
Investor Move On dari Perang Dagang, Harga Emas Terkoreksi
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
16 May 2019 12:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas kembali terkoreksi akibat sentimen perang dagang AS-China yang sudah mulai surut. Meskipun demikian, pergerakan harga emas masih cenderung terbatas karena investor masih tetap berjaga-jaga.
Pada perdagangan Kamis (16/5/2019) pukul 11:15 WIB, harga emas kontrak pengiriman Juli di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) terkoreksi 0,06% menjadi US$ 1.296,7/troy ounce. Sedangkan harga emas di pasar spot turun 0,08% menjadi US$ 1.295,63/troy ounce.
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump berencana menunda pengenaan bea impor otomotif hingga 6 bulan ke depan, kata tiga pejabat administrasi, mengutip Reuters.
Gedung Putih memiliki tenggat waktu hingga Sabtu (18/5/2019) mendatang untuk memutuskan apakah akan mengenakan bea masuk terhadap impor mobil dan suku cadangnya dengan alasan keamanan nasional.
Wacana peningkatan tarif impor produk-produk otomotif sudah mencuat sejak bulan Februari 2019. Kala itu Departemen Perdagangan mengatakan bahwa impor otomotif mengancam keamanan nasional karena menghambat kemampuan produsen mobil AS untuk mengembangkan teknologi terbaru, melalui laporan yang diserahkan kepada Gedung Putih.
Namun rekomendasi detail yang diberikan oleh Departemen Perdagangan tidak diungkapkan ke publik.
Dengan penundaan ini, artinya potensi perang dagang baru setidaknya dapat surut.
Apalagi saat ini perang dagang AS-China jilid II sudah resmi dimulai setelah kedua negara sama-sama meningkatkan tarif impor sebesar 25%.
Sementara itu, harapan damai dagang AS-China belum hilang sepenuhnya. Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin mengatakan bahwa dirinya kemungkinan akan terbang ke Beijing dalam waktu dekat untuk melangsungkan dialog dengan delegasi China, mengutip Reuters, Rabu (15/5/2019).
Beberapa pejabat AS juga mengatakan ada kemungkinan Presiden AS, Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping untuk bertemu di sela-sela konferensi negara G20 di Jepang bulan Juli nanti. Trump juga mengatakan bahwa hubungannya dengan China hanyalah 'pertengkaran kecil'.
Sejumlah sentimen tersebut membuat pelaku pasar mulai berani untuk mulai masuk ke instrumen-instrumen berisiko. Emas pun sedikit kehilangan daya tarik.
Akan tetapi investor juga masih tetap berjaga-jaga karena rilis data ekonomi global yang kurang menggembirakan.
Kemarin (15/5/2019), penjualan barang-barang ritel Amerika Serikat (AS) periode April 2019 diumumkan terkontraksi 0,2% dibanding bulan sebelumnya. Padahal konsensus yang dihimpun Reuters memprediksi adanya kenaikan hingga 0,2%.
Sebelumnya, China juga mengumumkan hal yang serupa. Penjualan barang-barang ritel di Negeri Tirai Bambu periode April 2019 hanya tumbuh sebesar 7,2% YoY. Lebih rendah ketimbang prediksi konsensus yang sebesar 8,6% YoY.
Artinya permintaan barang barang ritel di dua negara raksasa ekonomi dunia tersebut sedang lesu. Tentu saja bukan berita baik untuk pasar, karena mengindikasikan perlambatan ekonomi global belum berakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article Meski Reli Akhir Tahun, Harga Emas Koreksi 2,34% pada 2018
Pada perdagangan Kamis (16/5/2019) pukul 11:15 WIB, harga emas kontrak pengiriman Juli di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) terkoreksi 0,06% menjadi US$ 1.296,7/troy ounce. Sedangkan harga emas di pasar spot turun 0,08% menjadi US$ 1.295,63/troy ounce.
Gedung Putih memiliki tenggat waktu hingga Sabtu (18/5/2019) mendatang untuk memutuskan apakah akan mengenakan bea masuk terhadap impor mobil dan suku cadangnya dengan alasan keamanan nasional.
Wacana peningkatan tarif impor produk-produk otomotif sudah mencuat sejak bulan Februari 2019. Kala itu Departemen Perdagangan mengatakan bahwa impor otomotif mengancam keamanan nasional karena menghambat kemampuan produsen mobil AS untuk mengembangkan teknologi terbaru, melalui laporan yang diserahkan kepada Gedung Putih.
Namun rekomendasi detail yang diberikan oleh Departemen Perdagangan tidak diungkapkan ke publik.
Dengan penundaan ini, artinya potensi perang dagang baru setidaknya dapat surut.
Apalagi saat ini perang dagang AS-China jilid II sudah resmi dimulai setelah kedua negara sama-sama meningkatkan tarif impor sebesar 25%.
Sementara itu, harapan damai dagang AS-China belum hilang sepenuhnya. Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin mengatakan bahwa dirinya kemungkinan akan terbang ke Beijing dalam waktu dekat untuk melangsungkan dialog dengan delegasi China, mengutip Reuters, Rabu (15/5/2019).
Beberapa pejabat AS juga mengatakan ada kemungkinan Presiden AS, Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping untuk bertemu di sela-sela konferensi negara G20 di Jepang bulan Juli nanti. Trump juga mengatakan bahwa hubungannya dengan China hanyalah 'pertengkaran kecil'.
Sejumlah sentimen tersebut membuat pelaku pasar mulai berani untuk mulai masuk ke instrumen-instrumen berisiko. Emas pun sedikit kehilangan daya tarik.
Akan tetapi investor juga masih tetap berjaga-jaga karena rilis data ekonomi global yang kurang menggembirakan.
Kemarin (15/5/2019), penjualan barang-barang ritel Amerika Serikat (AS) periode April 2019 diumumkan terkontraksi 0,2% dibanding bulan sebelumnya. Padahal konsensus yang dihimpun Reuters memprediksi adanya kenaikan hingga 0,2%.
Sebelumnya, China juga mengumumkan hal yang serupa. Penjualan barang-barang ritel di Negeri Tirai Bambu periode April 2019 hanya tumbuh sebesar 7,2% YoY. Lebih rendah ketimbang prediksi konsensus yang sebesar 8,6% YoY.
Artinya permintaan barang barang ritel di dua negara raksasa ekonomi dunia tersebut sedang lesu. Tentu saja bukan berita baik untuk pasar, karena mengindikasikan perlambatan ekonomi global belum berakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article Meski Reli Akhir Tahun, Harga Emas Koreksi 2,34% pada 2018
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular