Semakin Tak Jelas, Jababeka Mau Dibawa Kemana?

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
01 August 2019 10:11
Persoalan ini belum juga menemukan titik terang antara manajamen lama di bawah Budianto Liman dan manajemen baru di bawah Sugiharto sebagai direksi KIJA.
Foto: Kawasan Industri Jababeka (dok. jababeka.com)
Jakarta, CNBC Indonesia - Persoalan di tubuh manajemen PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) makin pelik. Terbaru, 7 pemegang saham Jababeka mengajukan gugatan hukum atas keputusan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan pada 26 Juni 2019 yang menyetujui perubahan direksi dan komisaris perseroan.

Ketujuh pemegang saham tersebut antara lain Lanny Arifin, Handi Kurniawan, Wiwin Kurniawan, Christine Dewi, Richard Budi Gunawan, Yanti Kurniawan dan PT Venturindo Kapitanusa.

Corporate Secretary Jababeka Budianto Liman, yang sebelumnya tetap mengklaim sebagai direktur utama membenarkan hal tersebut, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia. Gugatan hukum itu diwaliki oleh kuasa hukum Julis Rizaldi & Partners. Gugatan ini telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan nomor register 413/PDT.G/2019.PN.Jkt.Pst.


Persidangan umum dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 20 Agustus 2019 pukul 09.00 WIB.

Persoalan ini belum juga menemukan titik terang atas saling klaim antara manajamen lama di bawah Budianto Liman dan manajemen baru di bawah Sugiharto sebagai direksi KIJA.

Budianto, yang sebelumnya dalam surat-surat menyurat ke Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut jabatannya sebagai corporate secretary, menyebutkan pihaknya sudah melakukan konsultasi dengan konsultan hukum untuk memastikan adanya perubahan pengendali ini.


"Selanjutnya dalam kerangka menyelesaikan adanya potennsi change of control ini perusahaan akan selalu berkonsultasi dengan konsultan hukum ini," kata Budianto dalam keterbukaan informasinya, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (25/7/2019).

Dia menjelaskan, dari hasil konsultasi tersebut dinyatakan adanya perubahan pengendali lantaran pergantian direksi dalam RUPST tersebut disahkan oleh pemegang saham dengan jumlah hak suara (voting rights) melebihi dari suara yang dikeluarkan (voting power) dari pihak yang dianggap mengendalikan perusahaan.

Budianto menekankan, pihak yang dianggap mengendalikan perusahaan adalah Setyono Djuandi Darmono, Hadi Rahardja dan afiliasinya dengan kepemilikan tak kurang dari 35%.

Seperti diketahui pergantian direksi dalam RUPST tersebut telah disetujui oleh 52,12% suara yang hadir atau 47,13% dari seluruh modal yang ditempatkan dalam perusahaan.

Agenda RUPST ini sendiri diajukan oleh PT Imakotama Investido dan Islamic Development Bank (IDB), berturut-turut selaku pemegang saham perseroan sebesar 6,387% dan 10,841% dari seluruh saham perseroan


Di pihak lain, Sugiharto, yang merupakan direktur utama hasil RUPS tersebut menyangkal bahwa telah terjadi perubahan pemegang pengendali.

Sugiharto menuding Budianto sudah melakukan penggelapan hukum. Pasalnya, bunyi ringkasan risalah hasil RUPST berbeda dengan rekaman dan adanya surat revisi atas bunyi hasil RUPST tersebut. Dia mengatakan ada informasi dalam RUPST tidak dipublikasikan dalam keterbukaan informasi.

"Terjadi penyelundupan hukum. Karena ada perbedaan informasi (risalah hasil rapat) dari yang disampaikan ke media massa dengan rekaman didengar notaris," kata dia kepada CNBC Indonesia, Senin (22/07/2019).
(hps/hps) Next Article Kisruh Jababeka, Diduga Ada Penyelundupan Hukum di Hasil RUPS

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular