
Perbankan Enggan Masuk, Industri Batu Bara Dunia Terancam
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
26 June 2019 18:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri batu bara Tanah Air bakal semakin sulit mengembangkan bisnis karena lembaga keuangan internasional menolak mendukung proyek energi fosil ini, demi menghindari kritikan terkait isu perubahan iklim.
Belum lagi, harga batu bara dunia terus menunjukkan tren pelemahan, di mana pada penutupan perdagangan Selasa (25/6/2019), harga batu bara Newscastle kontrak pengiriman Juli anjlok 2% menjadi US$ 68,65/metrik ton. Ini merupakan level terendah sejak September 2016 sekaligus menjadikan koreksi batu bara sepanjang tahun ini mencapai 32%.
Deputi CEO PT Adaro Power, Dharma Djojonegoro, menyampaikan pendanaan pembangkit listrik batu bara saat ini penuh dengan tantangan. Beberapa bank asal China sejauh ini masih bersedia membiayai, tapi mayoritas negara maju enggan.
"Bank-bank asal Eropa mengatakan mereka tidak ingin membiayai proyek batu bara untuk sementara waktu. Jepang dan Singapura mengikuti, melakukan tindakan serupa. Sekitar 85% dari pasar saat ini tidak ingin membiayai pembangkit listrik batu bara", ujar Dharma dikutip dari Reuters.
Berdasarkan laporan Institute of Energy Economics dan analis keuangan, lebih dari 100 lembaga keuangan utama telah melakukan divestasi dari proyek batu bara termal pada bulan Februari.
Dilansir Reuters, Mizuho Financial Group Inc dan Mitsubishi UFJ Financial Group Jepang menyatakan akan memperketat pembiayaan untuk proyek pembangkit listrik tenaga batu bara. Padahal Negeri Sakura itu pada periode 2016-2017 merupakan salah satu negara dengan investasi terbesar di sektor batu bara mencapai US$ 5 miliar.
Kurangnya pendanaan tentu berpeluang menunda pemenuhan permintaan batu bara termal yang diproyeksikan akan tumbuh di India dan Vietnam. Pasalnya kedua negara tersebut bergantung pada tenaga berbahan bakar batu bara yang berbiaya murah untuk mendukung industri manufaktur mereka yang sedang berkembang.
Sebagai informasi, neraca perdagangan Indonesia (NPI) bulan lalu mencatatkan kontraksi pada kategori ekspor dengan penurunan 8,99% secara tahunan menjadi US$ 14,74 miliar. Penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh anjloknya harga komoditas batu bara.
Jika proyek-proyek baru industri batu bara tertunda karena tidak adanya investor, tentunya ke depan akan turun menekan NPI dan ini bukan berita baik untuk laju pertumbuhan ekonomi Tanah Air.
Kecemasan akan prospek bisnis bahan bakar fosil satu ini turun menekan harga saham emiten batu bara. Pada penutupan perdagangan bursa hari ini, beberapa emiten batu bara meramaikan kategori top losers.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Cerita di Balik Redupnya Emiten Batu Bara, Ada Apa Gerangan?
Belum lagi, harga batu bara dunia terus menunjukkan tren pelemahan, di mana pada penutupan perdagangan Selasa (25/6/2019), harga batu bara Newscastle kontrak pengiriman Juli anjlok 2% menjadi US$ 68,65/metrik ton. Ini merupakan level terendah sejak September 2016 sekaligus menjadikan koreksi batu bara sepanjang tahun ini mencapai 32%.
Deputi CEO PT Adaro Power, Dharma Djojonegoro, menyampaikan pendanaan pembangkit listrik batu bara saat ini penuh dengan tantangan. Beberapa bank asal China sejauh ini masih bersedia membiayai, tapi mayoritas negara maju enggan.
Berdasarkan laporan Institute of Energy Economics dan analis keuangan, lebih dari 100 lembaga keuangan utama telah melakukan divestasi dari proyek batu bara termal pada bulan Februari.
Dilansir Reuters, Mizuho Financial Group Inc dan Mitsubishi UFJ Financial Group Jepang menyatakan akan memperketat pembiayaan untuk proyek pembangkit listrik tenaga batu bara. Padahal Negeri Sakura itu pada periode 2016-2017 merupakan salah satu negara dengan investasi terbesar di sektor batu bara mencapai US$ 5 miliar.
Kurangnya pendanaan tentu berpeluang menunda pemenuhan permintaan batu bara termal yang diproyeksikan akan tumbuh di India dan Vietnam. Pasalnya kedua negara tersebut bergantung pada tenaga berbahan bakar batu bara yang berbiaya murah untuk mendukung industri manufaktur mereka yang sedang berkembang.
Sebagai informasi, neraca perdagangan Indonesia (NPI) bulan lalu mencatatkan kontraksi pada kategori ekspor dengan penurunan 8,99% secara tahunan menjadi US$ 14,74 miliar. Penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh anjloknya harga komoditas batu bara.
Jika proyek-proyek baru industri batu bara tertunda karena tidak adanya investor, tentunya ke depan akan turun menekan NPI dan ini bukan berita baik untuk laju pertumbuhan ekonomi Tanah Air.
Kecemasan akan prospek bisnis bahan bakar fosil satu ini turun menekan harga saham emiten batu bara. Pada penutupan perdagangan bursa hari ini, beberapa emiten batu bara meramaikan kategori top losers.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Cerita di Balik Redupnya Emiten Batu Bara, Ada Apa Gerangan?
Most Popular