
NPL Sektor Konstruksi dan Perdagangan Naik, Berbahayakah?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 July 2019 10:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Indonesia tetap bergeliat di kuartal-II 2019, yang bisa dilihat dari pertumbuhan kredit yang cukup tinggi. Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI) pertumbuhan kredit di bulan Mei 2019 sebesar 11,05% year-on-year (YoY), sama dengan pertumbuhan bulan sebelumnya.
Non Performing Loan (NPL) atau rasio kredit bermasalah juga masih terjaga di level 2,61% di bulan Mei. Meski di beberapa sektor tercatat mengalami kenaikan, NPL di bawah 5% masih termasuk kategori sehat.
Sektor konstruksi misalnya, NPL di bulan Mei tercatat sebesar 3,79% dibandingkan posisi akhir 2018 sebesar 3,14%. Begitu juga dengan sektor perdagangan yang tercatat sebesar 4,13%, dibandingkan posisi akhir 2018 sebesar 3,37%.
Namun, meski mencatat kenaikan, NPL sektor konstruksi terbilang masih bagus jika melihat beberapa tahun ke belakang.
Apalagi jika melihat program pembangunan infrastruktur yang digalakkan Presiden Jokowi di periode I pemerintahannya, dan kemungkinan akan berlanjut di periode kedua, kredit yang dialirkan ke sektor konstruksi tentunya lebih besar dari sebelumnya. Data dari BI menunjukkan pertumbuhan kredit ke sektor ini sebesar 28,13% di bulan Mei secara year-on-year.
Besarnya kucuran modal ke sektor konstruksi bisa dilihat dari peningkatan utang tiga BUMN karya, Adhi Karya, Wijaya Karya, dan Waskita Karya.
Adhi Karya misalnya, jumlah utang dari bank mencatat kenaikan yang signifikan, di tahun 2014 sebesar Rp 771,5 miliar, melonjak naik menjadi Rp 4,8 triliun di akhir 2018. Posisi utang dari bank untuk Wijaya Karya di akhir 2018 sebesar Rp 7 triliun, sementara Waskita Karya sebesar Rp 48,7 triliun.
Namun, nyatanya kenaikan utang BUMN karya tersebut juga dibarengi dengan penurunan NPL sektor konstruksi, yang tentunya menjadi kabar bagus bagi industri perbankan. Pada akhir 2014, NPL sektor konstruksi tercatat sebesar 4,61%, kemudian terus menurun di tahun-tahun berikutnya menjadi 4,05% (2015), 3,86% (2016), 3,67% (2017), hingga mencapai 3,14% di akhir 2018.
Memasuki tahun 2019, NPL baru menunjukkan tren kenaikan hingga ke level 3,79% di bulan Mei, meski lebih baik dibandingkan bulan April sebesar 3,86%.
Melihat tren NPL sejak tahun 2014 tersebut, bisa dikatakan sektor konstruksi masih bagus bagi pengucuran kredit perbankan.
Halaman Selanjutnya >>>
NPL sektor perdagangan di bulan Mei naik cukup tajam menjadi 4,13%, dibandingkan dengan posisi akhir 2018 di level 3,79%. Yang menarik, peningkatan NPL terjadi saat pertumbuhan kredit hanya sebesar 7,24% dan menjadi pertumbuhan terendah dibandingkan dengan semua sektor.
Saat kredit yang disalurkan rendah, rasio kredit bermasalah justru meningkat, sektor perdagangan terlihat menjadi alarm kredit perbankan.
Data NPL sektor perdagangan sejak 2015 terlihat sejalan dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) dari survei penjualan eceran BI. Data yang dirilis BI menunjukkan rata-rata pertumbuhan IPR di tahun 2015 sebesar 13,65%, kemudian menurun menjadi 11,04% di tahun 2016, bahkan anjlok ke level 2,93% di 2017.
Sejalan dengan IPR, pertumbuhan kredit sektor perdagangan juga mengalami penurunan, pada tahun 2015 tercatat sebesar 11,2%, kemudian turun menjadi 6,4% (2016), dan 5,09% pada tahun 2017.
Begitu juga dengan NPL sektor perdagangan pada periode yang sama menunjukkan peningkatan dari 3,41% di tahun 2015 menjadi 4,10% di tahun 2016 dan 2017.
Pada tahun 2018 IPR mengalami peningkatan rata-rata pertumbuhan menjadi 3,72%, begitu juga pertumbuhan kredit perdagangan naik 9,40%, kemudian diikuti dengan penurunan NPL menjadi 3,79%.
Bisa dikatakan adanya peningkatan pertumbuhan penjualan eceran sejalan dengan pertumbuhan kredit sektor perdagangan, diikuti dengan penurunan rasio kredit bermasalah. Ketika penjualan eceran meningkat, yang berarti adanya kenaikan tingkat konsumsi masyarakat, penyaluran kredit sektor perdagangan akan meningkat, dan NPL sektor perdagangan akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya.
Pada bulan Mei 2019, pertumbuhan kredit perdagangan sebesar 7,24% year-on-year lebih rendah dibandingkan posisi akhir 2018 sebesar 9,40%. Sementara NPL mengalami peningkatan menjadi 4,13% di bulan Mei.
Pada periode yang sama, data dari BI menunjukkan IPR bulan Mei 2019 diprediksi tumbuh 9,0% year-on-year dibandingkan bulan April 8,7%. Jika mengikuti tren tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan IPR di tahun ini bisa jadi akan mendorong penyaluran kredit yang lebih besar, dan NPL diharapkan bisa kembali turun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Bikin NPL Perbankan Naik, Berapa Sih Total Utang Duniatex?
Non Performing Loan (NPL) atau rasio kredit bermasalah juga masih terjaga di level 2,61% di bulan Mei. Meski di beberapa sektor tercatat mengalami kenaikan, NPL di bawah 5% masih termasuk kategori sehat.
Apalagi jika melihat program pembangunan infrastruktur yang digalakkan Presiden Jokowi di periode I pemerintahannya, dan kemungkinan akan berlanjut di periode kedua, kredit yang dialirkan ke sektor konstruksi tentunya lebih besar dari sebelumnya. Data dari BI menunjukkan pertumbuhan kredit ke sektor ini sebesar 28,13% di bulan Mei secara year-on-year.
Besarnya kucuran modal ke sektor konstruksi bisa dilihat dari peningkatan utang tiga BUMN karya, Adhi Karya, Wijaya Karya, dan Waskita Karya.
Adhi Karya misalnya, jumlah utang dari bank mencatat kenaikan yang signifikan, di tahun 2014 sebesar Rp 771,5 miliar, melonjak naik menjadi Rp 4,8 triliun di akhir 2018. Posisi utang dari bank untuk Wijaya Karya di akhir 2018 sebesar Rp 7 triliun, sementara Waskita Karya sebesar Rp 48,7 triliun.
Namun, nyatanya kenaikan utang BUMN karya tersebut juga dibarengi dengan penurunan NPL sektor konstruksi, yang tentunya menjadi kabar bagus bagi industri perbankan. Pada akhir 2014, NPL sektor konstruksi tercatat sebesar 4,61%, kemudian terus menurun di tahun-tahun berikutnya menjadi 4,05% (2015), 3,86% (2016), 3,67% (2017), hingga mencapai 3,14% di akhir 2018.
Memasuki tahun 2019, NPL baru menunjukkan tren kenaikan hingga ke level 3,79% di bulan Mei, meski lebih baik dibandingkan bulan April sebesar 3,86%.
Melihat tren NPL sejak tahun 2014 tersebut, bisa dikatakan sektor konstruksi masih bagus bagi pengucuran kredit perbankan.
Halaman Selanjutnya >>>
NPL sektor perdagangan di bulan Mei naik cukup tajam menjadi 4,13%, dibandingkan dengan posisi akhir 2018 di level 3,79%. Yang menarik, peningkatan NPL terjadi saat pertumbuhan kredit hanya sebesar 7,24% dan menjadi pertumbuhan terendah dibandingkan dengan semua sektor.
Saat kredit yang disalurkan rendah, rasio kredit bermasalah justru meningkat, sektor perdagangan terlihat menjadi alarm kredit perbankan.
Data NPL sektor perdagangan sejak 2015 terlihat sejalan dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) dari survei penjualan eceran BI. Data yang dirilis BI menunjukkan rata-rata pertumbuhan IPR di tahun 2015 sebesar 13,65%, kemudian menurun menjadi 11,04% di tahun 2016, bahkan anjlok ke level 2,93% di 2017.
Sejalan dengan IPR, pertumbuhan kredit sektor perdagangan juga mengalami penurunan, pada tahun 2015 tercatat sebesar 11,2%, kemudian turun menjadi 6,4% (2016), dan 5,09% pada tahun 2017.
Begitu juga dengan NPL sektor perdagangan pada periode yang sama menunjukkan peningkatan dari 3,41% di tahun 2015 menjadi 4,10% di tahun 2016 dan 2017.
Pada tahun 2018 IPR mengalami peningkatan rata-rata pertumbuhan menjadi 3,72%, begitu juga pertumbuhan kredit perdagangan naik 9,40%, kemudian diikuti dengan penurunan NPL menjadi 3,79%.
Bisa dikatakan adanya peningkatan pertumbuhan penjualan eceran sejalan dengan pertumbuhan kredit sektor perdagangan, diikuti dengan penurunan rasio kredit bermasalah. Ketika penjualan eceran meningkat, yang berarti adanya kenaikan tingkat konsumsi masyarakat, penyaluran kredit sektor perdagangan akan meningkat, dan NPL sektor perdagangan akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya.
Pada bulan Mei 2019, pertumbuhan kredit perdagangan sebesar 7,24% year-on-year lebih rendah dibandingkan posisi akhir 2018 sebesar 9,40%. Sementara NPL mengalami peningkatan menjadi 4,13% di bulan Mei.
Pada periode yang sama, data dari BI menunjukkan IPR bulan Mei 2019 diprediksi tumbuh 9,0% year-on-year dibandingkan bulan April 8,7%. Jika mengikuti tren tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan IPR di tahun ini bisa jadi akan mendorong penyaluran kredit yang lebih besar, dan NPL diharapkan bisa kembali turun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Bikin NPL Perbankan Naik, Berapa Sih Total Utang Duniatex?
Most Popular