
Damai itu Indah Ternyata Berlaku Juga Buat Rupiah...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 July 2019 13:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat di perdagangan pasar spot hingga siang ini. Sepertinya istilah Damai itu Indah berlaku buat rupiah.
Pada Senin (1/7/2019) pukul 12:41 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.100. Rupiah menguat 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Kala pembukaan pasar, rupiah menguat hingga 0,32%. Seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah menipis meski belum sampai habis.
Sepertinya rilis data inflasi menjadi penyebab tergerusnya penguatan rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi bulanan sebesar 0,55%. Sementara inflasi tahunan adalah 3,28% dan inflasi inti tahunan di 3,25%.
Angka-angka ini lebih tinggi ketimbang ekspektasi pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Juni sebesar 0,46% month-on-month (MoM) dan 3,185% year-on-year (YoY). Sementara inflasi inti secara tahunan diperkirakan 3,13%.
Bagi negara maju seperti Jepang atau Jerman, percepatan laju inflasi mungkin menjadi berkah karena menandakan geliat ekonomi. Dunia usaha berani menaikkan harga, karena tidak 'bertepuk sebelah tangan' di sisi konsumen. Walau pengusaha menaikkan harga, konsumen berani dan mampu membeli yang menunjukkan ekosistem ekonomi sehat walafiat.
Namun buat Indonesia, inflasi yang tinggi bukan pertanda baik. Inflasi tinggi adalah factory setting buat negara berkembang seperti Indonesia. Percepatan laju inflasi bagi negara berkembang menandakan inefisensi di sisi produksi yang membuat konsumen harus membayar lebih mahal.
Oleh karena itu, data inflasi Juni menjadi pemberat langkah rupiah. Sayang sekali, padahal rupiah punya kesempatan untuk bersinar hari ini...
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pada Senin (1/7/2019) pukul 12:41 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.100. Rupiah menguat 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Kala pembukaan pasar, rupiah menguat hingga 0,32%. Seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah menipis meski belum sampai habis.
Sepertinya rilis data inflasi menjadi penyebab tergerusnya penguatan rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi bulanan sebesar 0,55%. Sementara inflasi tahunan adalah 3,28% dan inflasi inti tahunan di 3,25%.
Angka-angka ini lebih tinggi ketimbang ekspektasi pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Juni sebesar 0,46% month-on-month (MoM) dan 3,185% year-on-year (YoY). Sementara inflasi inti secara tahunan diperkirakan 3,13%.
Bagi negara maju seperti Jepang atau Jerman, percepatan laju inflasi mungkin menjadi berkah karena menandakan geliat ekonomi. Dunia usaha berani menaikkan harga, karena tidak 'bertepuk sebelah tangan' di sisi konsumen. Walau pengusaha menaikkan harga, konsumen berani dan mampu membeli yang menunjukkan ekosistem ekonomi sehat walafiat.
Namun buat Indonesia, inflasi yang tinggi bukan pertanda baik. Inflasi tinggi adalah factory setting buat negara berkembang seperti Indonesia. Percepatan laju inflasi bagi negara berkembang menandakan inefisensi di sisi produksi yang membuat konsumen harus membayar lebih mahal.
Oleh karena itu, data inflasi Juni menjadi pemberat langkah rupiah. Sayang sekali, padahal rupiah punya kesempatan untuk bersinar hari ini...
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Terima Kasih, Donald Trump!
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular