Menguat Sih Menguat, Tapi Rupiah Terlemah Ketiga di Asia...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 August 2019 16:12
Sentimen Domestik Bebani Rupiah
Ilustrasi Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Rupiah dan mata uang Asia lainnya diuntungkan oleh terjaganya asa damai dagang AS-China. Kemarin, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Lawrence 'Larry' Kudlow menyatakan AS siap menerima delegasi China untuk dialog dagang di Washington pada awal September. Tidak hanya itu, AS juga mempertimbangkan untuk mengkaji ulang kebijakan bea masuk jika dialog membuahkan hasil positif. 

Gary Locke, mantan Duta Besar AS untuk China periode 2011-2014, menyatakan AS harus 'mengalah'. AS tidak bisa hanya mementingkan kepentingan sendiri selagi mengorbankan perekonomian global akibat friksi dagang dengan China. 

"The Federal Reserve (Bank Sentral AS) memperkirakan bea masuk terhadap produk-produk China akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa rata-rata US$ 1.000 di tingkat konsumen. Kenaikan harga seperti ini membuat AS sulit berkompetisi. Oleh karena itu, AS perlu menurunkan tensi ketegangan dan mencapai kesepakatan dengan China," tegas Locke, seperti diberitakan Reuters. 

Harapan damai dagang AS-China yang masih terjaga membuat pelaku pasar sedikit tenang. Meski risiko masih membentang, tetapi setidaknya ada harapan untuk perbaikan.  

Namun di sisi lain, rupiah tertekan oleh sentimen domestik. Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel terkontraksi alias turun 1,8% year-on-year (YoY) pada Juni. Ini adalah laju terendah sejak Juli 2017 atau nyaris dua tahun. 

 

Pada Juli, BI memperkirakan penjualan ritel kembali naik dengan pertumbuhan 2,3% YoY. Walau tumbuh, tetapi masih relatif lambat. 


Selain itu, investor juga wait and see sehingga enggan terlalu agresif bermain di aset-aset berbasis rupiah. BI akan mengumumkan data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2019 pada esok hari. 

Investor akan sangat mencermati data ini, terutama di pos transaksi berjalan (current account). BI memperkirakan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal II-2019 lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya. 

Bank Indonesia

Transaksi berjalan adalah neraca yang menggambarkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari pos ini dipandang berdimensi jangka panjang (sustainable) sehingga lebih bisa diandalkan sebagai fondasi nilai tukar mata uang. 

Ketika transaksi berjalan defisit, apalagi semakin parah, maka mata uang akan sangat tergantung kepada arus modal di pasar keuangan alias hot money yang bisa datang dan pergi sesuka hati. Ini membuat mata uang lebih rentan berfluktuasi, tidak stabil.

Indonesia sudah tidak pernah merasakan surplus transaksi berjalan sejak 2011. Defisit transaksi berjalan terus menjadi 'hantu' yang membayangi perekonomian nasional, membuat rupiah dalam posisi rawan.

Oleh karena itu, wajar ketika investor cemas menantikan data NPI. Data tersebut, terutama pos transaksi berjalan, akan menentukan nasib rupiah.



TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular