
Jelang Rilis Data Tenaga Kerja, Wall Street akan Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 July 2019 19:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan mengawali perdagangan hari ini di zona merah. Hingga pukul 18:45 WIB, kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan penurunan sebesar 31 poin pada saat pembukaan perdagangan nanti malam, sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite diimplikasikan turun masing-masing sebesar 5 dan 13 poin.
Sebagai informasi, perdagangan di bursa saham Negeri Paman Sam diliburkan pada perdagangan kemarin (4/7/2019) seiring dengan peringatan Hari Kemerdekaan AS. Tak ada aktivitas transaksi saham di Wall Street, yang ada hanyalah pesta kembang api dan parade militer nan megah di Washington yang digagas oleh Presiden AS Donald Trump.
Pada hari ini, pelaku pasar nampak grogi dalam menantikan rilis data tenaga kerja. Pada pukul 19:30 WIB, angka penciptaan lapangan kerja (sektor non-pertanian) periode Juni 2019 versi resmi pemerintah AS akan diumumkan, beserta dengan angka tingkat pengangguran dan rata-rata pertumbuhan upah periode yang sama.
Melansir Forex Factory, konsensus untuk angka penciptaan lapangan kerja (sektor non-pertanian) periode Juni 2019 adalah sebanyak 162.000, jauh di atas capaian pada bulan Mei yang hanya sebanyak 75.000. Untuk tingkat pengangguran, diproyeksikan tak ada perubahan dari bulan Mei alias tetap 3,6%.
Sementara itu, rata-rata upah per jam periode Juni 2019 diproyeksikan naik 0,3% secara bulanan, dari yang sebelumnya 0,2% pada bulan Mei.
Rilis data tenaga kerja menjadi sangat penting lantaran dipantau dengan ketat oleh The Federal Reserve selaku bank sentral AS guna merumuskan kebijakan suku bunga acuannya.
Sebelumnya dalam pertemuan bulan Juni, The Fed sudah memberikan sinyal yang kuat bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan mungkin akan dieksekusi pada bulan ini.
Dalam konferensi pers selepas mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan dipertahankan di level 2,25%-2,5% pada bulan lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa prospek perekonomian AS pada dasarnya masih bagus, akan tetapi ada risiko yang semakin meningkat seperti friksi dagang AS dengan sejumlah negara yang membuat investasi melambat. Selain itu, ada pula risiko perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang dan investasi AS.
"Pertanyaannya adalah, apakah risiko-risiko ini akan membebani prospek perekonomian? Kami akan bertindak jika dibutuhkan, termasuk kalau memungkinkan, menggunakan berbagai instrumen untuk menjaga ekspansi (ekonomi)," tuturnya, mengutip Reuters.
Jika data tenaga kerja yang akan dirilis pada malam nanti tak mampu menyamai ekspektasi, maka aura pemangkasan tingkat suku bunga acuan akan kian terasa. The Fed akan dipandang tak punya pilihan lain selain memangkas tingkat suku bunga acuan dalam pertemuannya pada akhir bulan ini.
Jika ini yang terjadi, Wall Street justru berpotensi menutup hari di zona hijau. Saat ini, pelaku pasar memang menaruh harapan yang besar kepada The Fed untuk memangkas tingkat suku bunga acuannya.
Pasalnya, pemangkasan tingkat suku bunga acuan dianggap sebagai salah satu opsi terbaik untuk menghindarkan AS dari yang namanya hard landing.
Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Tidak ada pejabat The Fed yang dijadwalkan berbicara pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Bursa AS Anjlok, Menanti Rilis Laba Perusahaan Raksasa Tech
Sebagai informasi, perdagangan di bursa saham Negeri Paman Sam diliburkan pada perdagangan kemarin (4/7/2019) seiring dengan peringatan Hari Kemerdekaan AS. Tak ada aktivitas transaksi saham di Wall Street, yang ada hanyalah pesta kembang api dan parade militer nan megah di Washington yang digagas oleh Presiden AS Donald Trump.
Pada hari ini, pelaku pasar nampak grogi dalam menantikan rilis data tenaga kerja. Pada pukul 19:30 WIB, angka penciptaan lapangan kerja (sektor non-pertanian) periode Juni 2019 versi resmi pemerintah AS akan diumumkan, beserta dengan angka tingkat pengangguran dan rata-rata pertumbuhan upah periode yang sama.
Sementara itu, rata-rata upah per jam periode Juni 2019 diproyeksikan naik 0,3% secara bulanan, dari yang sebelumnya 0,2% pada bulan Mei.
Rilis data tenaga kerja menjadi sangat penting lantaran dipantau dengan ketat oleh The Federal Reserve selaku bank sentral AS guna merumuskan kebijakan suku bunga acuannya.
Sebelumnya dalam pertemuan bulan Juni, The Fed sudah memberikan sinyal yang kuat bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan mungkin akan dieksekusi pada bulan ini.
Dalam konferensi pers selepas mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan dipertahankan di level 2,25%-2,5% pada bulan lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa prospek perekonomian AS pada dasarnya masih bagus, akan tetapi ada risiko yang semakin meningkat seperti friksi dagang AS dengan sejumlah negara yang membuat investasi melambat. Selain itu, ada pula risiko perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang dan investasi AS.
"Pertanyaannya adalah, apakah risiko-risiko ini akan membebani prospek perekonomian? Kami akan bertindak jika dibutuhkan, termasuk kalau memungkinkan, menggunakan berbagai instrumen untuk menjaga ekspansi (ekonomi)," tuturnya, mengutip Reuters.
Jika data tenaga kerja yang akan dirilis pada malam nanti tak mampu menyamai ekspektasi, maka aura pemangkasan tingkat suku bunga acuan akan kian terasa. The Fed akan dipandang tak punya pilihan lain selain memangkas tingkat suku bunga acuan dalam pertemuannya pada akhir bulan ini.
Jika ini yang terjadi, Wall Street justru berpotensi menutup hari di zona hijau. Saat ini, pelaku pasar memang menaruh harapan yang besar kepada The Fed untuk memangkas tingkat suku bunga acuannya.
Pasalnya, pemangkasan tingkat suku bunga acuan dianggap sebagai salah satu opsi terbaik untuk menghindarkan AS dari yang namanya hard landing.
Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Tidak ada pejabat The Fed yang dijadwalkan berbicara pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Bursa AS Anjlok, Menanti Rilis Laba Perusahaan Raksasa Tech
Most Popular