
Rupiah Kini Terlemah di Asia, Jangan-jangan karena Hantu CAD
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 August 2019 09:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Namun rupiah seakan melemah sendirian kala mata uang Asia lainnya ramai-ramai mulai menguat di hadapan greenback.
Pada Kamis (8/8/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.225. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Padahal kala pembukaan pasar, rupiah masih mampu menguat 0,04%. Namun penguatan itu ternyata fana belaka.
Awalnya mata uang Asia juga melemah terhadap dolar AS. Akan tetapi kini situasi berbalik, justru dolar AS yang balik ditekan.
Meski begitu, rupiah dan rupee India masih tertinggal di zona merah. Rupee belum diperdagangkan karena pasar keuangan Negeri Bollywood masih tutup, sehingga rupee mencerminkan posisi kemarin. Jika pasar keuangan India sudah buka, bukan tidak mungkin rupee juga menguat.
Akibat mata uang Asia yang kini menguat, rupiah berada di posisi juru kunci. Ya, depresiasi 0,07% sudh cukup untuk menjadikan rupiah sebagai mata uang terlemah di Asia.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 09:07 WIB:
Oleh karena itu, bukan tidak mungkin sentimen domestik berperan dalam pelemahan rupiah. Besok, Bank Indonesia (BI) dijadwalkan merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2019.
Investor akan sangat mencermati data ini, terutama di pos transaksi berjalan (current account). BI memperkirakan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal II-2019 lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya.
Transaksi berjalan adalah neraca yang menggambarkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari pos ini dipandang berdimensi jangka panjang (sustainable) sehingga lebih bisa diandalkan sebagai fondasi nilai tukar mata uang.
Ketika transaksi berjalan defisit, apalagi semakin parah, maka mata uang akan sangat tergantung kepada arus modal di pasar keuangan alias hot money yang bisa datang dan pergi sesuka hati. Ini membuat mata uang lebih rentan berfluktuasi, tidak stabil.
Indonesia sudah tidak pernah merasakan surplus transaksi berjalan sejak 2011. Defisit transaksi berjalan terus menjadi 'hantu' yang membayangi perekonomian nasional, membuat rupiah dalam posisi rawan.
Oleh karena itu, wajar ketika investor cemas menantikan data NPI. Data tersebut, terutama pos transaksi berjalan, akan menentukan nasib rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Kamis (8/8/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.225. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Padahal kala pembukaan pasar, rupiah masih mampu menguat 0,04%. Namun penguatan itu ternyata fana belaka.
Awalnya mata uang Asia juga melemah terhadap dolar AS. Akan tetapi kini situasi berbalik, justru dolar AS yang balik ditekan.
Meski begitu, rupiah dan rupee India masih tertinggal di zona merah. Rupee belum diperdagangkan karena pasar keuangan Negeri Bollywood masih tutup, sehingga rupee mencerminkan posisi kemarin. Jika pasar keuangan India sudah buka, bukan tidak mungkin rupee juga menguat.
Akibat mata uang Asia yang kini menguat, rupiah berada di posisi juru kunci. Ya, depresiasi 0,07% sudh cukup untuk menjadikan rupiah sebagai mata uang terlemah di Asia.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 09:07 WIB:
Oleh karena itu, bukan tidak mungkin sentimen domestik berperan dalam pelemahan rupiah. Besok, Bank Indonesia (BI) dijadwalkan merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2019.
Investor akan sangat mencermati data ini, terutama di pos transaksi berjalan (current account). BI memperkirakan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal II-2019 lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya.
![]() |
Transaksi berjalan adalah neraca yang menggambarkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari pos ini dipandang berdimensi jangka panjang (sustainable) sehingga lebih bisa diandalkan sebagai fondasi nilai tukar mata uang.
Ketika transaksi berjalan defisit, apalagi semakin parah, maka mata uang akan sangat tergantung kepada arus modal di pasar keuangan alias hot money yang bisa datang dan pergi sesuka hati. Ini membuat mata uang lebih rentan berfluktuasi, tidak stabil.
Indonesia sudah tidak pernah merasakan surplus transaksi berjalan sejak 2011. Defisit transaksi berjalan terus menjadi 'hantu' yang membayangi perekonomian nasional, membuat rupiah dalam posisi rawan.
Oleh karena itu, wajar ketika investor cemas menantikan data NPI. Data tersebut, terutama pos transaksi berjalan, akan menentukan nasib rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular