
Dolar Masih Terkapar, Data Tenaga Kerja AS Tak Impresif
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 August 2019 20:06

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Dolar Amerika Serikat (AS) masih tertekan pada perdagangan Jumat (2/8/19) usai rilis data tenaga kerja yang tidak terlalu impresif. Hal ini membuat pelaku pasar masih berfokus pada potensi membesarnya perang dagang AS-China.
Data tenaga kerja yang terdiri dari tiga ite,m yakni penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP), tingkat pengangguran, dan rata-rata upah per jam, merupakan salah satu acuan The Fed untuk menetapkan kebijakan moneter.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan, NFP bulan Juli sebanyak 164.000 orang, turun dibandingkan bulan lalu 224.000, tingkat pengangguran tetap sebesar 3,7% vs sebelumnya 3,7%, dan rata-rata upah per jam diprediksi naik 0,3% month-on-month (MoM), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya 0,2%.
Hanya data rata-rata gaji per jam yang terlihat cukup bagus, namun masih belum cukup mengangkat performa dolar. Pada pukul 19:37 WIB, indeks dolar berada di level 98,22 melemah 0,15% berdasarkan data Refinitiv.
Indeks dolar dibentuk dari enam mata uang utama yakni euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss. Indeks ini juga dijadikan acuan kekuatan dolar AS terhadap mata uang utama lainnya.
Dolar AS pada Kamis kemarin bergerak seperti roller coaster. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang memangkas suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 2,00%-2,25% tetapi mengindikasikan tidak akan agresif melakukan pemangkasan di tahun ini membuat indeks dolar melesat naik ke level tertinggi dua tahun.
Namun, kurang dari 24 jam setelah The Fed mengumumkan suku bunga, Trump menaikkan bea impor 10% terhadap produk China yang selama ini belum dikenakan tarif. Total nilai produk tersebut sebesar US$ 300 miliar dan mulai berlaku pada September.
Akibat kebijakan Trump tersebut babak baru perang dagang bisa dimulai, China sudah mengancam akan melakukan hal yang serupa.
Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing bakal menerapkan serangan balasan jika AS jadi mengenakan bea masuk baru.
Perang dagang AS-China merupakan biang keladi pelambatan ekonomi global, termasuk di AS. Dengan peluang membesarnya perang dagang, dan perekonomian AS kemungkinan terseret, pelaku pasar kembali berspekulasi The Fed akan memangkas suku bunga dua kali lagi di tahun ini.
Data dari piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan probabilitas suku bunga 1,50%-1,75% di bulan Desember sebesar 47,0%. Persentase tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan probabilitas suku bunga lainnya, meski sedikit mengalami penurunan dari 49,6% sebelum data tenaga kerja AS dirilis.
Hal ini berarti pelaku pasar kembali yakin The Fed akan memangkas suku bunga dua kali lagi di tahun ini, yakni di bulan September dan Desember, yang membuat dolar AS masih tertekan.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap) Next Article Klaim Pengangguran AS Melonjak Lagi, Dolar Mulai Tertekan
Data tenaga kerja yang terdiri dari tiga ite,m yakni penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP), tingkat pengangguran, dan rata-rata upah per jam, merupakan salah satu acuan The Fed untuk menetapkan kebijakan moneter.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan, NFP bulan Juli sebanyak 164.000 orang, turun dibandingkan bulan lalu 224.000, tingkat pengangguran tetap sebesar 3,7% vs sebelumnya 3,7%, dan rata-rata upah per jam diprediksi naik 0,3% month-on-month (MoM), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya 0,2%.
Hanya data rata-rata gaji per jam yang terlihat cukup bagus, namun masih belum cukup mengangkat performa dolar. Pada pukul 19:37 WIB, indeks dolar berada di level 98,22 melemah 0,15% berdasarkan data Refinitiv.
Indeks dolar dibentuk dari enam mata uang utama yakni euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss. Indeks ini juga dijadikan acuan kekuatan dolar AS terhadap mata uang utama lainnya.
Dolar AS pada Kamis kemarin bergerak seperti roller coaster. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang memangkas suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 2,00%-2,25% tetapi mengindikasikan tidak akan agresif melakukan pemangkasan di tahun ini membuat indeks dolar melesat naik ke level tertinggi dua tahun.
Namun, kurang dari 24 jam setelah The Fed mengumumkan suku bunga, Trump menaikkan bea impor 10% terhadap produk China yang selama ini belum dikenakan tarif. Total nilai produk tersebut sebesar US$ 300 miliar dan mulai berlaku pada September.
Akibat kebijakan Trump tersebut babak baru perang dagang bisa dimulai, China sudah mengancam akan melakukan hal yang serupa.
Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing bakal menerapkan serangan balasan jika AS jadi mengenakan bea masuk baru.
Perang dagang AS-China merupakan biang keladi pelambatan ekonomi global, termasuk di AS. Dengan peluang membesarnya perang dagang, dan perekonomian AS kemungkinan terseret, pelaku pasar kembali berspekulasi The Fed akan memangkas suku bunga dua kali lagi di tahun ini.
Data dari piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan probabilitas suku bunga 1,50%-1,75% di bulan Desember sebesar 47,0%. Persentase tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan probabilitas suku bunga lainnya, meski sedikit mengalami penurunan dari 49,6% sebelum data tenaga kerja AS dirilis.
Hal ini berarti pelaku pasar kembali yakin The Fed akan memangkas suku bunga dua kali lagi di tahun ini, yakni di bulan September dan Desember, yang membuat dolar AS masih tertekan.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap) Next Article Klaim Pengangguran AS Melonjak Lagi, Dolar Mulai Tertekan
Most Popular