
Corona Bikin Panik Lagi, Harga Minyak Mentah Gak Jadi Naik

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kontrak futures (berjangka) minyak mentah bergerak stagnan pada perdagangan pekan ini. Kini kontrak emas hitam yang aktif diperjualbelikan itu sempat melesat pada awal pekan sebelum akhirnya terkoreksi pada hari-hari terakhir.
Kontrak Brent naik 0,56% ke US$ 55,41/barel sementara kontrak West Texas Intermediate (WTI) turun 0,17% ke US$ 52,27/barel.
Terkoreksinya minyak mentah pada pekan-pekan terakhir sendiri akibat peningkatan tajam kasus Covid-19 yang terjadi di China menjadi faktor pemicu turunnya harga minyak mentah. Selama ini kenaikan permintaan minyak dari China menjadi salah satu penopangtren bullishharga minyak selain karena kebijakan pemangkasan produksi oleh para anggota OPEC+.
Peningkatan kasus Covid-19 di China berpotensi menurunkan permintaan dan konsumsi bahan bakar. Apalagi situasinya sekarang adalah menjelang perayaan tahun baru Imlek yang biasanya diwarnai dengan aksi mudik atau jalan-jalan oleh warga China.
Reuters melaporkan Shang Hai sudah melaporkan adanya kasus transmisi lokal setelah dua bulan. Pemerintah di daerah yang belum terkena wabah Covid-19 yang signifikan mulai melakukan langkah antisipasi dengan menerapkan pembatasan aktivitas.
Beijing mendesak orang-orang untuk tidak bepergian selama liburan tahun baru Imlek yang akan datang. Puluhan juta pekerja di perkotaan terancam gagal kembali ke desa mereka.
Menurut laporan ANZ, pembatasan berupa lockdown yang kembali marak membuat industri penerbangan global kembali tertekan. Jumlah penerbangan global drop sampai 25%. Hal ini kemungkinan besar akan membebani permintaan bahan bakar jet yang merupakan produk turunan minyak mentah.
Selanjutnya, Dalam laporan terbarunya, IEA merevisi turun pertumbuhan permintaan minyak sebesar 0,3 juta barel per hari (bph) menjadi 5,5 juta bph. Menurut IEA, total permintaan minyak global di tahun 2021 mencapai 96,6 juta bph. Untuk kuartal pertama tahun ini, IEAmemprediksi permintaan minyak bakal mencapai 94,1 juta bph.
Lonjakan kasus Covid-19 dan kembali diterapkannya pembatasan sosial seperti lockdown di banyak negara menjadi alasan utama mengapa lembaga yang berbasis di Paris tersebut memangkas turun proyeksi pertumbuhan permintaan si emas hitam.
Menurut laporan IEA peluncuran program vaksinasi Covid-19 secara global akan menggeser dinamika penawaran dan permintaan ke arah yang lebih positif. Namun pemulihan permintaan membutuhkan waktu yang lebih lama karena adanya lockdown di sejumlah negara membebani penjualan bahan bakar.
Lockdown memang banyak diterapkan di mana-mana. Namun dengan kebijakan pemangkasan produksi oleh para produsen membuat pasar kalem dan harga minyak tak berguguran seperti yang terjadi awal tahun lalu.
Aliansi para kartel minyak yang disebut sebagai OPEC+, telah memangkas produksi minyak dengan jumlah yang besar tahun lalu. Ini merupakan suatu upaya untuk mengerek naik harga minyak mentah yang anjlok signifikan pada kuartal pertama tahun 2020.
OPEC+ awalnya setuju untuk memangkas produksi sebesar 9,7 juta bph, sebelum mengurangi pemotongan menjadi 7,7 juta bph dan akhirnya turun kembali menjadi 7,2 juta dari Januari.
Pemimpin de facto OPEC yakni Arab Saudi sejak itu mengatakan pihaknya berencana untuk memangkas produksi dengan tambahan 1 juta bph pada bulan Februari dan Maret untuk mencegah terjadinya penumpukan stok yang bisa menyebabkan harga anjlok.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Permintaan Diramal Pulih, Harga Minyak Mentah 'Terbang' Lagi