Dirut & Komut Cabut, Inikah Buah Kisruh BWPT dengan Felda?

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
27 June 2019 11:00
Jajaran Komisaris Cabut padahal perselisihan BWPT dengan Felda belum kelar
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten sawit miliki Rajawali Group, PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) kembali menyampaikan pengunduruan diri dari jajaran direksi, termasuk Direktur Utama.

"Bersama ini kami sampaikan informasi bahwa perseroan menerima surat pengunduran diri Bapak Ali Abbas Badre Alam selaku Komisaris Utama Perseroan, Bapak Andrew Haryono selaku Komisaris Perseroan, dan Bapak Nicolaas B Tirtadinata selaku Direktur Utama Perseroan, masing-masing tanggal 25 Juni 2019," melansir keterbukaan informasi BWPT di Bursa Efek Indonesia (BEI) per 26 Juni 2019.

Sebelumnya, pada 31 Mei 2019, perusahaan juga menerima pengunduran diri Wakil Komisaris Utama Muzammil Bin Mohd Nur yang aktif meninggalkan posisinya per 30 Mei 2019.

Berita tersebut tentunya cukup mengkhawatirkan karena jajaran tertinggi perusahaan hengkah disaat BWPT masih diterpa kemelut dengan salah satu pemegang saham utama, Federal Land Development Authority (Felda).

Untuk diketahui, pada 2016 silam Felda melalui anak usahanya FIC Properties SDN BHD mengakuisisi 37% atau setara 11,66 miliar saham BWPT dengan harga pembelian di atas US$ 500 juta atau sekitar Rp 6,99 triliun.

Namun akuisisi tersebut diperdebatkan karena menajemen Felda menyatakan bahwa Najib Razak (perdana menteri Malaysia yang kalah dalam Pemilu Malaysia 9 Mei 2018, dilengserkan oleh politisi senior Mahathir Mohamad), telah menipu mereka. Hal ini dikarenakan harga akuisisi yang dianggap terlalu mahal.

Sejatinya Felda memiliki alternatif untuk menjual kembali harga pembelian US$ 505,4 juta, bersama dengan biaya bunga tahunan sebesar 6% yang harus ditanggung oleh pihak Indonesia.

Akan tetapi setelah ditilik lebih detil, PT Rajawali Capital International (pemegang saham utama BWPT), nampaknya tidak memiliki kondisi keuangan yang mumpuni untuk membeli ulang saham milik Felda.

"Ketika Kami menyelidiki posisi keuangan Rajawali Capital (pemilik BWPT), (kami menemukan) bahwa perusahaan hanya memiliki aset berwujud dengan nilai bersih sebesar US$ 7,2 juta," ujar Menteri Perekonomian Malaysia Azmin Ali, seperti dikutip Bernama.

Jika dihitung-hitung dengan harga saham BWPT saat ini yang ada di Rp 159/unit saham dan kepemilikan Felda atas 11,66 miliar saham , maka atas akuisisi 3 tahun silam investor Negeri Jiran tersebut merugi sekitar Rp 5,14 triliun.

Sebagai informasi, per akhir Maret 2019 kinerja keuangan perusahaan masih mencatatkan rapor merah dengan merugi Rp 254,1 miliar, lebih besar dari kerugian kuartal pertama 2018 yang senilai Rp 83,45 miliar.

Salah satu faktor yang menekan kinerja keuangan perusahaan adalah beban bunga yang tumbuh 35,68% secara tahunan menjadi Rp 204,07 miliar dan tercatatnya kerugian dari perubahan nilai wajar aset biologis sebesar Rp 40,66 miliar.

Pertumbuhan beban tersebut menekan performa perusahaan karena pada periode yang sama total pendapatan BWPT cenderung stabil dengan hanya tumbuh 1,32% secara tahunan ke level Rp 638 miliar.

Terkait kisruh dengan Felda, Managing Director External Relations Division PT Rajawali Capital International, Satrio Tjai, mengatakan Felda dan Rajawali menyepakati suatu kemitraan strategis dan investasi jangka panjang di perkebunan kelapa sawit melalui transaksi BWPT.

Negosiasi antara Rajawali dan FIC Properties (anak perusahaan Felda) terjadi intensif selama bertahun-tahun, pada Desember 2016.

"Transaksi BWPT berhasil diselesaikan pada bulan Mei 2017 dan dipuji sebagai peristiwa penting dalam sejarah kedua perusahaan, yaitu, Felda dan Rajawali dan kedua negara, yaitu, Malaysia dan Indonesia," tulis Satrio, Selasa (16/4/2019).

Kemitraan strategis dalam BWPT ini memberikan Felda akses terhadap perkebunan dengan 145.000 hektare tanaman menghasilkan yang masih muda di Indonesia. Ini sejalan dengan upaya pemerintah Malaysia untuk memastikan negaranya terus menjadi pemain utama dalam industri kelapa sawit global, di mana Felda memiliki keterbatasan cadangan lahan dan perkebunan sawit yang berumur tua.

Kemitraan ini juga memberikan Rajawali akses terhadap teknologi dan riset dan pengembangan kelas dunia yang dikembangkan Felda selama 50 tahun terakhir.

"Transaksi EHP [Eagle High Platations atau BWPT] juga memperkuat hubungan kerja sama Malaysia - Indonesia dan sinergi sebagai dua produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan juga merupakan katalis untuk mengupayakan terlaksananya agenda Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) dalam rangka menstabilkan harga minyak sawit global," kata Satrio.

Dia menjelaskan transaksi pembelian BWPT telah menjadi sasaran berbagai laporan media yang menyajikan fakta yang tidak lengkap dan berisi pernyataan yang tidak akurat, sementara keinginan Rajawali untuk merespon fakta-fakta yang tidak lengkap dan atau kurang akurat itu dibatasi oleh kewajiban menjaga kerahasiaan berdasarkan dokumen perjanjian.

Namun, kata Satrio, pihaknya ingin menjelaskan beberapa hal. Transaksi BWPT adalah kemitraan strategis antara Felda dan Rajawali dalam investasi jangka panjang kedua belah pihak di perkebunan kelapa sawit, yang tercermin dari kepemilikan saham Felda dan Rajawali masing-masing 37%.

Selain itu, transaksi BWPT bukan hanya sekedar transaksi bursa saham biasa.

Menurut dia, khusus transaksi strategis seperti transaksi BWPT, penilaian atas perusahaan yang merujuk pada harga saham di bursa pada waktu tertentu adalah tidak tepat. Hal itu karena untuk transaksi strategis seperti BPWT atau EHP, penilaian perusahaan biasanya didasarkan pada Enterprise Value / Hektar (EV/ha).

"Berdasarkan penilaian EV/
ha, dibandingkan dengan transaksi lain yang sebanding di periode yang kurang lebih sama dengan transaksi EHP," katanya.

"Transaksi EHP
dinilai cukup wajar dan merupakan salah satu transaksi yang paling menarik bagi pembeli.
Transaksi EHP dinegosiasikan secara intensif. Sepanjang proses transaksi EHP, didampingi dan dibantu oleh penasihat keuangan dan beberapa penasihat hukum terkemuka," katanya lagi.

Tak hanya itu, semua pra-syarat pendahuluan yang harus
dipenuhi (termasuk memperoleh semua persetujuan yang disyaratkan dari pemerintah Malaysia dan Indonesia), telah dipenuhi sebelum penyelesaian transaksi pada Mei 2017.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Sengkarut Rezim Najib di BWPT

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular