
Dapat Rating Fitch, Obligasi PPRO Laris Manis hingga Rp 2,4 T
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
04 July 2019 15:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings, memberikan peringkat BBB+ dengan prospek negatif pada surat utang PT PP Properti Tbk (PPRO) yang akan segera dirilis.
Melansir laporan Fitch 3 Juli 2019, peringkat BBB+ diberikan pada obligasi senilai Rp 534,5 miliar dan medium term notes (MTN) senilai Rp 120 miliar yang keduanya akan jatuh tempo pada 2022. Obligasi ini termasuk bagian tahap ketiga dari program Obligasi Berkelanjutan I milik PPRO.
Untuk diketahui peringkat BBB masuk dalam kategori investment grade (layak investasi) dan diberikan pada surat utang yang memiliki risiko kredit moderat dibandingkan dengan surat utang lainnya yang telah diterbitkan dalam mata uang yang sama.
Dana yang berhasil dihimpun rencananya akan digunakan untuk restrukturisasi utang (46%), belanja modal (28%), serta pembayaran akuisisi lahan dan investasi (26%).
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Obligasi Berkelanjutan I PP tahap III tersebut mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga 4,58 kali atau setara Rp 2,45 triliun. Padahal perusahaan hanya menargetkan Rp 534,5 miliar.
"Momentum ini (oversubscribed) didukung kenaikan peringkat Indonesia, insentif pemerintah dan banyaknya obligasi yang jatuh tempo sehingga menambah demand, serta posisi keuangan perseroan yang tetap tumbuh, dapat dilihat dari penerbitan obligasi yang mendapat peringkat BBB+ dari Fitch Ratings atau termasuk investment grade," ujar Taufik Hidayat Direktur Utama PPRO, dalam keterangannya.
Fitch menganalisis bahwa kondisi kas perusahaan saat ini memadai untuk setidaknya memenuhi kewajiban utang obligasi yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan mendatang.
Selain itu, PPRO juga dianggap memiliki aset tanah (land bank) yang cukup untuk mendukung presales beberapa proyek dalam jangka menengah. Hal ini memberikan fleksibilitas bagi PPRO untuk dapat memperlambat aksi pembelian tanah agar sesuai dengan arus kas yang masuk.
Sebagai informasi, PPRO menghabiskan Rp 2 triliun untuk pembelian tanah pada 2017, dan Rp 1,6 triliun di tahun 2018. Tambahan lahan tersebut menjadikan perusahaan memiliki cadangan lahan yang cukup.
Fitch memperkirakan presales perusahaan (kecuali bulk sales, penjualan borongan) meningkat menjadi lebih dari Rp 2 triliun di tahun ini, dari sebelumnya Rp 1,3 triliun tahun lalu. Peningkatan penjualan tersebut diekspektasi terjadi pada semester kedua setelah proses pemilihan umum(pemilu) 2019 resmi selesai.
Di lain pihak prospek negatif diberikan Fitch berlandaskan lemahnya pengumpulan kas perusahaan dari presales tahun lalu. Terlebih lagi, tren ini diproyeksi akan berlanjut di tahun 2019 karena strategi pengumpulan uang tunai yang dipilih perusahaan berisiko besar.
Pasalnya, perusahaan memperpanjang jangka waktu pembayaran presales dari 12-36 bulan menjadi 36-60 bulan, bertambah 2 tahun. Perusahaan beralasan strategi tersebut bertujuan untuk meningkatkan permintaan.
Namun, apabila perusahaan justru gagal mengumpulkan kas lebih banyak, ini akan berdampak pada likuiditas PPRO.
Saham PPRO pada perdagangan sesi II, Kamis ini (4/7/2019), naik 0,84% di level Rp 120/saham, dengan penguatan year to date sebesar 2,5%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Digugat PKPU Oleh Mandor Proyek, PTPP Bayar Rp 915 JT
Melansir laporan Fitch 3 Juli 2019, peringkat BBB+ diberikan pada obligasi senilai Rp 534,5 miliar dan medium term notes (MTN) senilai Rp 120 miliar yang keduanya akan jatuh tempo pada 2022. Obligasi ini termasuk bagian tahap ketiga dari program Obligasi Berkelanjutan I milik PPRO.
Untuk diketahui peringkat BBB masuk dalam kategori investment grade (layak investasi) dan diberikan pada surat utang yang memiliki risiko kredit moderat dibandingkan dengan surat utang lainnya yang telah diterbitkan dalam mata uang yang sama.
Dana yang berhasil dihimpun rencananya akan digunakan untuk restrukturisasi utang (46%), belanja modal (28%), serta pembayaran akuisisi lahan dan investasi (26%).
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Obligasi Berkelanjutan I PP tahap III tersebut mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga 4,58 kali atau setara Rp 2,45 triliun. Padahal perusahaan hanya menargetkan Rp 534,5 miliar.
"Momentum ini (oversubscribed) didukung kenaikan peringkat Indonesia, insentif pemerintah dan banyaknya obligasi yang jatuh tempo sehingga menambah demand, serta posisi keuangan perseroan yang tetap tumbuh, dapat dilihat dari penerbitan obligasi yang mendapat peringkat BBB+ dari Fitch Ratings atau termasuk investment grade," ujar Taufik Hidayat Direktur Utama PPRO, dalam keterangannya.
Fitch menganalisis bahwa kondisi kas perusahaan saat ini memadai untuk setidaknya memenuhi kewajiban utang obligasi yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan mendatang.
Selain itu, PPRO juga dianggap memiliki aset tanah (land bank) yang cukup untuk mendukung presales beberapa proyek dalam jangka menengah. Hal ini memberikan fleksibilitas bagi PPRO untuk dapat memperlambat aksi pembelian tanah agar sesuai dengan arus kas yang masuk.
Sebagai informasi, PPRO menghabiskan Rp 2 triliun untuk pembelian tanah pada 2017, dan Rp 1,6 triliun di tahun 2018. Tambahan lahan tersebut menjadikan perusahaan memiliki cadangan lahan yang cukup.
Fitch memperkirakan presales perusahaan (kecuali bulk sales, penjualan borongan) meningkat menjadi lebih dari Rp 2 triliun di tahun ini, dari sebelumnya Rp 1,3 triliun tahun lalu. Peningkatan penjualan tersebut diekspektasi terjadi pada semester kedua setelah proses pemilihan umum(pemilu) 2019 resmi selesai.
Di lain pihak prospek negatif diberikan Fitch berlandaskan lemahnya pengumpulan kas perusahaan dari presales tahun lalu. Terlebih lagi, tren ini diproyeksi akan berlanjut di tahun 2019 karena strategi pengumpulan uang tunai yang dipilih perusahaan berisiko besar.
Pasalnya, perusahaan memperpanjang jangka waktu pembayaran presales dari 12-36 bulan menjadi 36-60 bulan, bertambah 2 tahun. Perusahaan beralasan strategi tersebut bertujuan untuk meningkatkan permintaan.
Namun, apabila perusahaan justru gagal mengumpulkan kas lebih banyak, ini akan berdampak pada likuiditas PPRO.
Saham PPRO pada perdagangan sesi II, Kamis ini (4/7/2019), naik 0,84% di level Rp 120/saham, dengan penguatan year to date sebesar 2,5%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Digugat PKPU Oleh Mandor Proyek, PTPP Bayar Rp 915 JT
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular