
Analisis
Sektor Produsen Deflasi, Bagaimana Poundsterling Bisa Naik?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 July 2019 17:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang poundsterling terlihat sulit bangkit dari level terlemah sejak April 2017 pada perdagangan Rabu (17/7/19) setelah data menunjukkan sektor produsen Inggris mengalami deflasi.
Data tersebut semakin memperburuk sentimen terhadap mata uang berjulukan the cable ini di tengah kemungkinan terjadinya Hard Brexit.
Data yang dirilis Office for National Statistic (ONS) melapokan kenaikan harga-harga di sektor konsumen atau indeks harga konsumen (Consumer Price Index/CPI) bulan Juni sebesar 2% year-on-year (YoY) atau mengalami inflasi. Secara bulanan atau month-on-month (MoM) inflasi stagnan 0%.
Sementara sektor produsen atau indeks harga produsen (Producer Price Index/PPI) turun (deflasi) 0,3% YoY dari bulan Mei yang naik 1,4% YoY. Sementara untuk bulanan mengalami penurunan 1,4% MoM atau mengalami deflasi lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yang turun 1,0% MoM.
Deflasi yang dialami produsen tentunya akan menurunkan harga jual produknya, nantinya berdampak pada penurunan inflasi sektor konsumen.
Jika inflasi konsumen semakin rendah, tekanan bagi bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) untuk menurunkan suku bunga semakin kuat. Tidak seperti bank sentral utama dunia lainnya, BoE di bawah Mark Carney menjadi bank sentral utama yang belum mengambil sikap dovish (akan melonggarkan kebijakan moneter).
Rilis data tersebut membuat poundsterling gagal bangkit dan kembali ke zona merah. Pada pukul 16:52 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2406, mengutip kuotasi MetaTrader 5.
Analisis Teknikal
Pada grafik harian, poundsterling yang disimbolkan GBP/USD bergerak di bawah rerata pergerakan (Moving Average/MA) 8 hari (garis merah), MA 21 hari (garis hijau) serta 125 hari (garis biru).
Sementara indikator rerata pergerakan konvergen divergen (MACD) masih berada di zona negatif yang memberikan gambaran potensi penurunan dalam jangka menengah.
Pada time frame 30 menit, GBP/USD bergerak di bawah MA 8, 21, tetapi di bawah 125. Indikator Stochastic bergerak naik namun masih berada di tengah-tengah antara level jenuh beli (overbought) dan jenuh jual (oversold).
Poundsterling saat ini bergerak di kisaran US$ 1,2400, jika kembali bergerak konsisten di bawah level tersebut pound berpotensi turun ke US$ 1,2361. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka peluang ke US$ 1,2333.
Sebaliknya jika bertahan di atas US$ 1,2400, pound memiliki peluang menguat ke US$ 1,2441.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Parlemen Inggris Kembali dari Reses, Pound Siap Terbang?
Data tersebut semakin memperburuk sentimen terhadap mata uang berjulukan the cable ini di tengah kemungkinan terjadinya Hard Brexit.
Data yang dirilis Office for National Statistic (ONS) melapokan kenaikan harga-harga di sektor konsumen atau indeks harga konsumen (Consumer Price Index/CPI) bulan Juni sebesar 2% year-on-year (YoY) atau mengalami inflasi. Secara bulanan atau month-on-month (MoM) inflasi stagnan 0%.
Deflasi yang dialami produsen tentunya akan menurunkan harga jual produknya, nantinya berdampak pada penurunan inflasi sektor konsumen.
Jika inflasi konsumen semakin rendah, tekanan bagi bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) untuk menurunkan suku bunga semakin kuat. Tidak seperti bank sentral utama dunia lainnya, BoE di bawah Mark Carney menjadi bank sentral utama yang belum mengambil sikap dovish (akan melonggarkan kebijakan moneter).
Rilis data tersebut membuat poundsterling gagal bangkit dan kembali ke zona merah. Pada pukul 16:52 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2406, mengutip kuotasi MetaTrader 5.
Analisis Teknikal
![]() Sumber: MetaTrader 5 |
Pada grafik harian, poundsterling yang disimbolkan GBP/USD bergerak di bawah rerata pergerakan (Moving Average/MA) 8 hari (garis merah), MA 21 hari (garis hijau) serta 125 hari (garis biru).
Sementara indikator rerata pergerakan konvergen divergen (MACD) masih berada di zona negatif yang memberikan gambaran potensi penurunan dalam jangka menengah.
![]() Sumber: MetaTrader 5 |
Pada time frame 30 menit, GBP/USD bergerak di bawah MA 8, 21, tetapi di bawah 125. Indikator Stochastic bergerak naik namun masih berada di tengah-tengah antara level jenuh beli (overbought) dan jenuh jual (oversold).
Poundsterling saat ini bergerak di kisaran US$ 1,2400, jika kembali bergerak konsisten di bawah level tersebut pound berpotensi turun ke US$ 1,2361. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka peluang ke US$ 1,2333.
Sebaliknya jika bertahan di atas US$ 1,2400, pound memiliki peluang menguat ke US$ 1,2441.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Parlemen Inggris Kembali dari Reses, Pound Siap Terbang?
Most Popular