Asing Keluar Bursa Rp 3,63 T, IHSG Sepekan Anjlok 6,16%

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 May 2019 14:07
Asing Keluar Bursa Rp 3,63 T, IHSG Sepekan Anjlok 6,16%
Jakarta, CNBC Indonesia - Tragis, begitulah kata yang bisa menggambarkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia di pekan ini. Tidak tanggung-tanggung dalam lima hari perdagangan IHSG anjlok 6,16% ke level 5.826,67, menyentuh level terendah enam bulan, tepatnya sejak 14 November 2018.

Mayoritas indeks utama Asia juga mengalami pelemahan di pekan ini, tetapi tidak separah IHSG. Indeks Shanghai China melemah 1,94%, indeks Hang Seng Hong Kong terpangkas 2,11%, sedangkan Kospi Korea Selatan dan Strait Times Singapura masing-masing turun 2,48% dan 2,08%.



Eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China menjadi penyebab utama anjloknya bursa saham, yang notabene merupakan aset berisiko. Para investor mengalihkan insvestasinya ke aset-aset aman atau safe haven di saat muncul ketidakpastian yang dipicu oleh seteru dua raksasa ekonomi dunia ini.

Perang dagang disalahkan atas pelambatan ekonomi global yang terjadi hingga saat ini. Sudah banyak institusi seperti Dana Moneter Internasional (IMF), World Bank, dan hampir semua bank sentral di berbagai negara-negara besar menyebut perang dagang AS - China membuat ketidakpastian meningkat dan memicu pelambatan ekonomi global.


Pernyataan institusi-institusi tersebut merujuk pada perang dagang pertama, ketika AS menerapkan tarif impor 10% terhadap produk China, sebaliknya China menerapkan tarif impor 5% dan 10%. Pada perang dagang jilid II, kedua negara sama-sama menaikkan tarif impor menjadi 25%. Efek yang ditimbulkan kemungkinan bisa dua kali lipat dibandingkan perang dagang sebelumnya.

Maka tidak heran jika investor kabur dari aset-aset berisiko, fenomena ini tidak hanya terjadi di Asia, tetapi juga di Eropa bahkan di AS. Anjloknya indeks-indeks saham menjadi fenomena global di pekan ini.

Keluarnya investor dari aset berisiko tercermin dari outflow modal dari Indonesia. Data dari RTI menunjukkan dalam lima hari perdagangan di pekan ini investor asing terus melakukan net sell dengan total nilai Rp 3,63 triliun.

Simak video tentang nasib tragis IHSG di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]

Lanjut ke halaman berikutnya >>>

Besarnya tekanan dari sisi eksternal diperburuk dengan fundamental dari dalam negeri. Transaksi berjalan dan necara perdagangan Indonesia sama-sama mengalami defisit. Bank Indonesia (BI) pada pekan lalu melaporkan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) kuartal-I 2019 sebesar 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). 

Defisit tersebut membaik dari kuartal-IV 2018 sebesar 3,6% PDB, tetapi masih lebih besar dari defisit kuartal-I 2018 2,01%. Sementara pada hari Rabu (15/5/19) Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan defisit neraca perdagangan pada bulan April 2019 sebesar US$ 2,5 miliar.

 Sebelumnya defisit terburuk tercatat sebesar US$ 2,3 miliar yang dibukukan pada bulan Juli 2013. Pada bulan April ekspor Indonesia tercatat US$ 12,6 miliar atau turun 13,1% year-on-year (YoY). Sedangkan impor mencapai US$ 15,10 miliar atau turun 6,58%. 

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias negatif 6,2% YoY, impor turun 11,36% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 497 juta.  Defisit neraca perdagangan pada bulan April menjadi yang pertama dalam 3 bulan terakhir.


Pada bulan Februari, neraca dagang membukukan surplus senilai US$ 330 juta, sementara surplus pada bulan Maret adalah senilai US$ 540 juta. 

April merupakan bulan pertama kuartal-II sudah membukukan defisit neraca perdagangan sebesar itu tentunya bisa membuat CAD kembali membengkak di kuartal ini.

Bank Indonesia (BI) dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis (16/5/19) telah merevisi target CAD menjadi kisaran 2,5% - 3,0%, dari sebelumnya yang mengupayakan ke area 2,5%. Selain fundamental ekonomi, faktor politik juga membuat para investor melakukan aksi wait and see.

Pengumuman resmi hasil Pilpres akan diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei nanti. Meski sudah hampir pasti  Joko Widodo akan kembali menjabat RI 1, tetapi di sisi lain Prabowo Subianto telah menolak hasil perhitungan KPU, dan mendeklarasikan kemenangan berdasarkan hasil perhitungan internal.

Hal tersebut tentunya bisa menggangu stabilitas politik dalam negeri, dan menimbulkan ketidakpastian dalam waktu yang cukup lama. Efeknya sudah terasa, sepekan setelah pencoblosan IHSG terus merosot hingga membukukan penurunan empat pekan beruntun.  

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular