
Sah! Hari Hari Ini RI Tambah Utang Syariah Rp 8 T
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
09 July 2019 17:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menerbitkan surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) senilai Rp 8 triliun dalam lelang rutin hari ini, sesuai target pemerintah.
Meskipun angka penerbitan tersebut sama dengan penerbitan sukuk dalam lelang sebelumnya serta setara dengan target indikatif yang diterbitkan pemerintah, tetapi penerbitan kali ini masih lebih tinggi daripada rerata penerbitan sejak awal tahun Rp 7,49 triliun.
Rilis Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu menunjukkan nilai penawaran peserta lelang sukuk tersebut mencapai Rp 36,83 triliun.
Meskipun di atas rerata penawaran lelang sejak awal tahun Rp 21,86 triliun, angka tersebut masih di bawah lelang sukuk sebelumnya Rp 40,19 triliun.
Hasil lelang itu menunjukkan bahwa investor masih memburu surat berharga negara (SBN) rupiah di tengah tren penguatan yang berlanjut terjadi hari ini.
SBN adalah obligasi pemerintah, dan yang berdenominasi rupiah dibagi menjadi surat utang negara (SUN) yang konvensional dan SBSN yang berprinsip syariah.
Hari ini, pasar SUN masih bergerak bervariasi meskipun sebagian besar seri acuan masih menguat.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat inverstor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 3,2 basis poin (bps) menjadi 7,59%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 9 Jul'19
Sumber: Refinitiv
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,15 poin (0,06%) menjadi 258,14 dari posisi kemarin 258,29.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 520 bps, menyempit dari posisi kemarin 251 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,06% dari posisi kemarin 2,03%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi tenor 3 bulan, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam SUN di atas level psikologis Rp 1.000 triliun SBN, tepatnya Rp 1.001 triliun atau 39,29% dari total beredar Rp 2.547 triliun berdasarkan data per 8 Juli.
Angka itu menjadi rekor baru setelah menyalip pencapaian pada data 5 Juli sebesar Rp 1.000,39 triliun.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 107,75 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun demikian, tingginya investor asing tersebut turut menyerupai pertumbuhan SBN yang diterbitkan pemerintah sehingga menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk meningkatkan produk domestik bruto (PDB) untuk menjaga rasio utang terhadap PDB menyamai posisi saat ini dan tidak naik.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas meskipun tidak dengan rupiah di pasar valas.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,57% sedangkan rupiah melemah 0,14%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, mayoritas masih terkoreksi dengan penguatan hanya terjadi di China dan Afsel.
Di negara maju, semua negara mengalami koreksi hari ini.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Sentimen Negatif Membalikkan Arah, Pasar SUN Ditutup Turun
Meskipun angka penerbitan tersebut sama dengan penerbitan sukuk dalam lelang sebelumnya serta setara dengan target indikatif yang diterbitkan pemerintah, tetapi penerbitan kali ini masih lebih tinggi daripada rerata penerbitan sejak awal tahun Rp 7,49 triliun.
Hasil lelang itu menunjukkan bahwa investor masih memburu surat berharga negara (SBN) rupiah di tengah tren penguatan yang berlanjut terjadi hari ini.
SBN adalah obligasi pemerintah, dan yang berdenominasi rupiah dibagi menjadi surat utang negara (SUN) yang konvensional dan SBSN yang berprinsip syariah.
Hari ini, pasar SUN masih bergerak bervariasi meskipun sebagian besar seri acuan masih menguat.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat inverstor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 3,2 basis poin (bps) menjadi 7,59%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 9 Jul'19
Seri | Jatuh tempo | Yield 8 Jul'19 (%) | Yield 9 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 9 Jul'19 |
FR0077 | 5 tahun | 6.787 | 6.759 | -2.80 | 6.7216 |
FR0078 | 10 tahun | 7.248 | 7.266 | 1.80 | 7.2523 |
FR0068 | 15 tahun | 7.624 | 7.592 | -3.20 | 7.5972 |
FR0079 | 20 tahun | 7.747 | 7.758 | 1.10 | 7.7393 |
Avg movement | -0.77 |
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,15 poin (0,06%) menjadi 258,14 dari posisi kemarin 258,29.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 520 bps, menyempit dari posisi kemarin 251 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,06% dari posisi kemarin 2,03%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi tenor 3 bulan, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 9 Jul'19 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 8 Jul'19 (%) | Yield 9 Jul'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.241 | 2.251 | 3 bulan-5 tahun | 37.5 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.88 | 1.913 | 2 tahun-5 tahun | 3.7 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.827 | 1.86 | 3 tahun-5 tahun | -1.6 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.844 | 1.876 | 3 bulan-10 tahun | 19 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.034 | 2.061 | 2 tahun-10 tahun | -14.8 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam SUN di atas level psikologis Rp 1.000 triliun SBN, tepatnya Rp 1.001 triliun atau 39,29% dari total beredar Rp 2.547 triliun berdasarkan data per 8 Juli.
Angka itu menjadi rekor baru setelah menyalip pencapaian pada data 5 Juli sebesar Rp 1.000,39 triliun.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 107,75 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Meskipun demikian, tingginya investor asing tersebut turut menyerupai pertumbuhan SBN yang diterbitkan pemerintah sehingga menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk meningkatkan produk domestik bruto (PDB) untuk menjaga rasio utang terhadap PDB menyamai posisi saat ini dan tidak naik.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas meskipun tidak dengan rupiah di pasar valas.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,57% sedangkan rupiah melemah 0,14%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, mayoritas masih terkoreksi dengan penguatan hanya terjadi di China dan Afsel.
Di negara maju, semua negara mengalami koreksi hari ini.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 8 Jul'19 (%) | Yield 9 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.26 | 7.3 | 4.00 |
China | 3.195 | 3.192 | -0.30 |
Jerman | -0.377 | -0.356 | 2.10 |
Perancis | -0.076 | -0.061 | 1.50 |
Inggris | 0.714 | 0.724 | 1.00 |
India | 6.562 | 6.6 | 3.80 |
Jepang | -0.148 | -0.137 | 1.10 |
Malaysia | 3.631 | 3.642 | 1.10 |
Filipina | 5.048 | 5.125 | 7.70 |
Rusia | 7.36 | 7.37 | 1.00 |
Singapura | 1.936 | 1.973 | 3.70 |
Thailand | 1.93 | 2.005 | 7.50 |
Amerika Serikat | 2.033 | 2.063 | 3.00 |
Afrika Selatan | 8.17 | 8.155 | -1.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Sentimen Negatif Membalikkan Arah, Pasar SUN Ditutup Turun
Most Popular