebut dengan mengonfirmasi pemberitaan bahwa perusahaan-perusahaan asal China akan berhenti membeli produk agrikultur asal AS.
Kini, diharapkan itikat baik dari AS akan dibalas juga dengan itikat baik dari pihak China. Kesepakatan dagang yang sebelumnya tampak kian mustahil untuk diteken kini kembali menjadi sebuah skenario yang bisa menjadi kenyataan.
Sebagai informasi, AS berencana untuk menggelar negosiasi dagang dengan China di Washington pada awal bulan September.
Kuatnya optimisme yang dihasilkan dari perkembangan perang dagang AS-China yang kondusif membuat rilis data ekonomi yang mengecewakan cenderung diabaikan oleh investor.
Pada hari ini, produksi industri China periode Juli 2019 diumumkan tumbuh sebesar 4,8% secara tahunan, di bawah konsensus yang sebesar 5,8%, dilansir dari Trading Economics. Kemudian, penjualan barang-barang ritel periode yang sama hanya diumumkan tumbuh sebesar 7,6% secara tahunan, di bawah konsensus yang sebesar 8,6%, dilansir dari Trading Economics.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article AS-China Teken Kesepakatan 15 Januari, Bursa Asia Menguat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular