Waduh, Ada 'Subsidi' BBM yang Bengkak di Balik Laba Pertamina

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
31 May 2019 20:14
Waduh, Ada 'Subsidi' BBM yang Bengkak di Balik Laba Pertamina
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan menggantinya dengan skema penugasan sejak 2014. Namun, subsidi malu-malu masih berlaku dan tahun ini nilainya melonjak gara-gara kebijakan populis "BBM satu harga".

Dalam laporan keuangan tahunan Pertamina per 2018, BUMN energi tersebut mencetak laba bersih sebesar US$2,6 miliar atau setara Rp 37,2 triliun, atau turun 0,4% dari capaian 2017 sebesar US$2,7 miliar.



Namun harap dipahami, laba bersih tersebut merupakan laba bersih pencatatan (accrual) dan bukan laba bersih tunai, karena salah satu sumber laba bersih tersebut berasal dari penggantian biaya subsidi BBM oleh pemerintah yang statusnya masih menjadi piutang.

"Yang penting diakui dulu. Dibayarnya kapan, ya tergantung kondisi fiskal pemerintah," tutur Direktur Keuangan Pertamina Pahala N. Mansury dalam konferensi pers pada Jumat (31/5/2019) di Jakarta.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam laporan keuangan itu terdapat pos pendapatan lainnya senilai US$3,9 miliar, yang tidak ada pada laporan keuangan 2017. Alokasi ini tak lain adalah selisih harga jual BBM Premium dengan harga sebenarnya US$3,1 miliar (Rp 44 triliun).

Maklum saja, Pertamina sejak 2017 memang sudah ditugaskan untuk "menyulap" harga BBM jenis premium memiliki harga yang sama di seluruh pelosok Nusantara, meski biaya pengadaan dan distribusinya bisa berbeda jauh dan bahkan timpang antara Jawa dan Luar Jawa.





Pada 2017, penugasan tersebut sebenarnya sudah bermasalah secara finansial karena harga minyak mentah Brent, yang menjadi acuan Indonesia, terhitung naik 21% ke US$54,7 per barel. Rerata harga acuan minyak mentah Indonesia (ICP) pun berada di US$51,2/barel atau naik 28%.

Pada tahun lalu, kondisi kenaikan harga minyak kian parah dengan harga Brent pada level US$71,7 per barel, dan harga rerata ICP di level US$67,5/barel. Di tengah kondisi demikian, pemerintah mewajibkan Pertamina memasok kembali premium di Jawa, Madura, Bali (Jamali) lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 43 Tahun 2018 yang terbit tepat setahun yang lalu.

Perpres ini merupakan langkah mundur pengurangan subsidi BBM, karena sebelumnya pemerintah sukses "menghapus" premium dari 1.926 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jamali. Harap dicatat, data Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas menyebutkan Jamali menyumbang 65% konsumsi BBM premium, setara dengan 4,3 juta kiloliter.

NEXT

Dengan dipasoknya premium ke Jamali maka konsumsi premium nasional pun kembali meningkat apalagi di tengah kenaikan harga minyak. Akibatnya, keuangan Pertamina kedodoran. Dari situlah Pertamina minta kompensasi dari pemerintah karena menjual-rugi BBM Premium sebesar US$3,1 miliar atau sebesar Rp 44 triliun. 

Detil Piutang Pemerintah ke Pertamina akibat BBM 1 Harga
Piutang bersih setelah penyesuaian nilai wajar (US$ miliar)
Tahun Pencatatan 20181,88
Tahun Pencatatan 20171,04
Total2,92
POS20182017
Piutang atas pengakuan pendapatan Selisih Harga2,920
Piutang atas penggantian biaya subsidi jenis BBM tertentu0,170,47
Total Piutang Pemerintah Ke Pertamina (US$ miliar)3,10,5

Jalan menuju ke sana pun cukup berliku. Jika biasanya Pertamina telah menerbitkan laporan tahunan pada Februari, maka khusus tahun 2018 maka laporan tahunan baru terbit pada akhir Mei ini, karena harus menunggu “lampu hijau” dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Grup melakukan estimasi atas jumlah dari piutang Pemerintah tersebut berdasarkan parameter volume penyerahan aktual dan tarif yang telah ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah. Jumlah piutang subsidi tersebut menjadi subjek yang diaudit dan disetujui oleh BPK,” tulis manajemen Pertamina dalam laporannya.

Hanya saja, mirip seperti PT Garuda Indonesia Tbk, Pertamina hingga detik ini belum mendapatkan penggantian dari pemerintah. Bedanya, Kementerian Keuangan di atas kertas sudah sepakat dengan mekanisme penggantian atau kompensasi subsidi tersebut.

Hal ini berdasarkan pada Surat Menteri Keuangan No. S-430/MK.02/2019 tanggal 28 Mei 2019, yang diterbitkan setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berkoordinasi dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

Hasilnya, mereka sepakat bahwa pemerintah akan mengganti kekurangan penerimaan Pertamina dari hasil penjualan Solar dan Premium non-Jamali (yang ditetapkan satu harga seperti di Jamali). Namun, ini tidak berlaku untuk kekurangan dan kelebihan penerimaan dari penjualan Premium Jamali.

“Saldo piutang penggantian subsidi jenis BBM tertentu ini akan dibayarkan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) periode berikutnya,” demikian tulis Pertamina dalam laporan keuangannya.

Jadi, siap-siap saja. alokasi subsidi energi tahun ini bakal membengkak sekitar Rp 40 triliun pada semester kedua tahun ini, demi menambal kebijakan subsidi populis BBM Satu Harga. Total, subsidi energi 2019 dalam APBN-P bakal membengkak dari alokasi awal Rp 157 triliun, menjadi Rp 197 triliun.

Dengan potensi pembengkakan tersebut, maka tidak berlebihan jika kita layak mengatakan “sayonara” untuk program penghapusan subsidi Jokowi. Subsidi BBM premium masih ada, meski beroperasi dalam senyap. Dan nilainya secara akumulatif menggunung pada tahun ini.



TIM RISET CNBC INDONESIA



(ags/gus) Next Article Pertamina Setor Dividen Rp 8,5 Triliun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular