
Data Tenaga Kerja AS Menjadi Ujian Kedua atas Kebijakan Fed
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 August 2019 19:19

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) menunjukkan sikap tidak terlalu dovish saat memangkas suku bunga acuan 2 basis poin (bps) pada Kamis dini hari. Gubernur The Fed Jerome Powell mengindikasikan tidak akan agresif dalam memangkas suku bunga di tahun ini.
Dampak dari sikap Powell tersebut pelaku pasar memprediksi The Fed hanya akan memangkas suku bunga sekali lagi tahun ini. Sikap yang tak dovish tersebut membuat dolar AS melesat naik, dan indeks dolar bahkan mencapai level tertinggi dua tahun.
Sikap The Fed yang tidak terlalu dovish tersebut sudah mendapat ujian dari Presiden AS Donald Trump. Presiden AS ke-45 ini kembali memuntahkan "peluru panas" dengan menaikkan bea impor baru untuk produk China.
Kurang dari 24 jam setelah The Fed mengumumkan suku bunga, Trump menaikkan bea impor 10% terhadap produk China yang selama ini belum dikenakan tarif. Total nilai produk tersebut sebesar US$ 300 miliar dan mulai berlaku di bulan September.
Akibat kebijakan Trump tersebut, babak baru perang dagang bisa dimulai, China sudah mengancam akan melakukan hal yang serupa. Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing bakal menerapkan serangan balasan jika AS jadi mengenakan bea masuk baru.
Perang dagang AS-China merupakan biang keladi pelambatan ekonomi global, termasuk di AS. Dengan peluang membesarnya perang dagang, dan perekonomian AS kemungkinan terseret, pelaku pasar kembali berspekulasi The Fed akan memangkas suku bunga dua kali lagi di tahun ini.
Data piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan probabilitas suku bunga 1,5%-1,75% di bulan Desember sebesar 49,6%. Persentase tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan probabilitas suku bunga lainnya, dan mengalami kenaikan signifikan dibandingkan Kamis siang kemarin sebesar 32,1%.
Hal ini berarti pelaku pasar kembali yakin The Fed akan memangkas suku bunga dua kali lagi di tahun ini, yakni di bulan September dan Desember.
Ujian kedua bagi sikap tidak dovish datang dari data tenaga kerja AS malam ini pukul 19:30 WIB. Data ini merupakan salah satu acuan utama The Fed dalam menentukan suku bunga.
Data tenaga kerja yang terdiri dari tiga item yakni penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP), tingkat pengangguran, dan rata-rata upah per jam, merupakan salah satu acuan The Fed untuk menetapkan kebijakan moneter.
Berdasarkan data dari Forex Factory, NFP bulan Juli diprediksi sebanyak 165.000 orang, turun dibandingkan bulan lalu 224.000, tingkat pengangguran 3,6% vs sebelumnya 3,7%, dan rata-rata upah per jam diprediksi naik 0,2% month-on-month (MoM), sama dengan pertumbuhan bulan sebelumnya.
Rilis data yang lebih bagus dari prediksi tentunya memperkuat panduan kebijakan tidak agresif memangkas suku bunga, dolar AS berpotensi kuat lagi, dan mata uang utama yang paling rentang melemah lagi adalah euro dan poundsterling.
Sebaliknya jika data dirilis mengecewakan, spekulasi pemangkasan agresif akan semakin menguat, dolar berpotensi jeblok lagi.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap) Next Article Data Manufaktur Bantu Dolar AS Kurangi Tekanan Operasi Repo
Dampak dari sikap Powell tersebut pelaku pasar memprediksi The Fed hanya akan memangkas suku bunga sekali lagi tahun ini. Sikap yang tak dovish tersebut membuat dolar AS melesat naik, dan indeks dolar bahkan mencapai level tertinggi dua tahun.
Sikap The Fed yang tidak terlalu dovish tersebut sudah mendapat ujian dari Presiden AS Donald Trump. Presiden AS ke-45 ini kembali memuntahkan "peluru panas" dengan menaikkan bea impor baru untuk produk China.
Kurang dari 24 jam setelah The Fed mengumumkan suku bunga, Trump menaikkan bea impor 10% terhadap produk China yang selama ini belum dikenakan tarif. Total nilai produk tersebut sebesar US$ 300 miliar dan mulai berlaku di bulan September.
Akibat kebijakan Trump tersebut, babak baru perang dagang bisa dimulai, China sudah mengancam akan melakukan hal yang serupa. Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing bakal menerapkan serangan balasan jika AS jadi mengenakan bea masuk baru.
Perang dagang AS-China merupakan biang keladi pelambatan ekonomi global, termasuk di AS. Dengan peluang membesarnya perang dagang, dan perekonomian AS kemungkinan terseret, pelaku pasar kembali berspekulasi The Fed akan memangkas suku bunga dua kali lagi di tahun ini.
![]() Sumber: CME Group |
Data piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan probabilitas suku bunga 1,5%-1,75% di bulan Desember sebesar 49,6%. Persentase tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan probabilitas suku bunga lainnya, dan mengalami kenaikan signifikan dibandingkan Kamis siang kemarin sebesar 32,1%.
Hal ini berarti pelaku pasar kembali yakin The Fed akan memangkas suku bunga dua kali lagi di tahun ini, yakni di bulan September dan Desember.
Ujian kedua bagi sikap tidak dovish datang dari data tenaga kerja AS malam ini pukul 19:30 WIB. Data ini merupakan salah satu acuan utama The Fed dalam menentukan suku bunga.
Data tenaga kerja yang terdiri dari tiga item yakni penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP), tingkat pengangguran, dan rata-rata upah per jam, merupakan salah satu acuan The Fed untuk menetapkan kebijakan moneter.
Berdasarkan data dari Forex Factory, NFP bulan Juli diprediksi sebanyak 165.000 orang, turun dibandingkan bulan lalu 224.000, tingkat pengangguran 3,6% vs sebelumnya 3,7%, dan rata-rata upah per jam diprediksi naik 0,2% month-on-month (MoM), sama dengan pertumbuhan bulan sebelumnya.
Rilis data yang lebih bagus dari prediksi tentunya memperkuat panduan kebijakan tidak agresif memangkas suku bunga, dolar AS berpotensi kuat lagi, dan mata uang utama yang paling rentang melemah lagi adalah euro dan poundsterling.
Sebaliknya jika data dirilis mengecewakan, spekulasi pemangkasan agresif akan semakin menguat, dolar berpotensi jeblok lagi.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap) Next Article Data Manufaktur Bantu Dolar AS Kurangi Tekanan Operasi Repo
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular