
Marak Saham Gorengan, Suspensi & UMA Dinilai Tak Mempan
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
22 July 2019 15:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Tindakan otoritas bursa menghentikan sementara perdagangan saham (suspensi) dan pemantauan saham yang harganya bergerak di luar kebiasaan atau UMA (Unusual Market Activity) dinilai belum cukup ampuh menangkal saham-saham gorengan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Saham gorengan, sederhananya adalah saham-saham yang ditransaksikan di bursa yang mengalami kenaikan harga yang sangat signifikan, bahkan bisa juga turun drastis tanpa disertai fundamental yang jelas dari perusahaan tersebut.
Kepala Riset PT Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan menilai, fenomena ini bukanlah hal baru di pasar modal Tanah Air. Padahal, ini bisa merugikan investor pemula yang tergiur kenaikan harga saham yang tinggi dalam waktu singkat.
"Bagi investor pemula yang masih awam, ini bisa menjadi jebakan," kata Alfred kepada CNBC Indonesia, Senin (22/7/2019).
Sebagai contoh, kata dia, saham emiten pendatang baru yakni PT Bliss Properti Indonesia Tbk (POSA). POSA menjadi saham dengan penurunan harga terdalam yakni mencapai 64,21% dari Rp 570/saham di awal pekan (15/7) menjadi Rp 204/saham pada Jumat lalu (19/7).
Data perdagangan BEI mencatat, dalam sebulan perdagangan terakhir, saham perusahaan yang dimiliki juga oleh Michael Riady, generasi ketiga konglomerasi bisnis Grup Lippo ini, amblas 29,17%.
Mengacu data BEI, saham POSA masuk radar UMA pada 26 Juni 2019, namun hingga kini, sahamnya belum disuspensi oleh otoritas bursa. Alfred menekankan pentingnya investor bersikap rasional dan kembali melihat pada fundamental perusahaan.
"Suspensi dan UMA tidak bisa menghalangi terjadinya proses [saham gorengan] karena sudah irasional," ujarnya.
Dengan banyaknya saham gorengan, lanjutnya, pasar modal Tanah Air hanya akan tumbuh secara kualitatif, bukan kuantitatif. Karena itu, ia mendorong literasi mengenai pasar modal terus digalakkan, utamanya bagi investor pemula.
Analis PT Investa Saran Mandiri Hans Kwee juga menyarankan agar investor tak mudah tergoda dengan saham-saham yang baru tercatat di BEI (IPO) tapi bergerak naik tidak wajar. Ada baiknya jika investor terlebih dahulu memperhatikan mengenai fundamental perusahaan.
"Lihat fundamental perusahaan, apa kinerjanya jadi tidak bisa sembarangan membeli. Namanya pasar ada demand ya harganya naik," tegas dia.
Simak deretan IPO bernilai jumbo.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Kok Marak Saham Gorengan sih! Apa Kata BEI?
Saham gorengan, sederhananya adalah saham-saham yang ditransaksikan di bursa yang mengalami kenaikan harga yang sangat signifikan, bahkan bisa juga turun drastis tanpa disertai fundamental yang jelas dari perusahaan tersebut.
Kepala Riset PT Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan menilai, fenomena ini bukanlah hal baru di pasar modal Tanah Air. Padahal, ini bisa merugikan investor pemula yang tergiur kenaikan harga saham yang tinggi dalam waktu singkat.
"Bagi investor pemula yang masih awam, ini bisa menjadi jebakan," kata Alfred kepada CNBC Indonesia, Senin (22/7/2019).
Sebagai contoh, kata dia, saham emiten pendatang baru yakni PT Bliss Properti Indonesia Tbk (POSA). POSA menjadi saham dengan penurunan harga terdalam yakni mencapai 64,21% dari Rp 570/saham di awal pekan (15/7) menjadi Rp 204/saham pada Jumat lalu (19/7).
Data perdagangan BEI mencatat, dalam sebulan perdagangan terakhir, saham perusahaan yang dimiliki juga oleh Michael Riady, generasi ketiga konglomerasi bisnis Grup Lippo ini, amblas 29,17%.
Mengacu data BEI, saham POSA masuk radar UMA pada 26 Juni 2019, namun hingga kini, sahamnya belum disuspensi oleh otoritas bursa. Alfred menekankan pentingnya investor bersikap rasional dan kembali melihat pada fundamental perusahaan.
"Suspensi dan UMA tidak bisa menghalangi terjadinya proses [saham gorengan] karena sudah irasional," ujarnya.
Dengan banyaknya saham gorengan, lanjutnya, pasar modal Tanah Air hanya akan tumbuh secara kualitatif, bukan kuantitatif. Karena itu, ia mendorong literasi mengenai pasar modal terus digalakkan, utamanya bagi investor pemula.
"Lihat fundamental perusahaan, apa kinerjanya jadi tidak bisa sembarangan membeli. Namanya pasar ada demand ya harganya naik," tegas dia.
Simak deretan IPO bernilai jumbo.
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Kok Marak Saham Gorengan sih! Apa Kata BEI?
Most Popular