
Poundsterling Bangkit dari Tubir Level Terendahnya 34 Tahun
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 August 2019 20:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang poundsterling Inggris menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (12/8/19) setelah anjlok hingga mendekati level terlemah 34 tahun pada Jumat (9/8/19).
Pada pukul 20:03 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2095 atau menguat 0,51% di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv. Poundsterling menunjukkan performa buruk pada perdagangan Jumat pekan lalu setelah jeblok mendekati level terlemah 34 tahun.
Dalam sehari poundsterling kehilangan nilainya sebesar 0,8% dan mencapai level US$ 1,2034, berdasarkan data Refinitiv. Level tersebut menjadi yang terlemah sejak Januari 2017. Kala itu level terlemah poundsterling berada di level US$ 1,1979.
Mundur lagi ke belakang, poundsterling mengalami flash crash pada 7 Oktober 2016, ketika secara tiba-tiba poundsterling jeblok ke level US$ 1,1450, tetapi tidak lama kemudian kembali pulih dan mengakhiri perdagangan hari itu di level US$ 1,2432, melansir data Refinitiv.
Titik terendah saat flash crash tersebut merupakan level terlemah 31 tahun poundsterling melawan dolar AS. Saat itu nilai tukar poundsterling tiba-tiba jeblok hampir 10%, dan dengan cepat berbalik lagi. Belum jelas penyebab flash crash, tetapi media-media internasional melaporkan hal itu sebagai akibat aksi jual besar yang dilakukan sistem komputer.
Jika tidak melihat titik terendah saat flash crash, maka level terlemah poundsterling dalam 31 tahun terakhir adalah US$ 1,2054 di bulan Januari 2017. Melihat posisi saat ini, level tersebut tidak terlalu jauh, jika berhasil, dilewati, maka poundsterling akan mencatat level terlemah 34 tahun melawan dolar AS.
Anjloknya poundsterling dan melihat posisinya di dekat level terlemah 34 tahun, tentunya membuat pelaku pasar melakukan aksi ambil untung atau profit taking. Apalagi dolar AS sedang dalam kondisi kurang bagus akibat eskalasi perang dagang AS dengan China serta potensi terjadinya currency war atau perang mata uang.
Akibat kedua hal tersebut, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diprediksi kembali akan agresif dalam memangkas suku bunganya di tahun ini. Berdasarkan peranti FedWatch milik CME Group, The Fed diperediksi akan memangkas suku bunga dua atau bahkan tiga kali lagi di tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat
Pada pukul 20:03 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2095 atau menguat 0,51% di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv. Poundsterling menunjukkan performa buruk pada perdagangan Jumat pekan lalu setelah jeblok mendekati level terlemah 34 tahun.
Dalam sehari poundsterling kehilangan nilainya sebesar 0,8% dan mencapai level US$ 1,2034, berdasarkan data Refinitiv. Level tersebut menjadi yang terlemah sejak Januari 2017. Kala itu level terlemah poundsterling berada di level US$ 1,1979.
Mundur lagi ke belakang, poundsterling mengalami flash crash pada 7 Oktober 2016, ketika secara tiba-tiba poundsterling jeblok ke level US$ 1,1450, tetapi tidak lama kemudian kembali pulih dan mengakhiri perdagangan hari itu di level US$ 1,2432, melansir data Refinitiv.
Titik terendah saat flash crash tersebut merupakan level terlemah 31 tahun poundsterling melawan dolar AS. Saat itu nilai tukar poundsterling tiba-tiba jeblok hampir 10%, dan dengan cepat berbalik lagi. Belum jelas penyebab flash crash, tetapi media-media internasional melaporkan hal itu sebagai akibat aksi jual besar yang dilakukan sistem komputer.
Jika tidak melihat titik terendah saat flash crash, maka level terlemah poundsterling dalam 31 tahun terakhir adalah US$ 1,2054 di bulan Januari 2017. Melihat posisi saat ini, level tersebut tidak terlalu jauh, jika berhasil, dilewati, maka poundsterling akan mencatat level terlemah 34 tahun melawan dolar AS.
Anjloknya poundsterling dan melihat posisinya di dekat level terlemah 34 tahun, tentunya membuat pelaku pasar melakukan aksi ambil untung atau profit taking. Apalagi dolar AS sedang dalam kondisi kurang bagus akibat eskalasi perang dagang AS dengan China serta potensi terjadinya currency war atau perang mata uang.
Akibat kedua hal tersebut, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diprediksi kembali akan agresif dalam memangkas suku bunganya di tahun ini. Berdasarkan peranti FedWatch milik CME Group, The Fed diperediksi akan memangkas suku bunga dua atau bahkan tiga kali lagi di tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat
Most Popular