Lepas dari TPS Food, GOLL Didenda BEI karena Lapkeu

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
01 July 2019 11:43
Atas hal tersebut Bursa Efek Indonesia mengenakan denda Rp 150 juta atas keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib malang menimpa emiten perkebunan sawit yakni PT Golden Plantation Tbk (GOLL), hari ini dikenakan sanksi denda karena belum menyampaikan laporan keuangan auditan 2018 dan belum melakukan pembayaran denda.

Sebenarnya saham GOLLL tak lagi diperdagangkan sejak tanggal (30/01/2019). Waktu itu, Otoritas Bursa melalui surat No.: Peng-SPT-00002 /BEI.PP1/01-2019, menghentikan perdagangan pada saham GOLL karena terlambat menyampaikan laporan keuangan kuartal III-2018.
Atas hal tersebut Bursa Efek Indonesia mengenakan denda Rp 150 juta atas keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan.

Terakhir diperdagangkan, saham yang dikendalikan PT Jom Prawarsa Indonesia dengan kepemilikan sebesar 76,4% tersebut berada di level Rp 50/unit saham alias stagnan dengan berada diĀ level harga saham paling terbawah.

Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Otoritas Bursa tanggal 26 Juni ini, pendapatan emiten terganggu dengan adanya status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atas nama PT Nusa Palapa Gemilang kepada entitas anak GOLL yakni PT Bumiraya Investindo (BRI) dan PT Airlangga Sawit Jaya (ASJ) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Saat ini kedua entitas anak perusahaan masih beroperasi namun dalam lingkup yang terbatas. Dengan adanya status PKPU tersebut, PT BRI dan PT ASJ pada saat ini belum dapat mendukung ekonomi dari GOLL.

Golden PlantationĀ  dulu dikendalikan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), kini mendapat tantangan berat atas bisnis perusahaan. Pasalnya, dua anak usahanya tengah dalam proses PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Direktur Utama Golden Plantation Budi Istanto Suwito mengatakan bahwa AMS Law Firm mewakili PT Bumi Tani Subur dan PT Nusa Palapa Gemilang telah mengajukan permohonan PKPU terhadap dua anak usaha perseroan yakni PT Bumiraya Investindo dan PT Airlangga Sawit Jaya.

Pendaftaran permohonan masing-masing telat diterima pada 15 Februari 2019 oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan perkara Nomor 37/Pdt.Sus.PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst untuk Bumiraya sebagai Termohon PKPU dan Airlangga juga sebagai Termohon PKPU dengan perkara Nomor 38/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst.

"Pada 26 Februari 2019, Bumiraya dan Airlangga mulai menjalani proses sidang PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam proses tersebut, debitur mengajukan permohonan perpanjangan PKPU kepada hakim pengawas dan tim pengurus," jelas Budi dalam surat keterbukaan di Bursa Efek Indonesia, Kamis (16/5/2019).

Dia mengatakan, pada 25 April 2019, majelis hakim memutuskan agar permohonan Bumiraya dan Airlangga menjadi PKPU tetap selama 60 hari.

Kedua entitas anak saat ini masih beroperasi, namun terbatas. Menurut Budi, dengan adanya status PKPU tetap ini, maka entitas anak Bumiraya dan Airlangga saat ini tidak dapat mendukung ekonomi perseroan.

"Hal ini berdampak pada pendapatan emiten, di mana Bumiraya merupakan salah satu entitas yang memberikan kontribusi penghasilan terbesar bagi perusahaan," jelas Budi.

Dalam suratnya kepada BEI pada 14 Maret 2019 dan menjawab pertanyaan BEI soal utang kepada Bumi Tani sebesar Rp 5,99 miliar, Sekretaris Perusahaan Golden Plantation, Felicia Lukman menjelaskan duduk perkara.

Dua anak usaha perseroan tersebut memang memiliki utang terhadap Bumi Tani Subur. Utang ini terkait dengan tunggakan pembayaran oleh Bumiraya dan Airlangga atas tagihan yang telah jatuh tempo dari Bumi Tani Subur sehubungan dengan pembelian pupuk oleh kedua anak usaha Golden itu, artinya utang dagang murni.

Jual Kebun
Selain itu, dalam penjelasannya, Felicia juga menegaskan bahwa perseroan
berencana menjual kebun di Kabupaten Muara Tebo, Jambi, seluas 19.000.000 meter persegi dengan perkiraan nilai Rp 200 miliar yang ditargetkan pada kuartal 3-2019. Penjualan aset kebun dan entitas anak diharapkan dapat menambah arus kas perusahaan dan bisa membantu kelangsungan usaha.

"[Kami berencana] mencari partnership dalam mengelola kebun perseroan dan juga berencana untuk medivestasi beberapa kebun," katanya.

Adapun kendala bisnis perusahaan saat ini ialah harga minyak sawit mentah atau CPO yang terus turun tajam sejak Januari 2017 membawa dampak yang berkepanjangan. Namun dia menegaskan bahwa pemegang saham pengendali perseroan terus berkomitmen untuk mendukung jalannya perusahaan.

Laporan keuangan September 2018 mencatat, saham perseroan 76,42% dipegang oleh
PT JOM Prawarsa Indonesia, lalu Stefanus Joko Mogoginta 0,00 (10.000 saham), Budi Istanto 0,00% (179.000) dan investor publik 23,58%.

Sebagai informasi, Tiga Pilar atau TPS Food sebelumnya mengendalikan Golden Plantation sebelum divestasi pada Mei 2016. Tahun lalu, Tim Riset CNBC Indonesia mencatat, TPS Food masih mencatatkan piutang atas pelepasan saham Golden senilai Rp 521,4 miliar.

Nah pembeli yang masih berutang itu tak lain adalah JOM Prawarsa Indonesia yang juga dimiliki oleh Joko Mogoginta.

Berdasarkan perjanjian jual-beli saham pada 11 Mei 2016, Joko harus melunasi pembayaran akuisisi 78,17% saham milik AISA ini pada September 2016. Karena tak melunasi, JOM didenda 10,25% per tahun. Pada 2017, Joko memilih menyetor dendanya, senilai Rp 53,4 miliar

(yam/hps) Next Article Tak Patuh! BEI Denda & Suspensi Saham 10 Emiten

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular