
Jika Bunga Acuan Dikurangi, Yakin RI Masih Tetap Seksi?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 July 2019 11:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan suku bunga acuan terbaru. Pelaku pasar punya ekspektasi tinggi, Gubernur BI, Perry Warjiyo dan sejawat akan menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate.
Namun kemudian muncul pertanyaan. Kalau suku bunga diturunkan, apakah berinvestasi di pasar keuangan Indonesia jadi tidak menarik? Lalu bagaimana nasib Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan pasar obligasi? Apakah ada risiko pelemahan?
Pertanyaan seperti itu wajar kok. Keputusan BI menaikkan suku bunga acuan sampai enam kali tahun lalu adalah untuk menjaga daya tarik pasar keuangan Indonesia. Dengan iming-iming suku bunga tinggi, investor diharapkan mau masuk sehingga memperkuat IHSG dkk.
Baca:
Kenaikan Bunga Acuan 50 Bps untuk Pancing Hot Money
Namun kalau melihat pengalaman di beberapa negara tetangga, penurunan suku bunga acuan tidak otomatis membuat pasar keuangan menjadi sepi peminat. Bahkan yang ada malah investor memberikan apresiasi.
Buktinya di India. Bank Sentral India (RBI) bahkan sudah tiga kali menurunkan suku bunga acuan tahun ini, yaitu pada Februari, April, dan Juni.
Bagaimana dengan pasar keuangan India? Apakah terjadi koreksi? Tidak.
Sejak awal Februari hingga kemarin, indeks Sensex malah menguat tajam 7.53%. Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Negeri Bollywood turun drastis 125,5 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan.
Derasnya arus modal di pasar keuangan membuat mata uang rupee India perkasa. Sejak awal Februari sampai kemarin, rupee menguat 3,63% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Impresif.
Bukti lain adalah di Malaysia. Bank Sentral Malaysia (BNM) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Mei lalu. Penurunan pertama sejak Juli 2016.
Serupa dengan di India, pasar keuangan Negeri Harimau Malaya baik-baik saja. Bahkan menguat signifikan.
Indeks KLCI sejak Mei hingga kemarin melonjak 1,55% dan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun 17,6 bps. Akibatnya, mata uang ringgit terapresiasi 0,47% terhadap greenback.
Belum cukup? Oke, sekarang kita menuju ke Negeri K-Pop, Korea Selatan.
Hari ini, Bank Sentral Korea Selatan (BoK) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps ke 1,5%. Langkah ini mengejutkan pasar, karena konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan penurunan suku bunga acuan baru terjadi bulan depan.
Sejauh ini hasilnya lumayan, sepertinya pelaku pasar memberi apresiasi. Pada pukul 09:55 WIB, indeks Kospi memang melemah 0,27% seperti halnya mayoritas indeks saham lainnya di Asia.
Namun yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun 4,9 bps. Sementara mata uang won menguat 0,09% di hadapan dolar AS.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Namun kemudian muncul pertanyaan. Kalau suku bunga diturunkan, apakah berinvestasi di pasar keuangan Indonesia jadi tidak menarik? Lalu bagaimana nasib Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan pasar obligasi? Apakah ada risiko pelemahan?
Pertanyaan seperti itu wajar kok. Keputusan BI menaikkan suku bunga acuan sampai enam kali tahun lalu adalah untuk menjaga daya tarik pasar keuangan Indonesia. Dengan iming-iming suku bunga tinggi, investor diharapkan mau masuk sehingga memperkuat IHSG dkk.
Kenaikan Bunga Acuan 50 Bps untuk Pancing Hot Money
Namun kalau melihat pengalaman di beberapa negara tetangga, penurunan suku bunga acuan tidak otomatis membuat pasar keuangan menjadi sepi peminat. Bahkan yang ada malah investor memberikan apresiasi.
Buktinya di India. Bank Sentral India (RBI) bahkan sudah tiga kali menurunkan suku bunga acuan tahun ini, yaitu pada Februari, April, dan Juni.
Bagaimana dengan pasar keuangan India? Apakah terjadi koreksi? Tidak.
Sejak awal Februari hingga kemarin, indeks Sensex malah menguat tajam 7.53%. Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Negeri Bollywood turun drastis 125,5 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan.
Derasnya arus modal di pasar keuangan membuat mata uang rupee India perkasa. Sejak awal Februari sampai kemarin, rupee menguat 3,63% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Impresif.
Bukti lain adalah di Malaysia. Bank Sentral Malaysia (BNM) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Mei lalu. Penurunan pertama sejak Juli 2016.
Serupa dengan di India, pasar keuangan Negeri Harimau Malaya baik-baik saja. Bahkan menguat signifikan.
Indeks KLCI sejak Mei hingga kemarin melonjak 1,55% dan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun 17,6 bps. Akibatnya, mata uang ringgit terapresiasi 0,47% terhadap greenback.
Belum cukup? Oke, sekarang kita menuju ke Negeri K-Pop, Korea Selatan.
Hari ini, Bank Sentral Korea Selatan (BoK) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps ke 1,5%. Langkah ini mengejutkan pasar, karena konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan penurunan suku bunga acuan baru terjadi bulan depan.
Sejauh ini hasilnya lumayan, sepertinya pelaku pasar memberi apresiasi. Pada pukul 09:55 WIB, indeks Kospi memang melemah 0,27% seperti halnya mayoritas indeks saham lainnya di Asia.
Namun yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun 4,9 bps. Sementara mata uang won menguat 0,09% di hadapan dolar AS.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular