
Rupiah Menguat 3 Hari Beruntun, Terima Kasih BI dan The Fed!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 June 2019 17:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil menguat hari ini. Faktor eksternal dan domestik memang mendukung keperkasaan rupiah, yang sudah menguat selama tiga hari berturut-turut.
Pada Kamis (20/6/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.180 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,6% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan menyentuh titik terkuat sejak 26 April.
Dengan penguatan ini, maka rupiah berhasil terapresiasi selama tiga hari berturut-turut. Dalam periode ini, rupiah sudah menguat 1,05%.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:
Rupiah memang sudah menguat sejak pembukaan pasar. Namun terlihat bahwa hingga lewat tengah hari rupiah bergerak di rentang terbatas.
Mata uang Tanah Air baru mendapat booster saat pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI). Gubernur Perry Warjiyo dan kolega memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di angka 6%.
BI memang masih cenderung hati-hati dan mengedepankan stabilitas. Namun bank sentral memberi petunjuk soal arah suku bunga ke depan, dan itu jelas-jelas dovish.
"Penurunan suku bunga, ke depan akan kita lakukan. Ini masalah timing. Kita akan lihat kondisi pasar global ke depan seperti apa," ungkap Perry.
Kini investor sudah mendapat kejelasan. Untuk saat ini, BI sepertinya masih mengedepankan stabilitas. Namun ke depan, BI membuka peluang (dan peluangnya lumayan besar) ke arah pelonggaran. Bias ke arah pelonggaran (easing bias).
Mumpung suku bunga belum turun, berinvestasi di rupiah masih bisa mendatangkan cuan. Oleh karena itu, pelaku pasar bernafsu mengoleksi rupiah sebelum BI mengeksekusi penurunan suku bunga. Rupiah pun melaju kencang usai pengumuman dari MH Thamrin.
Selain itu, sebenarnya pemangkasan suku bunga tidak otomatis membuat pasar keuangan Indonesia kurang kompetitif. Walau mungkin imbal hasil (yield) obligasi pemerintah akan turun, tetapi pasti masih lebih menarik dibandingkan negara-negara tetangga.
Contoh, saat ini yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun ada di 7,496%. Meski terus turun dalam sembilan hari hari terakhir, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan instrumen serupa di India (6,76%), Filipina (5,14%), Thailand (2,14%), sampai Malaysia (3,662%).
Apalagi investasi di Indonesia kini semakin aman, terbukti dari kenaikan peringkat utang dari Standard and Poor's (S&P). Masih bisa memberi cuan plus lebih aman, Indonesia tentu menjadi tujuan investasi yang menarik.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pada Kamis (20/6/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.180 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,6% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan menyentuh titik terkuat sejak 26 April.
Dengan penguatan ini, maka rupiah berhasil terapresiasi selama tiga hari berturut-turut. Dalam periode ini, rupiah sudah menguat 1,05%.
Rupiah memang sudah menguat sejak pembukaan pasar. Namun terlihat bahwa hingga lewat tengah hari rupiah bergerak di rentang terbatas.
Mata uang Tanah Air baru mendapat booster saat pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI). Gubernur Perry Warjiyo dan kolega memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di angka 6%.
BI memang masih cenderung hati-hati dan mengedepankan stabilitas. Namun bank sentral memberi petunjuk soal arah suku bunga ke depan, dan itu jelas-jelas dovish.
"Penurunan suku bunga, ke depan akan kita lakukan. Ini masalah timing. Kita akan lihat kondisi pasar global ke depan seperti apa," ungkap Perry.
Kini investor sudah mendapat kejelasan. Untuk saat ini, BI sepertinya masih mengedepankan stabilitas. Namun ke depan, BI membuka peluang (dan peluangnya lumayan besar) ke arah pelonggaran. Bias ke arah pelonggaran (easing bias).
Mumpung suku bunga belum turun, berinvestasi di rupiah masih bisa mendatangkan cuan. Oleh karena itu, pelaku pasar bernafsu mengoleksi rupiah sebelum BI mengeksekusi penurunan suku bunga. Rupiah pun melaju kencang usai pengumuman dari MH Thamrin.
Selain itu, sebenarnya pemangkasan suku bunga tidak otomatis membuat pasar keuangan Indonesia kurang kompetitif. Walau mungkin imbal hasil (yield) obligasi pemerintah akan turun, tetapi pasti masih lebih menarik dibandingkan negara-negara tetangga.
Contoh, saat ini yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun ada di 7,496%. Meski terus turun dalam sembilan hari hari terakhir, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan instrumen serupa di India (6,76%), Filipina (5,14%), Thailand (2,14%), sampai Malaysia (3,662%).
Apalagi investasi di Indonesia kini semakin aman, terbukti dari kenaikan peringkat utang dari Standard and Poor's (S&P). Masih bisa memberi cuan plus lebih aman, Indonesia tentu menjadi tujuan investasi yang menarik.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Kebetulan Dolar AS Sedang Lemas
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular