The Fed Bikin Harga Minyak Menguat, Kok Bisa?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 July 2019 09:44
The Fed akan mengumumkan suku bunga pada 31 Juli (1 Agustus waktu Indonesia) dan hampir pasti akan ada pemangkasan sebesar 25 basis poin menjadi 2,00%-2,25%.
Foto: kotkoa / Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah menguat pada perdagangan Senin (29/7/19), kali ini bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) yang membuat emas hitam ini ke zona hijau.

Minyak mentah jenis Brent dan West Texas Intermediate (WTI) pada perdagangan Senin kemarin masing-masing menguat 0,39% dan 1,2%. Sementara pada perdagangan hari ini Selasa (30/7/19) pukul 9:05 WIB, minyak Brent diperdagangkan di kisaran US$ 64,03/barel atau menguat 0,5%, sementara WTI di level US$ 57,21/barel atau menguat 0,6%.



The Fed akan mengumumkan suku bunga pada 31 Juli (1 Agustus waktu Indonesia) dan hampir pasti akan ada pemangkasan sebesar 25 basis poin menjadi 2,00%-2,25%.

Pemangkasan suku bunga oleh bank sentral paling powerful di dunia tersebut diharapkan dapat memacu laju perekonomian AS. Jika roda perekonomian sudah berakselerasi, permintaan minyak mentah bisa meningkat, hal ini lah yang mendongkrak kenaikan sejak Senin kemarin.

Selain itu, pelambatan pertumbuhan ekonomi di AS pada kuartal-II 2019 juga tidak sedalam prediksi pelaku pasar. Hal itu bisa menjadi indikasi jika permintaan minyak mentah juga tidak melambat terlalu dalam.

Departemen Perdagangan AS pada hari Jumat (26/7/19) melaporkan pembacaan awal PDB (advance GDP) kuartal-II 2019 tumbuh 2,1% turun dari sebelumnya 3,1%.

Pertumbuhan tersebut menjadi yang terendah sejak kuartal-I 2017 saat Donald Trump resmi dilantik menjadi Presiden AS ke-45. Namun, PDB di kuartal-II 2019 masih lebih tinggi dari prediksi Wall Street sebesar 2,0%, dan hasil survei CNBC/ Moody's Analytics Rapid Update yang memprediksi sebesar 1,8%.



Harga minyak mentah juga terbantu berlarut-larutnya ketegangan di Timur Tengah antara Iran dengan pihak Barat khususnya Inggris yang dikhawatirkan bisa mengganggu jalur distribusi dari kawasan tersebut.

Negosiasi dagang antara AS-China yang akan kembali dimulai juga menjadi perhatian. Meski diperkirakan akan berlangsung hingga enam bulan, tetapi setidaknya harapan akan tercapainya damai dagang kembali muncul.

Perang dagang kedua negara merupakan biang keladi pelambatan ekonomi global yang membuat outlook permintaan minyak mentah menjadi suram.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Corona Bikin Panik Lagi, Harga Minyak Mentah Gak Jadi Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular