Diserap Korsel & Jepang, Ekspor Sawit RI Naik di Kuartal I

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
15 May 2019 21:15
Ekspor minyak sawit RI secara keseluruhan di kuartal I-2019 tercatat sebesar 9,1 juta ton.
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor minyak sawit RI secara keseluruhan, mencakup minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), biodiesel, oleokimia dan produk turunannya di kuartal I-2019 tercatat sebesar 9,1 juta ton. Jumlah itu naik 16% dibandingkan tahun lalu (year-on-year/yoy).

Berdasarkan data terbaru yang dirilis Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), sepanjang Maret, ekspor minyak sawit tercatat 2,96 juta ton, naik 3% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Adapun ekspor khusus CPO dan produk turunannya hanya meningkat tipis jadi 2,78 juta ton.

Sentimen kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) ikut menggerus kinerja ekspor RI sepanjang kuartal I. Faktor lain yang turut berpengaruh adalah lesunya perekonomian India selaku negara tujuan ekspor utama, serta perang dagang AS-China yang tak kunjung usai yang memengaruhi perdagangan kedelai kedua negara dan menumpuknya stok kedelai di AS.



Di bulan Maret, ekspor CPO dan turunannya ke India terjun bebas 62% menjadi 194,41 ribu ton secara mtm. Penurunan permintaan produk sawit Tanah Air juga terjadi di Afrika sebesar -38%, AS -10%, China -4% dan Uni Eropa -2%.

Sebaliknya, ekspor minyak sawit ke negara lain-lain (pasar non-tradisional) melonjak 60% secara mtm. Kenaikan yang cukup signifikan datang dari Korea Selatan, Jepang dan Malaysia.

"Tren pertumbuhan permintaan global di tahun ini sebenarnya merata di mana-mana. Bahkan pertumbuhan kuartal kemarin ini yang terbesar justru di kelompok negara lain-lain. Artinya kebutuhan sawit di pasar-pasar non-tradisional meningkat," ujar Ketua Umum Gapki Joko Supriyono dalam Buka Puasa Bersama Gapki dan media, Rabu (15/5/2019).

Foto: Kelapa sawit (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)


Joko menyebutkan, ada negara yang sangat potensial menjadi pasar baru tapi pelaku sawit Tanah Air belum bisa masuk. Contohnya Iran yang masih terkendala sistem pembayaran ekspor-impor. Adapun pertumbuhan ekspor ke Jepang cukup bagus, yang mulai meluas ke sektor energi untuk biofuel, karena program nuklir Negeri Sakura yang berhenti.

Kendati demikian, Joko belum mau menyebut proyeksi volume ekspor hingga akhir tahun. Dia hanya berharap kondisi yang stabil dapat meningkatkan volume ekspor dari 34 juta ton tahun lalu menjadi 37-38 juta ton di tahun ini.

"Ekspor ya tergantung produksi. Umumnya kita selalu berupaya penuhi dalam negeri, baru sisanya diekspor. Produksi kita paling naik normatif sekitar 2 juta ton per tahun, jadi tergantung konsumsi domestik berapa," pungkasnya.

Simak video terkait harga CPO di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article Pemerintah Hapus Pungutan CPO, Begini Respons Produsennya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular