Peso Terbaik Asia Pekan Ini, Rupiah Nomor Berapa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 May 2019 11:08
Peso Terbaik Asia Pekan Ini, Rupiah Nomor Berapa?
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat sepanjang pekan ini. Dolar AS yang semula sempat menembus level Rp 14.500 berhasil diturunkan ke bawah Rp 14.400. 

Sepanjang minggu ini, rupiah menguat 0,41% di hadapan dolar AS. Pada perdagangan akhir pekan, dolar AS ditutup di Rp 14.385, terkuat sejak 10 Mei. 




Rupiah bergerak searah dengan mata uang utama Asia yang juga menguat selama pekan ini. Hanya ringgit Malaysia dolar Taiwan yang masih tertinggal di zona merah. 

Peso Filipina menjadi mata uang terbaik, dengan apresiasi di kisaran 1%. Disusul oleh won Korea Selatan di posisi runner-up dan yen Jepang di peringkat tiga. Rupiah harus puas menjadi nomor empat. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning sepanjang pekan ini: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak hanya di Asia, dolar AS juga luluh lantak  di level global. Sepanjang pekan ini, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,39%. 

Tekanan yang dialami dolar AS terjadi seiring memanasnya perang dagang dengan China. Setelah kedua negara saling menaikkan tarif bea masuk, AS maju selangkah dengan memasukkan Huawei (raksasa teknologi telekomunikasi asal China) ke daftar hitam. Artinya, tidak ada yang boleh berbisnis dengan Huawei kecuali seizin pemerintah Negeri Adidaya. 

China pun berang. Prospek kelanjutan dialog dagang menjadi samar-samar, karena Beijing mendesak Washington untuk mengubah perilakunya jika ingin kembali ke meja perundingan. 

"Jika AS ingin melanjutkan perundingan dagang, maka mereka harus tulus dan memperbaiki kesalahannya. Negosiasi hanya bisa berlanjut bila didasari kesamaan dan saling menghormati. Kami memantau perkembangan terkini dan siap melakukan langkah-langkah yang diperlukan," tegas Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, mengutip Reuters. 

Berlanjutnya perang dagang dengan China diprediksi memukul perekonomian AS sendiri. Harga produk impor (termasuk bahan baku dan barang modal) asal China menjadi semakin mahal gara-gara bea masuk, sehingga menurunkan aktivitas investasi. AS pun akan kesulitan menjual produk ke China, khususnya produk pertanian, karena kenaikan bea masuk. 

Dunia usaha pun mulai melihat prospek perekonomian ke depan agak gloomy. Perkiraan angka Purchasing Manager's Index (PMI) edisi Mei versi IHS Markit ada di 50,6%. Turun lumayan jauh dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 52,6 dan menjadi yang terendah sejak September 2009. 



"Pertumbuhan aktivitas bisnis melambat signifikan pada Mei karena perang dagang dan meningkatnya ketidakpastian. Situasi yang lebih buruk sangat mungkin terjadi ke depan, memaksa dunia usaha untuk mengencangkan ikat pinggang. Perang dagang menjadi perhatian utama dunia usaha," tegas Chris Williamson, Chief Business Economist IHS Markit, dikutip dari keterangan tertulis. 

Tidak hanya dunia usaha, rumah tangga juga sepertinya menahan diri. Terlihat dari penjualan rumah baru yang pada April tercatat 673.000 unit. Turun 6,9% dibandingkan bulan sebelumnya. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


The Federal Reserve/The Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II-2019 sebesar 1,2% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 3,2% dan periode yang sama pada 2018 yang sebesar 2,2%. 

Perlambatan investasi, konsumsi, dan pertumbuhan ekonomi membuat pelaku pasar mulai berani bertaruh The Fed bakal menurunkan suku bunga acuan tahun ini. Penurunan Federal Funds Rate bisa ditempuh sebagai sarana untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.  


Mengutip CME Fedwatch, probabilitas suku bunga acuan tetap di 2,25-2,5% pada akhir 2019 hanya 22,7%. Sementara peluang untuk turun 25 basis poin ke 2-2,25% lebih tinggi yaitu 42%. 

Kemungkinan penurunan suku bunga acuan yang semakin tinggi tentu menjadi sentimen negatif bagi dolar AS. Sebab, penurunan suku bunga acuan akan membuat berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS menjadi kurang menarik.

Akibatnya, arus modal meninggalkan AS, bertebaran ke segala penjuru, termasuk ke Indonesia. Rupiah pun berhasil menguat, meski tidak menjadi yang terbaik di Asia. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular