
Trader Forex, Bersiaplah untuk Pergerakan Besar Poundsterling
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 May 2019 15:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang poundsterling mencatat penurunan tiga hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (29/5/19). Pound kini kembali berada di dekat level terendah lima bulan atau tepatnya sejak 3 Januari 2019.
Pound mengakhiri perdagangan Rabu di level US$ 1,2625 atau melemah 0,21%. Dalam dua perdagangan sebelumnya pound masing-masing melemah 0,20% dan 0,28%, sehingga total di bulan Mei sudah anjlok 3,15%, mengutip data dari Refinitiv. Sementara pada hari ini Kamis (30/5/19), pound diperdagangkan di kisaran US$ 1,2633.
Dinamika politik Inggris masih menjadi penekan utama poundsterling, dan para trader harus bersiap akan adanya pergerakan besar di poundsterling dalam beberapa bulan ke depan.
Melansir Reuters, ukuran perbedaan prediksi pergerakan (swing) poundsterling dalam tiga dan enam bulan ke depan menunjukkan kenaikan yang signifikan bahkan mencapai level tertinggi dalam lebih dari 3 tahun terakhir atau sebelum referendum Inggris 23 Juni 2016.
Tiga tahun lalu pound juga mengalami pergerakan besar akibat sebelum dan sesudah referendum yang akhirnya memutuskan Inggris keluar dari Uni Eropa atau Brexit pada 31 Oktober nanti. Sementara kali ini, para trader mengantisipasi bagaiman Brexit akan dilakukan, apakah Soft Brexit atau Hard Brexit.
Perdana Menteri Theresa May akan mengundurkan diri pada 7 Juni mendatang, dan calon kuat suksesornya, Boris Johnson sudah memberikan indikasi akan melakuan Hard Brexit jika Uni Eropa tidak mau melakukan negosiasi ulang.
Sementara itu untuk saat ini Parlemen Inggris telah menolak terjadinya Hard Brexit, dan juga membuka kemungkinan adanya referendum kedua. Pekan depan bisa jadi awal pergerakan besar poundsterling mengingat akan ada pembahasan proposal Brexit, dan terpilihnya perdana menteri yang baru.
Justin Onuekwusi, seorang fund manager di Legal & General Investment Management, mengatakan pasar kemungkinan melihat peluang no-deal atau Hard Brexit terlalu tinggi.
Melansir Reuters, Onuekwusi melihat keputusan parlemen sebelumnya yang menolak Hard Brexit sehingga potensi penguatan poundsterling lebih tinggi dibandingkan dengan penurunannya. Namun ia juga menegaskan jika melihat potensi penurunan pound turun lebih besar, maka ia akan meningkatkan eksposur atau posisi jualnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Inggris Cerai dari Uni Eropa Pekan Depan, Pasar Sudah Siap?
Pound mengakhiri perdagangan Rabu di level US$ 1,2625 atau melemah 0,21%. Dalam dua perdagangan sebelumnya pound masing-masing melemah 0,20% dan 0,28%, sehingga total di bulan Mei sudah anjlok 3,15%, mengutip data dari Refinitiv. Sementara pada hari ini Kamis (30/5/19), pound diperdagangkan di kisaran US$ 1,2633.
Melansir Reuters, ukuran perbedaan prediksi pergerakan (swing) poundsterling dalam tiga dan enam bulan ke depan menunjukkan kenaikan yang signifikan bahkan mencapai level tertinggi dalam lebih dari 3 tahun terakhir atau sebelum referendum Inggris 23 Juni 2016.
Tiga tahun lalu pound juga mengalami pergerakan besar akibat sebelum dan sesudah referendum yang akhirnya memutuskan Inggris keluar dari Uni Eropa atau Brexit pada 31 Oktober nanti. Sementara kali ini, para trader mengantisipasi bagaiman Brexit akan dilakukan, apakah Soft Brexit atau Hard Brexit.
Perdana Menteri Theresa May akan mengundurkan diri pada 7 Juni mendatang, dan calon kuat suksesornya, Boris Johnson sudah memberikan indikasi akan melakuan Hard Brexit jika Uni Eropa tidak mau melakukan negosiasi ulang.
Sementara itu untuk saat ini Parlemen Inggris telah menolak terjadinya Hard Brexit, dan juga membuka kemungkinan adanya referendum kedua. Pekan depan bisa jadi awal pergerakan besar poundsterling mengingat akan ada pembahasan proposal Brexit, dan terpilihnya perdana menteri yang baru.
![]() |
Justin Onuekwusi, seorang fund manager di Legal & General Investment Management, mengatakan pasar kemungkinan melihat peluang no-deal atau Hard Brexit terlalu tinggi.
Melansir Reuters, Onuekwusi melihat keputusan parlemen sebelumnya yang menolak Hard Brexit sehingga potensi penguatan poundsterling lebih tinggi dibandingkan dengan penurunannya. Namun ia juga menegaskan jika melihat potensi penurunan pound turun lebih besar, maka ia akan meningkatkan eksposur atau posisi jualnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Inggris Cerai dari Uni Eropa Pekan Depan, Pasar Sudah Siap?
Most Popular