
Demi Efisiensi, Emiten Logistik Ini Masuk Sistem Blockchain
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
29 July 2019 17:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten logistik dan transportasi PT Dewata Freightinternational Tbk (DEAL) tengah menyiapkan sistem e-logistic dengan sistem blockchain untuk memperkuat bisnisnya. Sejak 2018, emiten berkode saham DEAL ini telah menggunakan sistem blockchain dan memberikan tingkat efisiensi hingga 15%.
Komisaris Dewata Freightinternational Rico Rustombi mengatakan dengan sistem blockchain ini bisa menghubungkan orang-orang yang memiliki gudang, logistik, dan pengemasan sehingga tergabung dalam satu sistem.
Pada prinsipnya, blockchain adalah sistem pencatatan transaksi di banyak database yang tersebar di banyak komputer yang memuat catatan yang identik.
"Tapi kami belum merumuskan sampai cryptocurrency-nya, ini enggak mudah dan butuh waktu. Jadi sekarang masih menggunakan konvensional pembayarannya," kata Rico di Jakarta, Senin (29/07/2019).
Menurut Rico, selama ini tingginya biaya logistik di Indonesia karena tidak ada sistem yang terintegrasi. Apalagi dari sisi regulasi dan infrastruktur masih belum siap. Rico menilai masih ada pungutan dan clearance panjang yang membebani biaya.
"Menurunkan biaya logistik itu bukan dengan membangun pelabuhan baru, tapi benahi sistemnya. Efisiensi dan utilisasi terhadap pelabuhan yang tersedia, dan masalah traffic sendiri di dalamnya," ujar Rico yang juga Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Logistik dan Rantai Pasok.
Dengan sistem blockchain, katanya, maka semuanya bisa transparan, tidak ada pungutan liar, dan semua bisa terekam di setiap mata rantainya.
Menurut Rico, perseroan sebagai pelaku usaha bidang forwarder juga menggunakan banyak dokumentasi, dengan sistem blockchain maka perusahaan menjadi terhubung dengan perusahaan logistik global.
"Dengan sistem ini kami terkoneksi by sistem dengan shipping line seluruh dunia," ujar Rico.
Sistem logistik yang ada saat ini menurutnya tidak efektif karena terlalu banyak lapisan di otoritas pelabuhan di dalamnya. Pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) di beberapa tempat pun tidak efektif karena tidak jelas sistem logistik yang digunakan dan insentifnya.
"Layer dari pelabuhan saja, BUMN banyak anak perusahaannya, secara cost kita enggak akan compete dengan Malaysia, Singapura, Fhilipina, dan Thailand, semua karena regulasi juga," ujar Rico.
Sebelumnya Dewata Freightinternational berencana melakukan penambahan modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias rights issue dengan menerbitkan sebanyak-banyaknya 280 juta saham baru.
Dalam prospektus singkat yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia, DEAL belum mengungkapkan harga pelaksanaan rights issue. Perseroan hanya menentukan jumlah saham baru dengan nilai nominal Rp 100/saham. "Harga penawaran [rights issue] akan ditentukan kemudian," tulis manajemen perseroan, Kamis (11/4/2019).
Data BEI mencatat, pada perdagangan Senin ini (29/7/2019), harga rata-rata saham DEAL berada di level Rp 1.185/saham dengan kapitalisasi pasar Rp 1,31 triliun.
Dengan asumsi harga rata-rata ini, maka perseroan bisa saja mengantongi dana hingga Rp 332 miliar. Rencana rights issue ini akan meningkatkan modal ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan sekitar 20% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah pelaksanaan aksi korporasi ini.
Perseroan bermaksud menggunakan seluruh dana rights issue ini untuk mengakuisisi 51,00% saham PT Atlas Dayana Kapital (ADK) milik Rico Rustombi dan Deddy Happy Hardi, yang telah dikeluarkan dalam ADK.
(tas) Next Article Mau Akuisisi, Dewata Freightinternational Siap Rights Issue
Komisaris Dewata Freightinternational Rico Rustombi mengatakan dengan sistem blockchain ini bisa menghubungkan orang-orang yang memiliki gudang, logistik, dan pengemasan sehingga tergabung dalam satu sistem.
Pada prinsipnya, blockchain adalah sistem pencatatan transaksi di banyak database yang tersebar di banyak komputer yang memuat catatan yang identik.
"Tapi kami belum merumuskan sampai cryptocurrency-nya, ini enggak mudah dan butuh waktu. Jadi sekarang masih menggunakan konvensional pembayarannya," kata Rico di Jakarta, Senin (29/07/2019).
Menurut Rico, selama ini tingginya biaya logistik di Indonesia karena tidak ada sistem yang terintegrasi. Apalagi dari sisi regulasi dan infrastruktur masih belum siap. Rico menilai masih ada pungutan dan clearance panjang yang membebani biaya.
"Menurunkan biaya logistik itu bukan dengan membangun pelabuhan baru, tapi benahi sistemnya. Efisiensi dan utilisasi terhadap pelabuhan yang tersedia, dan masalah traffic sendiri di dalamnya," ujar Rico yang juga Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Logistik dan Rantai Pasok.
Dengan sistem blockchain, katanya, maka semuanya bisa transparan, tidak ada pungutan liar, dan semua bisa terekam di setiap mata rantainya.
Menurut Rico, perseroan sebagai pelaku usaha bidang forwarder juga menggunakan banyak dokumentasi, dengan sistem blockchain maka perusahaan menjadi terhubung dengan perusahaan logistik global.
"Dengan sistem ini kami terkoneksi by sistem dengan shipping line seluruh dunia," ujar Rico.
Sistem logistik yang ada saat ini menurutnya tidak efektif karena terlalu banyak lapisan di otoritas pelabuhan di dalamnya. Pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) di beberapa tempat pun tidak efektif karena tidak jelas sistem logistik yang digunakan dan insentifnya.
"Layer dari pelabuhan saja, BUMN banyak anak perusahaannya, secara cost kita enggak akan compete dengan Malaysia, Singapura, Fhilipina, dan Thailand, semua karena regulasi juga," ujar Rico.
Dalam prospektus singkat yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia, DEAL belum mengungkapkan harga pelaksanaan rights issue. Perseroan hanya menentukan jumlah saham baru dengan nilai nominal Rp 100/saham. "Harga penawaran [rights issue] akan ditentukan kemudian," tulis manajemen perseroan, Kamis (11/4/2019).
Data BEI mencatat, pada perdagangan Senin ini (29/7/2019), harga rata-rata saham DEAL berada di level Rp 1.185/saham dengan kapitalisasi pasar Rp 1,31 triliun.
Dengan asumsi harga rata-rata ini, maka perseroan bisa saja mengantongi dana hingga Rp 332 miliar. Rencana rights issue ini akan meningkatkan modal ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan sekitar 20% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah pelaksanaan aksi korporasi ini.
Perseroan bermaksud menggunakan seluruh dana rights issue ini untuk mengakuisisi 51,00% saham PT Atlas Dayana Kapital (ADK) milik Rico Rustombi dan Deddy Happy Hardi, yang telah dikeluarkan dalam ADK.
(tas) Next Article Mau Akuisisi, Dewata Freightinternational Siap Rights Issue
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular