
NPL Sektor Konstruksi dan Perdagangan Naik, Berbahayakah?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 July 2019 10:17

NPL sektor perdagangan di bulan Mei naik cukup tajam menjadi 4,13%, dibandingkan dengan posisi akhir 2018 di level 3,79%. Yang menarik, peningkatan NPL terjadi saat pertumbuhan kredit hanya sebesar 7,24% dan menjadi pertumbuhan terendah dibandingkan dengan semua sektor.
Saat kredit yang disalurkan rendah, rasio kredit bermasalah justru meningkat, sektor perdagangan terlihat menjadi alarm kredit perbankan.
Data NPL sektor perdagangan sejak 2015 terlihat sejalan dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) dari survei penjualan eceran BI. Data yang dirilis BI menunjukkan rata-rata pertumbuhan IPR di tahun 2015 sebesar 13,65%, kemudian menurun menjadi 11,04% di tahun 2016, bahkan anjlok ke level 2,93% di 2017.
Sejalan dengan IPR, pertumbuhan kredit sektor perdagangan juga mengalami penurunan, pada tahun 2015 tercatat sebesar 11,2%, kemudian turun menjadi 6,4% (2016), dan 5,09% pada tahun 2017.
Begitu juga dengan NPL sektor perdagangan pada periode yang sama menunjukkan peningkatan dari 3,41% di tahun 2015 menjadi 4,10% di tahun 2016 dan 2017.
Pada tahun 2018 IPR mengalami peningkatan rata-rata pertumbuhan menjadi 3,72%, begitu juga pertumbuhan kredit perdagangan naik 9,40%, kemudian diikuti dengan penurunan NPL menjadi 3,79%.
Bisa dikatakan adanya peningkatan pertumbuhan penjualan eceran sejalan dengan pertumbuhan kredit sektor perdagangan, diikuti dengan penurunan rasio kredit bermasalah. Ketika penjualan eceran meningkat, yang berarti adanya kenaikan tingkat konsumsi masyarakat, penyaluran kredit sektor perdagangan akan meningkat, dan NPL sektor perdagangan akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya.
Pada bulan Mei 2019, pertumbuhan kredit perdagangan sebesar 7,24% year-on-year lebih rendah dibandingkan posisi akhir 2018 sebesar 9,40%. Sementara NPL mengalami peningkatan menjadi 4,13% di bulan Mei.
Pada periode yang sama, data dari BI menunjukkan IPR bulan Mei 2019 diprediksi tumbuh 9,0% year-on-year dibandingkan bulan April 8,7%. Jika mengikuti tren tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan IPR di tahun ini bisa jadi akan mendorong penyaluran kredit yang lebih besar, dan NPL diharapkan bisa kembali turun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
Saat kredit yang disalurkan rendah, rasio kredit bermasalah justru meningkat, sektor perdagangan terlihat menjadi alarm kredit perbankan.
Data NPL sektor perdagangan sejak 2015 terlihat sejalan dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) dari survei penjualan eceran BI. Data yang dirilis BI menunjukkan rata-rata pertumbuhan IPR di tahun 2015 sebesar 13,65%, kemudian menurun menjadi 11,04% di tahun 2016, bahkan anjlok ke level 2,93% di 2017.
Sejalan dengan IPR, pertumbuhan kredit sektor perdagangan juga mengalami penurunan, pada tahun 2015 tercatat sebesar 11,2%, kemudian turun menjadi 6,4% (2016), dan 5,09% pada tahun 2017.
Begitu juga dengan NPL sektor perdagangan pada periode yang sama menunjukkan peningkatan dari 3,41% di tahun 2015 menjadi 4,10% di tahun 2016 dan 2017.
Pada tahun 2018 IPR mengalami peningkatan rata-rata pertumbuhan menjadi 3,72%, begitu juga pertumbuhan kredit perdagangan naik 9,40%, kemudian diikuti dengan penurunan NPL menjadi 3,79%.
Bisa dikatakan adanya peningkatan pertumbuhan penjualan eceran sejalan dengan pertumbuhan kredit sektor perdagangan, diikuti dengan penurunan rasio kredit bermasalah. Ketika penjualan eceran meningkat, yang berarti adanya kenaikan tingkat konsumsi masyarakat, penyaluran kredit sektor perdagangan akan meningkat, dan NPL sektor perdagangan akan mengalami penurunan, begitu juga sebaliknya.
Pada bulan Mei 2019, pertumbuhan kredit perdagangan sebesar 7,24% year-on-year lebih rendah dibandingkan posisi akhir 2018 sebesar 9,40%. Sementara NPL mengalami peningkatan menjadi 4,13% di bulan Mei.
Pada periode yang sama, data dari BI menunjukkan IPR bulan Mei 2019 diprediksi tumbuh 9,0% year-on-year dibandingkan bulan April 8,7%. Jika mengikuti tren tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan IPR di tahun ini bisa jadi akan mendorong penyaluran kredit yang lebih besar, dan NPL diharapkan bisa kembali turun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
Pages
Most Popular