Beban Berat Krakatau Steel, Menteri Rini Lepas Tangan

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
29 July 2019 13:30
Rini Soemarno menyerahkan permasalahan yang dialami PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) kepada manajemen.
Foto: Rini soemarno menteri BUMN di acara pencatatan perdana KIK Dinfra toll road mandiri 001. (CNBC Indonesia/Shalini)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyerahkan permasalahan yang dialami PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) kepada manajemen perusahaan. Persoalan KRAS saat ini terutama berkaitan dengan upaya perusahaan dalam merestrukturisasi utang hingga Rp 30 triliun.

Hal tersebut dikemukakan Rini usai menggelar rapat secara tertutup dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (29/7/2019).

"Tanya sama KS dong. Itu kan proses B to B [business to business]. Ya jalan seperti apa adanya," tegas Rini.

Kondisi perusahaan baja pelat merah itu memang sangat berat. Utang perusahaan mencapai Rp 30 triliun, Komisaris Krakatau Steel, Roy Edison Maningkas, sebelumnya mengatakan BUMN baja ini dijarah habis-habisan.


Namun Rini Soemarno, saat ditemui di Istana Bogor pekan lalu, mengatakan bahwa kondisi Krakatau Steel baik-baik saja, dan mengklaim kondisi Krakatau Steel jauh lebih baik saat ini, meskipun tak memungkiri perlu perbaikan internal di perusahaan baja berbasis di Cilegon, Banten itu.

Pada kesempatan itu, Rini mengaku sama sekali belum mengetahui kabar pengunduran diri Roy Maningkas tersebut, meskipun kabar ini sudah tersebar luas di masyarakat.


Seperti diketahui, komisaris independen KRAS Roy Maningkas secara resmi mengajukan surat pengunduran diri kepada Kementerian BUMN.

Salah satu alasan Roy Maningkas mengundurkan diri, didasari oleh pengujian proyek pabrik hot metal dengan teknologi blast furnace yang dipaksakan untuk selesai dalam 2 bulan agar dapat diterima Krakatau Steel.

Padahal, menurut dia, begitu banyak item yang harus diuji keandalan dan keamanan, tidak mungkin hanya diuji dalam 2 bulan, sementara kontraknya minimal 6 bulan pengujian.

Roy mengungkapkan bahwa kondisi perusahaan yang merugi dalam 7 tahun terakhir dan ditambah dengan persoalan utang hingga lebih dari Rp 30 triliun menunjukkan KRAS butuh strategi yang revolusioner.

"Revolusioser bukan evolusioner, misalnya KRAS enggak bisa bertarung di steel mill [pabrik baja], kita kan punya industri pendukung yang untung, misalnya kawasan industri, pengolahan air, itu besar, kenapa enggak fokus ke sana [diversifikasi bisnisnya]," kata Roy kepada CNBC Indonesia, Rabu (24/7/2019).

Silmy Karim, Direktur Utama Krakatau Steel mengatakan dalam upaya memperbaiki kondisi perusahaan, pihaknya berencana menambah modal melalui mekanisme rights issue atau penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) pada kuartal keempat tahun ini.

Saat ini pihaknya sudah mengantongi izin dari Dewan Perwakilan Rakyat menerbitkan HMETD sebesar 10% dari modal yang ditempatkan perseroan. Hanya saja, Silmy belum merinci, berapa target dana yang akan dihimpun dalam aksi korporasi tersebut.

Upaya ini, lanjut Silmy sejalan dengan upaya KRAS melakukan restrukturisasi utang dan memperbaiki kinerja perseroan.

"Fokus sekarang melakukan restrukturisasi utang dan bisnis, bagaimana kita mengoptimalisasi anak usaha. Paling cepat kuartal IV tahun ini [rights issue]," kata Silmy Karim di Bursa Efek Indonesia, Jumat (19/7/2019).


Simak perbincangan soal desakan agar KRAS melakuakn strategi revolusioner.


[Gambas:Video CNBC]

(tas) Next Article KRAS Raih Pendapatan US$ 689,8 Juta di Kuartal I 2023

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular