
Ulasan Semester I
Ekonomi Memburuk, Sikap ECB Berubah dan Euro Jadi Jeblok
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 July 2019 18:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang euro melemah 0,81% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke level US$ 1,1368 di akhir semester-I 2019, pelambatan ekonomi zona euro menjadi penyebab utama performa negatif mata uang 19 negara ini.
Posisi euro tersebut sebenarnya sudah lebih baik dibandingkan bulan Mei lalu ketika menyentuh level terendah 2 tahun US$ 1,1106 atau anjlok 3,7% dibandingkan akhir 2018 di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Isu pelambatan ekonomi sudah menerpa sejak akhir tahun lalu ketika Italia memasuki resesi. Jerman, yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar di zona euro hampir mengalami hal yang sama.
Pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) Italia berkontraksi dua kuartal beruntun di kuartal-III dan IV 2018 masing-masing -0,1% yang membawanya ke dalam resesi. Pada periode yang sama, PDB Jerman berkontraksi (-0,2%) dan stagnan 0%.
Pertumbuhan ekonomi Perancis masih lebih bagus, tumbuh masing-masing 0,3% di dua kuartal terakhir 2018. Jerman, Perancis, dan Italia, merupakan negara-negara dengan nilai ekonomi terbesar di zona euro, sehingga rendahnya laju pertumbuhan ekonomi mereka akan merembet ke negara lainnya.
Memasuki tahun 2019, laju pertumbuhan ekonomi blok 19 negara tersebut mulai membaik, PDB zona euro naik menjadi 0,4% di kuartal-I 2019 dari 0,2% di tiga bulan terakhir 2018. Jerman, Perancis, dan Italia berturut-turut membukukan PDB 0,4%, 0,3%, dan 0,2%. Italia resmi keluar dari resesi.
Namun, naiknya pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan kenaikan inflasi yang menjadi sorotan European Central Bank (ECB) sebagai pemangku kebijakan moneter blok 19 negara. ECB memasang target inflasi sebesar 2%, dan sejak akhir tahun lalu malah terus menunjukkan penurunan.
Sejak mencapai level 2,2% year-on-year (YoY) di bulan Oktober, inflasi zona euro terus menurun hingga mencapai 1,2% di bulan Juni. Inflasi inti yang tidak memasukkan sektor makanan, energi, alkohol, dan tembakau dalam perhitungan hanya tumbuh 1,1% pada bulan lalu, bahkan sempat turun ke 0,8% di bulan Mei dan Maret.
Melihat tingginya inflasi di Oktober 2018, Presiden ECB, Mario Draghi, sempat sesumbar mengutarakan kebijakan yang diambil selanjutnya adalah normalisasi atau kenaikan suku bunga. Pelaku pasar langsung memprediksi Draghi dkk akan menaikkan suku bunga di semester-II 2019.
Namun, kenyataan berbicara lain. Inflasi malah terus merosot, dan kini ECB mengubah stance dan menyatakan siap menggelontorkan stimulus bahkan memangkas suku bunga jika inflasi terus menurun.
Rendahnya inflasi diperburuk dengan aktivitas sektor manufaktur yang berkontraksi lima bulan terakhir. Data terakhir menunjukkan angka indeks aktivitas sektor manufaktur zona euro sebesar 47,6.
Indeks yang dirilis oleh Markit ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas kontraksi dan ekspansi, Di bawah 50 berarti kontraksi atau penurunan aktivitas, sebaliknya di atas 50 berarti ekspansi atau peningkatan aktivitas.
Yang paling mengkhawatirkan adalah aktivitas manufaktur Jerman sebagai motor penggerak ekonomi zona euro, angka indeksnya hanya sebesar 45, dan juga telah berkontraksi dalam lima bulan beruntun.
Buruknya kinerja ekonomi zona euro terus menyeret turun nilai mata uangnya, yang diperparah dengan kondisi politik yang tidak stabil. Masalah Brexit, ketidakpatuhan Italia dalam mengelola anggaran, ditambah lagi kemungkinan terjadinya perang dagang dengan Amerika Serikat, membuat euro nyaris tidak memiliki sentimen positif di semester-I 2019.
Halaman Selanjutnya >>>
Posisi euro tersebut sebenarnya sudah lebih baik dibandingkan bulan Mei lalu ketika menyentuh level terendah 2 tahun US$ 1,1106 atau anjlok 3,7% dibandingkan akhir 2018 di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Isu pelambatan ekonomi sudah menerpa sejak akhir tahun lalu ketika Italia memasuki resesi. Jerman, yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar di zona euro hampir mengalami hal yang sama.
Pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) Italia berkontraksi dua kuartal beruntun di kuartal-III dan IV 2018 masing-masing -0,1% yang membawanya ke dalam resesi. Pada periode yang sama, PDB Jerman berkontraksi (-0,2%) dan stagnan 0%.
Pertumbuhan ekonomi Perancis masih lebih bagus, tumbuh masing-masing 0,3% di dua kuartal terakhir 2018. Jerman, Perancis, dan Italia, merupakan negara-negara dengan nilai ekonomi terbesar di zona euro, sehingga rendahnya laju pertumbuhan ekonomi mereka akan merembet ke negara lainnya.
Memasuki tahun 2019, laju pertumbuhan ekonomi blok 19 negara tersebut mulai membaik, PDB zona euro naik menjadi 0,4% di kuartal-I 2019 dari 0,2% di tiga bulan terakhir 2018. Jerman, Perancis, dan Italia berturut-turut membukukan PDB 0,4%, 0,3%, dan 0,2%. Italia resmi keluar dari resesi.
Namun, naiknya pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan kenaikan inflasi yang menjadi sorotan European Central Bank (ECB) sebagai pemangku kebijakan moneter blok 19 negara. ECB memasang target inflasi sebesar 2%, dan sejak akhir tahun lalu malah terus menunjukkan penurunan.
Sejak mencapai level 2,2% year-on-year (YoY) di bulan Oktober, inflasi zona euro terus menurun hingga mencapai 1,2% di bulan Juni. Inflasi inti yang tidak memasukkan sektor makanan, energi, alkohol, dan tembakau dalam perhitungan hanya tumbuh 1,1% pada bulan lalu, bahkan sempat turun ke 0,8% di bulan Mei dan Maret.
Melihat tingginya inflasi di Oktober 2018, Presiden ECB, Mario Draghi, sempat sesumbar mengutarakan kebijakan yang diambil selanjutnya adalah normalisasi atau kenaikan suku bunga. Pelaku pasar langsung memprediksi Draghi dkk akan menaikkan suku bunga di semester-II 2019.
Namun, kenyataan berbicara lain. Inflasi malah terus merosot, dan kini ECB mengubah stance dan menyatakan siap menggelontorkan stimulus bahkan memangkas suku bunga jika inflasi terus menurun.
Rendahnya inflasi diperburuk dengan aktivitas sektor manufaktur yang berkontraksi lima bulan terakhir. Data terakhir menunjukkan angka indeks aktivitas sektor manufaktur zona euro sebesar 47,6.
Indeks yang dirilis oleh Markit ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas kontraksi dan ekspansi, Di bawah 50 berarti kontraksi atau penurunan aktivitas, sebaliknya di atas 50 berarti ekspansi atau peningkatan aktivitas.
Yang paling mengkhawatirkan adalah aktivitas manufaktur Jerman sebagai motor penggerak ekonomi zona euro, angka indeksnya hanya sebesar 45, dan juga telah berkontraksi dalam lima bulan beruntun.
Buruknya kinerja ekonomi zona euro terus menyeret turun nilai mata uangnya, yang diperparah dengan kondisi politik yang tidak stabil. Masalah Brexit, ketidakpatuhan Italia dalam mengelola anggaran, ditambah lagi kemungkinan terjadinya perang dagang dengan Amerika Serikat, membuat euro nyaris tidak memiliki sentimen positif di semester-I 2019.
Halaman Selanjutnya >>>
Pages
Most Popular