Gara-gara The Fed, Dolar AS Di-Bully Rupiah Cs

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 June 2019 08:34
Gara-gara The Fed, Dolar AS Di-<i>Bully</i> Rupiah Cs
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Sentimen positif eksternal berhasil mengangkat rupiah dan mata uang Asia lainnya. 

Pada Kamis (20/6/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.240 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah kian menebal. Pada pukul 08:08 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.215 di mana rupiah menguat 0,35%. Rupiah berada di posisi terkuat sejak 29 April.

Sebelumnya, rupiah sudah menguat dua hari beruntun dan bahkan kemarin menjadi mata uang terbaik Asia. Jika penguatan rupiah berlanjut hingga tutup pasar maka mata uang Tanah Air akan menguat tiga hari beruntun. 

 

Namun penguatan 0,32% kini tidak cukup untuk membawa rupiah kembali merajai Asia. Hari ini mata uang utama Benua Kuning ramai-ramai menindas dolar AS, tinggal menyisakan rupee India di zona merah.  

Itu pun karena pasar keuangan Negeri Bollywood belum dibuka sehingga rupee masih mencerminkan posisi perdagangan kemarin. Kalau pasar keuangan India sudah dibuka, maka bukan tidak mungkin rupee ikut-ikutan mem-bully dolar AS. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:13 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak cuma di Asia, dolar AS juga merana di level global. Pada pukul 08:16 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,17%. 

Pelemahan dolar AS terjadi selepas rapat komite pengambil kebijakan Bank Sentral AS, The Federal Reserves/The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC). Jerome 'Jay' Powell dan rekan memang masih mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5%, seperti yang sudah diperkirakan.


Namun pernyataan yang menyertainya menjadi sentimen positif bagi pasar. Dalam konferensi pers usai rapat, Powell menyatakan bahwa prospek perekonomian AS pada dasarnya masih bagus (favourable).

Akan tetapi ada risiko yang semakin meningkat, seperti friksi dagang AS dengan sejumlah negara, yang membuat investasi melambat. Selain itu, ada pula risiko perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang dan investasi AS. 

"Pertanyaannya adalah, apakah risiko-risiko ini akan membebani prospek perekonomian? Kami akan bertindak jika dibutuhkan, termasuk kalau memungkinkan, menggunakan berbagai instrumen untuk menjaga ekspansi (ekonomi)," tuturnya, mengutip Reuters. 

Powell menambahkan, jika memang The Fed menurunkan suku bunga acuan maka kebijakan itu akan disertai dengan penundaan normalisasi neraca. Sebuah kebijakan all out attack, yang membuat likuiditas di perekonomian berpotensi melimpah-ruah. 

Menariknya, tidak seluruh anggota FOMC sepakat bulat untuk mempertahankan suku bunga acuan. James Bullard, Presiden The Fed St Louis, menyatakan semestinya Federal Funds Rate sudah diturunkan 25 basis poin (bps) bulan ini. 

Nada yang kalem alias dovish di rapat FOMC ini mempertebal keyakinan pasar bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuan bulan depan. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 bps ke 2-2,25% mencapai 76%. Bahkan kemungkinan untuk turun 50 bps menjadi 1,75-2% adalah 24%, sementara peluang bertahan di 2,25-2,5% adalah 0%.  

Suku bunga acuan yang hampir amat sangat pasti turun bulan depan membuat imbalan berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik. Mata uang Negeri Adidaya mengalami tekanan jual dan nilainya melemah. Arus modal yang keluar dari dolar AS hinggap ke berbagai penjuru, termasuk di Asia. 

Sentimen lain yang ikut menggelorakan semangat pelaku pasar adalah hubungan AS-China yang kembali mesra. Kemarin, Presiden AS Donald Trump telah menelepon Presiden China Xi Jinping. Keduanya sepakat bertemu di sela-sela KTT G20 di Osaka akhir bulan ini untuk membahas isu-isu perdagangan.

“Saya rasa pertemuan nanti (dengan Presiden Xi) akan berjalan dengan sangat baik. Tim kami akan memulai pembicaraan. China ingin sebuah kesepakatan, demikian pula AS. Namun kesepakatan itu harus menguntungkan bagi semuanya,” tutur Trump, mengutip Reuters.

Dinamika relasi AS-China yang kembali mesra bisa membuat investor semakin bersemangat untuk masuk ke aset berisiko di negara berkembang. Plus sikap (stance) The Fed yang kian dovish, maka risk appetite investor membuncah. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular