Ini Borok Keuangan 4 BUMN di Ujung Periode I Jokowi

Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
30 July 2019 11:26
Ini Borok Keuangan 4 BUMN di Ujung Periode I Jokowi
Foto: Presiden Jokowi bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat kunjungan di Labuan Bajo, Kamis (11/7). (dok. BKIP Kemenhub)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jadi perhatian di ujung periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kesulitan keuangan yang dialami empat BUMN sempat bikin geger pasar dan menjadi polemik.

Hebatnya empat BUMN tersebut berasal dari sektor yang berbeda-beda yaitu jasa transportasi, manufaktur, jasa logistik dan keuangan. Artinya tak ada isu spesifik di satu industri yang membuat kinerja keuangan empat BUMN ini mengalami masalah.

Masalah keuangan yang menimpa empat BUMN merupakan 'dosa' turunan yang sifatnya akumulatif. Sudah berlangsung bertahun-tahun dan belum ketemu jurus jitu untuk mengatasi masalahnya kendati sudah berganti pucuk pimpinan (meski tugasnya belum selesai).

Benar seperti kata Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN, di negeri ini terlalu banyak orang yang "ahli keuangan" tetapi belum tentu punya "sikap keuangan".


Narasi Dahlan tersebut sebenarnya hanya ingin mengatakan, upaya untuk menyelamatkan BUMN tersebut hanya sebatas kosmetika laporan keuangan, tapi tak pernah mau menerima kenyataan pahit dan jujur untuk melakukan penyelamatan BUMN bermasalah.

Apa saja BUMN yang bermasalah tersebut:

LANJUT KE HALAMAN 2 >>>
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
Emiten penerbangan BUMN, Garuda Indonesia (GIAA) belakangan jadi sorotan publik karena menyajikan laporan keuangan tahun buku 2018 tak sesuai dengan standar akuntansi.

Garuda akhirnya menyajikan ulang (restatement) laporan keuangan tahun buku 2018. Dalam penyajian ulang laporan keuangan tersebut, Garuda mencatatkan kerugian, bukan untung seperti yang dilaporkan sebelumnya.

Dalam materi paparan publik yang disampaikan Garuda dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), setelah ada penyesuaian pencatatan maskapai penerbangan ini merugi US$ 175 juta atau setara Rp 2,45 triliun (kurs Rp 14.004/US$).

Diujung Periode I Jokowi, Terkuak Borok Keuangan 4 BUMNFoto: Public expose insidentil PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA). (CNBC Indonesia/Yanurisa Ananta)

Ada selisih US$ 180 juta dari yang disampaikan dalam laporan keuangan perseroan tahun buku 2018. Pada 2018 perseroan melaporkan untung US$ 5 juta atau setara Rp 70,02 miliar.

Selain laporan laba-rugi, dalam penyajian ulang laporan keuangan 2018 ini nilai aset perseroan yang tercatat juga berubah menjadi US$ 4,17 miliar dari sebelumnya tercatat US$ 4,37 miliar. Ada selisih sebesar US$ 204 juta.


Demikian pula total liabilitas yang berkurang US$ 24 juta menjadi US$ 3,44 miliar. Total ekuitas turun US$ 180 juta menjadi US$ 730 juta.

Pada pos pendapatan lain-lain bersih, juga disajikan lagi dengan angka US$ 38,9 juta dari sebelumnya US$ 278,8 juta. Terjadi penyusutan pendapatan sebesar US$ 239 juta.

Beruntung pada kuartal I-2019 kinerja Garuda mulai membaik. Langkah perseroan menaikkan harga tiket berdampak positif terhadap kinerja kuartal I-2019.

"(Kuartal I-2019) untung US$ 19,7 juta. Ini pure operasional jadi tidak ada one off. Jadi kondisi Garuda dengan model bisnis baru cukup solid," kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal, dalam public expose insidentil di Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (26/07/2019).

Dalam paparannya, Garuda Indonesia terus menunjukkan peningkatan kinerja dengan berhasil mencatatkan pertumbuhan positif pada kuartal I-2019 dimana Perseroan berhasil membukukan laba bersih sebesar US$ 19,73 juta, meningkat signifikan dibanding periode sebelumnya yang merugi USD 64,27 juta.

Sengkarut Laporan Keuangan Garuda
[Gambas:Video CNBC]
PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
Lalu ada juga BUMN sektor keuangan yakni Asuransi Jiwasraya yang tengah menghadapi masalah. Asuransi jiwa pelat merah ini terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis jatuh tempo.

Problem kesulitan likuiditas menjadi alasan keterlambatan pembayaran yang disampaikan oleh perusahaan asuransi pelat merah tersebut. Keterlambatan pembayaran polis jatuh tempo terdapat di produk bancassurance. Nilainya mencapai Rp 802 miliar.

Ada tujuh bank yang memasarkan produk bancassurance yang diketahui bernama JS Proteksi Plan Jiwasraya. Yakni Bank Tabungan Negara (BTN), Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, Bank QNB Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).


Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan pembayaran tentatif pokok pemegang polis yang mengalami tunggakan pembayaran klaim jatuh tempo akan dilakukan mulai kuartal II-2019. Pembayaran pokok klaim polis yang jatuh tempo diharapkan selesai 2019.

Cara lain yang ditempuh adalah upaya organik sumber arus kas.

Sebelumnya, Jiwasraya menawarkan skema roll over kepada pemegang polis yang pembayaran klaim ditunda. Produk JS Saving Plan yang ditunggak mencapai Rp 805 miliar.

Skema roll over yang ditawarkan dalam bentuk perpanjangan masa polis selama satu tahun dengan tawaran bunga 7%. Selama perpanjangan tersebut manajemen Jiwasraya akan membayarkan bunga di muka mencapai 7% per tahun atau 7,4% nett per tahun.

Adapun laporan keuangan perusahaan juga dianggap janggal. Dalam laporan keuangan 2018 disebutkan bahwa laba bersih mencapai Rp 2,4 triliun. Padahal keuntungan riilnya hanya Rp 360 miliar, ini yang mengindikasikan adanya kebohongan publik.

Prahara Gagal Bayar Jiwasraya
[Gambas:Video CNBC]
PT Pos Indonesia (Persero)
Persoalan keuangan juga dialami Pos Indonesia, meskipun tak tercatat dalam bukunya ada kerugian. Merujuk pada laporan keuangan tahunan Pos Indonesia, laba bersih memang selalu dicatat. Setidaknya sejak tahun 2012, laba demi laba terus menghiasi halaman laporan keuangan.

Teranyar, pada tahun 2018 Pos mencatat laba bersih sebesar Rp 127 miliar atau turun dari posisi 2017 yang sebesar Rp 355 miliar.

Tapi tunggu dulu. Dalam catatan arus kas, sejatinya kinerja Pos tidak bagus-bagus amat.

Tengok saja arus kas perusahaan kerap kali tercatat negatif. Sepanjang periode 2012-2018, perusahaan pos nasional tersebut hanya mampu membukukan arus kas positif sebanyak tiga kali. Sisanya berwarna merah alias negatif.

Teranyar pada tahun 2018, arus kas tercatat minus Rp 293 miliar.

Sebagai informasi, arus kas merupakan catatan uang riil yang keluar-masuk perusahaan selama menjalankan aktivitas bisnis selama satu tahun pencatatan. Saat nilainya negatif, artinya lebih banyak uang keluar daripada yang masuk.


Untuk sebagian industri, arus kas negatif tidak selalu menggambarkan kegiatan bisnis yang tidak sehat. Contohnya pada sektor konstruksi, dimana pembayaran memang biasanya dilakukan belakangan dan seringkali berbeda tahun pencatatan.

Namun untuk industri jasa pengiriman yang biasanya pembayaran dilakukan di depan, arus kas negatif menandakan model bisnis yang tidak efisien.

Dampaknya, posisi kas PT Pos Indonesia cenderung mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2018, posisi kas hanya sebesar Rp 2,64 triliun atau terendah sejak tahun 2012.

Andaikan tidak ada subsidi pemerintah atas Public Services Obligation (PSO) sejatinya PT Pos Indonesia seringkali mengalami kerugian.

Sebagai informasi PSO merupakan mandat dari pemerintah untuk mengenakan biaya kepada konsumen di bawah harga keekonomian.

Besarnya tak main-main. Pada tahun 2018, besar subsidi PSO untuk PT Pos mencapai Rp 345 miliar. Pun sejak tahun 2015 besar subsidi tersebut berada di kisaran Rp 350 miliar-an.

Bayangkan saja, laba bersih Rp 127 miliar, sementara ada subsidi Rp 345 miliar. Selisihnya mencapai Rp 218 miliar.

Laba bersih komprehensif perseroan yang tercatat dalam laporan keuangan tersebut juga masih mengandalkan revaluasi aset, yang contohnya masih tercatat di 2018 sebesar Rp 643,95 miliar dan pada 2017 senilai Rp 1,38 triliun.

Naiknya laba komprehensif tersebut tentu dapat menjadi faktor pendorong moral PT Pos seakan-akan tidak membukukan rugi bersih, tetapi riilnya tentu berbeda.

Selain itu, Pos Indonesia dari awal tahun sudah mulai melakukan pengurangan jumlah karyawan.

PT Pos Diserang Isu Bangkrut
[Gambas:Video CNBC] PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
Terakhir yang paling hangat adalah awan mendung masih menggelayuti nasib Krakatau Steel (KRAS). Perusahaan baja milik negara ini bertubi-tubi didera persoalan.

Perseroan didera kerugian selama 7 tahun berturut-turut, utang menggunung, isu PHK massal, hingga mundurnya komisaris independen belum lama ini.

Berbagai upaya dilakukan mulai dari restrukturisasi bisnis, restrukturisasi organisasi hingga restrukturisasi utang. Direktur Utama KRAS Silmy Karim pernah mengatakan perseroan menargetkan efisiensi atau perampingan sekitar 2.400 karyawan organik di perusahaan induk hingga tahun depan, baik itu melalui natural retirement, pengalihan tenaga kerja ke anak perusahaan, maupun program pensiun dini.


Setidaknya ada 800 karyawan yang akan memasuki masa pensiun hingga tahun depan serta pengalihan 600 karyawan dari perusahaan induk ke anak-anak perusahaan KS.

Berdasarkan laporan keuangan KRAS 2018, tercatat utang mencapai US$ 2,49 miliar, naik 10,45% dibandingkan 2017 sebesar US$ 2,26 miliar. Utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan utang jangka panjang sebesar US$ 899,43 juta.

Selain itu soal pabrik baja dengan sistem Blast Furnace juga dikritisi karena berpotensi memicu kerugian KRAS. Persiapan operasi Project Blast Furnace KRAS dimulai sejak 2011. Saat ini sedang dimulai beroperasi, dan perseroan sudah mengeluarkan uang sekitar US$ 714 juta atau setara Rp 10 triliun. Terjadi over-run atau membengkak Rp 3 triliun, dari rencana semula Rp 7 triliun.

Polemik terakhir yang mencuat ke permukaan adalah pernyataan komisaris independen perseroan Roy Maningkas yang mundur dari jabatannya karena ada perbedaan pendapat soal proyek Blast Furnace. Roy menyebutkan, perseroan berpotensi rugi hingga Rp 1,3 triliun jika proyek ini diteruskan.

Roy juga sempat menyebutkan, bahwa KRAS sudah dijarah habis-habisan sehingga utang menumpuk hingga Rp 30 triliun.

Bahkan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla juga mengamini permasalahan yang sedang terjadi di KRAS tersebut.

"Memang KS itu seperti yang kita ketahui memiliki kesulitan keuangan yang berat dan utang yang begitu besar hingga Rp30 T dan kita menyayangkan itu. Ini kan persoalan lama bukan persoalan baru, persoalan sejak beberapa puluhan tahun masalahnya," katanya di Jakarta, Selasa (23/7).

Komisaris KRAS Buka-bukaan soal Proyek Blast Furnace
[Gambas:Video CNBC]
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular