
Harga Surat Utang Pemerintahan Jokowi Turun 7 Hari Beruntun!
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
06 August 2019 10:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah kembali tertekan. Ini membuat koreksi harga Surat Berharga Negara (SBN) sudah terjadi selama tujuh hari beruntun.
Pada Selasa (6/8/2019) pukul 10:02 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun melonjak 10,5 basis poin (bps). Kenaikan yield adalah pertanda harga obligasi sedang turun karena tekanan jual. Yield biasa dipakai untuk menggambarkan kinerja obligasi karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Berikut perkembangan yield surat utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbagai tenor:
Sumber: Refinitiv
Koreksi di pasar obligasi hari ini lebih disebabkan oleh sentimen eksternal. Sejak akhir pekan lalu, hubungan Amerika Serikat (AS) dan China memanas.
Drama dimulai dengan cuitan Presiden AS Donald Trump di Twitter. Eks taipan properti itu mengancam bakal menerapkan bea masuk baru sebesar 10% untuk importasi produk-produk made in China senilai US$ 300 miliar.
China tidak terima. Beijing menegaskan bahwa mereka siap untuk menjalani perang dagang jika memang tidak terhindarkan.
Bahkan sepertinya aksi balas dendam China lebih kejam. Sejak kemarin, China seakan membiarkan nilai tukar yuan melemah. Baru kali pertama sejak 2008 di mana US$ 1 berada di kisaran CNY 7.
Kini perang dagang sepertinya sudah naik kelas, bertransformasi menjadi perang mata uang. Jika praktik yang dilakukan China ditiru oleh negara lain demi menggenjot ekspor, maka akan terjadi devaluasi mata uang secara kompetitif.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 601 bps, melebar dari posisi kemarin 588 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 1,71% dari posisi kemarin 1,73% seiring dengan tensi perang dagang yang semakin meningkat.
Saat ini pelaku pasar global lebih mencermati inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang. Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.019,36 triliun SBN, atau 39,33% dari total beredar Rp 2.591 triliun berdasarkan data per 2 Agustus.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 126,11 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya turun 1,6% dan 0,63%.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju, mayoritas harganya naik dan yield-nya turun yang mencerminkan instrumen itu sama-sama diburu ketika risiko global meningkat seperti sekarang ini.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Pada Selasa (6/8/2019) pukul 10:02 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun melonjak 10,5 basis poin (bps). Kenaikan yield adalah pertanda harga obligasi sedang turun karena tekanan jual. Yield biasa dipakai untuk menggambarkan kinerja obligasi karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Berikut perkembangan yield surat utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbagai tenor:
Yield Obligasi Negara Acuan 6 Aug'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 5 Aug'19 (%) | Yield 6 Aug'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 5 Aug'19 (%) |
FR0077 | 5 tahun | 7.06 | 7.157 | 9.70 | 7.079 |
FR0078 | 10 tahun | 7.624 | 7.729 | 10.50 | 7.6419 |
FR0068 | 15 tahun | 7.886 | 7.933 | 4.70 | 7.9464 |
FR0079 | 20 tahun | 8.066 | 8.103 | 3.70 | 8.117 |
Avg movement | 7.15 |
Koreksi di pasar obligasi hari ini lebih disebabkan oleh sentimen eksternal. Sejak akhir pekan lalu, hubungan Amerika Serikat (AS) dan China memanas.
Drama dimulai dengan cuitan Presiden AS Donald Trump di Twitter. Eks taipan properti itu mengancam bakal menerapkan bea masuk baru sebesar 10% untuk importasi produk-produk made in China senilai US$ 300 miliar.
China tidak terima. Beijing menegaskan bahwa mereka siap untuk menjalani perang dagang jika memang tidak terhindarkan.
Bahkan sepertinya aksi balas dendam China lebih kejam. Sejak kemarin, China seakan membiarkan nilai tukar yuan melemah. Baru kali pertama sejak 2008 di mana US$ 1 berada di kisaran CNY 7.
Kini perang dagang sepertinya sudah naik kelas, bertransformasi menjadi perang mata uang. Jika praktik yang dilakukan China ditiru oleh negara lain demi menggenjot ekspor, maka akan terjadi devaluasi mata uang secara kompetitif.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 601 bps, melebar dari posisi kemarin 588 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 1,71% dari posisi kemarin 1,73% seiring dengan tensi perang dagang yang semakin meningkat.
Saat ini pelaku pasar global lebih mencermati inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang. Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 6 Aug'19 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 5 Aug'19 (%) | Yield 6 Aug'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.015 | 2.036 | 3 bulan-5 tahun | 52 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.583 | 1.561 | 2 tahun-5 tahun | 4.5 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.543 | 1.521 | 3 tahun-5 tahun | 0.5 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.536 | 1.516 | 3 bulan-10 tahun | 32.3 |
UST 2028 | 10 Tahun | 1.736 | 1.713 | 2 tahun-10 tahun | -15.2 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.019,36 triliun SBN, atau 39,33% dari total beredar Rp 2.591 triliun berdasarkan data per 2 Agustus.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 126,11 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya turun 1,6% dan 0,63%.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju, mayoritas harganya naik dan yield-nya turun yang mencerminkan instrumen itu sama-sama diburu ketika risiko global meningkat seperti sekarang ini.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 5 Aug'19 (%) | Yield 6 Aug'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.25 | 7.38 | 13.00 |
China | 3.066 | 3.06 | -0.60 |
Jerman | -0.509 | -0.522 | -1.30 |
Perancis | -0.233 | -0.243 | -1.00 |
Inggris | 0.512 | 0.502 | -1.00 |
India | 6.352 | 6.39 | 3.80 |
Jepang | -0.193 | -0.192 | 0.10 |
Malaysia | 3.547 | 3.565 | 1.80 |
Filipina | 4.507 | 4.519 | 1.20 |
Rusia | 7.5 | 7.39 | -11.00 |
Singapura | 1.782 | 1.753 | -2.90 |
Thailand | 1.72 | 1.69 | -3.00 |
Amerika Serikat | 1.736 | 1.713 | -2.30 |
Afrika Selatan | 8.37 | 8.44 | 7.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular