Terima Kasih S&P, IHSG Cuan 2,51% Sepekan!

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
02 June 2019 13:13
Terima Kasih S&P, IHSG Cuan 2,51% Sepekan!
Jakarta, CNBC Indonesia - Meski tidak menjadi jawara Asia, pekan ini bursa saham acuan Tanah Air mampu menduduki posisi ketiga dengan mencatatkan imbal hasil mencapai 2,51% dan menutup perdagangan pekan ini di level 6.209,12 poin, mengakhiri perdagangan terakhir sebelum Lebaran 2019 dengan indah.

Imbal hasil IHSG di bawah perolehan bursa saham acuan Malaysia (KLCI) dan bursa Filipina (PSEI) yang mencatatkan cuan masing-masing sebesar 3,28% dan 2,88%.

Pasar modal Indonesia akan kembali dibuka pada 10 Juni mendatang selepas hari raya Idul Fitri.




Lebih lanjut, bursa saham Ibu Pertiwi mayoritas anteng di zona hijau pada pekan ini didukung oleh stimulus sentimen domestik yang positif, yang berbanding terbalik dengan sentimen global.

Pasalnya, pergerakan bursa saham dunia diselimuti tingkat kewaspadaan dan kekhawatiran yang tinggi karena bara perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China semakin panas.

Beijing sudah mulai menunjukkan rahangnya karena mulai membatasi pergerakan korporasi perusahaan asal China, yaitu Huawei.

"Jika AS ingin terus melanjutkan perundingan, AS harus dengan tulus menyesuaikan tindakan-tindakannya yang salah. Hanya dengan itulah perundingan dapat kembali berlanjut," kata juru bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng, dilansir dari CNBC International.

Negeri Panda kemudian dikabarkan akan menggunakan dominasinya atas kepemilikan logam tanah jarang (rare earth) sebagai senjata dalam melawan AS. Sebagai informasi, tanah jarang merupakan komponen yang sangat penting, terutama untuk industri teknologi.

Tanah jarang merupakan salah satu produk impor China yang mendapat pengecualian bea masuk oleh AS, dimana pada tahun 2014-2017, Negeri Panda menyumbang 80% dari impor tanah jarang oleh AS, dilansir Reuters.

Wakil Menteri Luar Negeri China Zhang Hanhui mengatakan bahwa China tidak menginginkan perang dagang, tapi juga tidak takut.

"Kami menolak perang dagang, tetapi kami tidak takut untuk berperang. Provokasi yang dilakukan AS nyata-nyata adalah sebuah terorisme ekonomi, chauvinisme [cintah berlebihan] ekonomi, dan penindasan ekonomi," tegas Zhang Hanhui, Wakil Menteri Luar Negeri China, mengutip Reuters.


Di lain pihak, Negeri Paman Sam mulai menyulut perang dagang baru dengan Meksiko. Presiden AS Donald Trump berkicau di Twitter bahwa AS akan mengenakan bea masuk sebesar 5% bagi seluruh produk impor asal Meksiko per tanggal 10 Juni.

"Pada 10 Juni, Amerika Serikat akan mengenakan bea masuk 5% terhadap semua produk yang masuk ke negara kita dari Meksiko, sampai masuknya imigran ilegal dari Meksiko ke negara kita BERHENTI. Bea masuk akan naik secara bertahap hingga masalah imigran ilegal diselesaikan," tulisnya dilansir Reuters.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>

Padamnya bara demo aksi 22 Mei yang menolak hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) yang memenangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, menjadi salah satu faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Indonesia.



Tidak adanya kerusuhan dan meredanya kisruh politik membuat kecemasan yang dirasakan investor, terutama investor asing, menjadi berkurang, memberikan optimisme untuk masuk ke pasar saham. Investor asing yang 16 hari beruntun selalu membukukan aksi jual bersih, mulai mencatatkan aksi beli bersih di pasar reguler.





Lebih lanjut, investor asing diprediksi akan terus memburu aset-aset berbasis rupiah. Pasalnya lembaga pemeringkat kenamaan dunia yakni Standard and Poors (S&P) untuk menaikkan peringkat surat utang Indonesia.

"S&P menaikkan peringkat pemerintah Indonesia ke BBB dengan alasan prospek pertumbuhan yang kuat dan kebijakan fiskal yang prudent," tulis S&P dalam keterangan resminya yang dirilis pada hari ini, Jumat (31/5/2019).

Dalam laporannya, S&P menuliskan bahwa perekonomian Indonesia berhasil tumbuh lebih cepat daripada rekan-rekannya di tingkat pendapatan yang sama.

Pertumbuhan riil per kapita Produk Domestik Bruto (PDB) Ibu Pertiwi mencapai 4,1% (rata-rata tertimbang 10 tahun). Sedangkan negara lain dengan tingkat pendapatan yang sama rata-rata hanya tumbuh 2,2%. Ini sungguh prestasi yang mengesankan, menurut lembaga yang bermarkas di New York, Amerika Serikat (AS), itu.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular