Meski Reli Akhir Tahun, Harga Emas Koreksi 2,34% pada 2018

Muhamad Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
31 December 2018 18:30
Harga tersebut kembali sukses mencatatkan harga tertinggi komoditas logam mulia ini sejak 6 bulan yang lalu.
Foto: Karyawan menunjukkan emas batangan yang dijual di Butik Emas, Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Jelang akhir tahun, Senin (31/12/2018) hingga pukul 18:00 WIB, harga emas pada pasar berjangka COMEX kontrak Februari 2019 kembali menguat sebesar 0,18% ke level US$ 1.285,4/troy ounce dari penutupan perdagangan sesi sebelumnya (28/12/2018).

Harga tersebut kembali sukses mencatatkan harga tertinggi komoditas logam mulia ini sejak 6 bulan yang lalu.

Meski Jadi Safe Haven, Emas Melemah 2,34% Sejak Awal TahunFoto: Taufan/CNBC Indonesia

Namun, jika disimak setahun ke belakang, harga emas di pasar COMEX sebenarnya melemah 2,34% dari awal 2018 hingga saat ini secara point-to-point. Memang harga emas mulai mengalami penguatan dari bulan Oktober, namun sepertinya masih kekurangan energi untuk mengungguli pelemahan yang terjadi sejak April.

Tersangka utama penyebab lesunya harga emas di tahun ini tidak lain ialah keperkasaan greenback. Bagaimana tidak, Dollar Index yang merupakan ukuran posisi dolar Amerika Serikat (AS) terhadap 6 mata uang utama dunia berhasil melesat 4,93% dari awal tahun hingga saat ini secara point-to point.

Meski Jadi Safe Haven, Emas Melemah 2,34% Sejak Awal TahunFoto: Taufan/CNBC Indonesia
Keperkasaan dolar AS tahun ini dipicu oleh kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) yang kian agresif. Sepanjang tahun ini, Jerome 'Jay' Powell dan kolega telah menaikkan Federal Funds Rate hingga 4 kali, yang merupakan kenaikan terbanyak dalam setahun sejak akhir 2015.

Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan akan mengerek imbalan investasi di AS, khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Permintaan obligasi pemerintah AS pun meningkat, yang otomatis mendongrak permintaan terhadap dolar AS.

Maka tah heran bila tahun ini, dolar AS menjadi raja mata uang dunia. Hampir seluruh mata uang dunia bertekuk lutut di hadapan greenback.

Harga emas dan dolar AS memang 2 variabel yang berkorelasi negatif. Saat nilai dolar menguat, yang mengindikasikan permintaan terhadap greenback meningkat, maka logam mulia menjadi tidak menarik untuk dibeli. Hal ini dikarnakan investor melihat keuntungan yang lebih besar pada investasi-investasi yang dihitung menggunakan dolar AS.

Akibatnya, dari mulai awal tahun 2018 hingga Agustus 2018, harga emas sempat melemah sebesar 10,04%, yang membawanya ke harga terendahnya sejak Januari 2017.

Namun demikian, mulai Oktober 2018, harga emas berangsur-angsur pulih. Kenaikan harga emas pada kuartal IV-2018 utamanya dipicu oleh kekhawatiran akan pelemahan ekonomi dunia pada tahun 2019 mendatang.

Salah satunya dalah sentimen negatif yang dipicu oleh perang dagang AS-China. Ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia ini meningkat ketika AS di bawah komando Presiden Donald Trump mengenakan bea impor terhadap barang-barang yang berasal dari China senilai US$250 miliar, dua pertiga dari defisit barang bilateral pada tahun 2017. Beijing tak tinggal diam dengan menjatuhkan pungutan impornya sendiri senilai US$110 miliar terhadap produk AS.

Ditambah dengan potensi eskalasi perang dagang yang dipicu oleh rencana Presiden AS Donald Trump untuk menggunakan kebijakan eksekutif yang dimilikinya untuk mendeklarasikan situasi darurat nasilnal yang pada akhirnya akan melarang perusahaan-perusahaan AS untuk menggunakan perangkat telekomunikasi buatan Huawei dan ZTE, seperti yang dilansir dari CNBC Internasional.

Bila kebijakan tersebut benar direalisasikan, maka kata 'damai' antara AS-China terasa sangat jauh. Ketika dua kekuatan ekonomi terbesar saling menghambat perdagangan, maka rantai pasokan dunia akan terganggu dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat.

Perlambatan ekonomi dunia juga didukung oleh The Fed yang masih berencana melakukan normalisasi ekonomi AS di 2019 mendatang. Seperti diketahui, The Fed diprediksi masih akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 2 kali tahun 2019. Kenaikan suku bunga The Fed akan membuat pertumbuhan ekonomi AS akan terhambat.

Bahkan The Fed memperkirakan ekonomi AS hanya akan tumbuh 2,3% di tahun depan, turun dari perikiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini yang sebesar 3%.

Selain itu Ogranisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat di tahun depan, yaitu sebesar 3,5% dari 3,7% pada tahun ini.

Bank sentral Eropa, European Central Bank (ECB), pada hari Kamis (27/12/2018) juga mengumumkan prediksi mengenai perekonomian global yang akan terus melambat di tahun 2019 dan bergerak stabil setelahnya, seperti yang dilansir oleh Reuters.

Kekhawatiran akan pelemahan perekonomian ini membuat investor mulai melirik emas sebagai instrumen investasi yang menyebabkan menguatnya harga emas dari Oktober harga emas sampai sekarang.

Wajar, karena emas memang biasa dijadikan pelindung nilai saat situasi dinilai tidak menentu. Fluktuasi harga emas memang relatif lebih stabil dibandingkan dengan instrumen beresiko lainnya.
(Muhamad Taufan Adharsyah/hps) Next Article Akhirnya, Emas Mulai Menunjukkan Kilaunya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular