Hari Ke-4 Anjlok, Short Poundsterling Dapat Cuan Rp 29 Juta

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 May 2019 08:15
Mata uang poundsterling Inggris melanjutkan pelemahannya menjadi 4 hari beruntun hingga perdagangan Kamis (16/5/19) kemarin.
Foto: Ilustrasi Poundsterling (REUTERS/ Benoit Tessier)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang poundsterling Inggris melanjutkan pelemahannya menjadi 4 hari beruntun hingga perdagangan Kamis (16/5/19) kemarin. Isu Brexit yang kembali menghangat menjadi penekan utama pound.

Pada Kamis, pound mengakhiri perdagangan di level US$ 1,2795, sementara pada hari ini Jumat (17/5/19) pukul 7:30 WIB ditransaksikan di kisaran US$ 1,2970, mengutip data dari Refinitiv.



Jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan pekan lalu di level US$ 1,2999 hingga Kamis kemarin, pound berarti telah turun 204 pip.

Pip adalah satuan poin terkecil untuk mewakili perubahan harga dalam trading forex. 1 pip dalam poundsterling senilai US$ 10 jika bertransaksi sebesar 1 lot.

Ketika terjadi penurunan, maka posisi jual (short) pound vs dolar (GBP/USD) akan menghasilkan cuan. Misalnya trader yang membuka posisi short Jumat dan menutup posisinya Kamis kemarin akan mendapat cuan 204 pip x US$ 10 = US$ 2.040 atau jika di-rupiah-kan lebih dari Rp 29 juta.


Jumlah profit belum termasuk potongan komisi dan bunga menginap yang berbeda-beda di setiap broker.

Untuk membuka 1 lot kontrak standar dibutuhkan modal yang berbeda-beda tergantung berapa leverage (rasio antara dana si trader sendiri dan dana pinjaman) yang digunakan oleh trader.

Jika leverage 1:100, maka jumlah modal yang dibutuhkan atau dikenal dengan margin untuk membuka 1 lot standar adalah 100.000/100 = US$ 1.000.

Dengan asumsi investasi menggunakan modal US$ 10.000, maka cuan yang dihasilkan sebesar 20% saat mengambil posisi short GBP/USD dengan transaksi 1 lot dalam empat hari.

Kembali ke isu Brexit yang membuat poundsterling terus anjlok, Perdana Menteri Inggris Theresa May kini diprediksi akan segera turun dari jabatannya. PM May berencana mengajukan proposal Brexit ke Parlemen Inggris di awal Juni, dan akan mengumumkan waktu kapan ia mengundurkan diri, dengan syarat proposal tersebut diterima parlemen.

Namun jika proposal tersebut ditolak, PM May kemungkinan akan menghadapi tekanan dari Partai Konservatif pimpinannya untuk segera mengundurkan diri.

Turunnya May dari posisi perdana menteri memberikan tekanan bagi pound, beberapa analis memprediksi tanpa May Inggris akan keluar tanpa kesepakatan dari Uni Eropa alias Hard Brexit.

"Apa yang kita lihat saat ini (penurunan poundsterling) adalah pasar memprediksi probabilias no-deal Brexit yang tinggi" kata Adam Cole, chief currency strategist di RBC Market Capital, melansir Reuters.


Cole menyoroti kemungkinan proposal Brexit akan kembali ditolak Parlemen Inggris, dan PM May diperkirakan akan turun dari jabatannya di akhir Juli sebelum parlemen memasuki masa reses.

"Kemungkinan Theresa May akan diganti oleh Perdana Menteri yang pro-Brexit tanpa melalui pemilu, dan secara otomatis meningkatkan probabilitas terjadinya Hard Brexit" tutup Cole.

Hard Brexit ditakutkan akan membawa Inggris memasuki resesi, meski perekonomian Negeri Raru Elizabeth ini masih cukup kuat di awal tahun 2019. Di saat perang dagang sedang memanas, ditambah dengan isu lengsernya PM May, pound sepertinya sulit untuk bangkit tanpa ada kabar yang positif dari Brexit.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(prm) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular