
Neraca Perdagangan
Impor Sudah Membaik, Tapi Kok Ekspor RI Makin Menyedihkan?
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
15 May 2019 15:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Hingga bulan April 2019 kinerja perdagangan luar negeri Indonesia (ekspor-impor) belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
Tengok saja neraca dagang RI yang tercatat defisit sebesar US$ 2,56 miliar sepanjang periode Januari-April 2019. Capaian tersebut jauh lebih buruk dibanding periode Januari-April 2018 yang juga mencatat defisit sebesar US$ 1,41 miliar.
Bahkan bila ditarik ke belakang, defisit tahun ini (Januari-April 2019) merupakan yang paling dalam, setidaknya sejak tahun 2014.
Sejatinya ini disebabkan karena kinerja ekspor Indonesia yang semakin tergerus. Sepanjang Januari-April 2019, nilai ekspor RI hanya tercatat sebesar US$ 53,2 miliar, atau turun 9,38% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Sebenarnya sektor migas sudah menunjukkan perbaikan. Pada empat bulan pertama tahun 2019, defisit neraca migas hanya sebesar US$ 2,76 miliar, sudah mengecil dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar US$ 3,89 miliar.
Kinerja perdagangan sektor migas terbantu oleh kebijakan pemerintah yang memberi mandat kepada Pertamina untuk membeli minyak jatah ekspor hasil produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang sebelumnya dijual ke luar negeri.
Selain itu, program B20 juga berperan mengurangi kebutuhan minyak impor. Sebagai informasi, dalam program B20, pemerintah memberi ketentuan porsi campuran sawit pada biosolar sebanyak 20%.
Namun demikian hingga saat ini Indonesia masih menjadi negara net-importir minyak untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Dengan begitu neraca migas kemungkinan besar akan selalu defisit.
Yang menjadi perhatian adalah kinerja sektor non-migas yang sepanjang Januari-April 2019 hanya mampu membukukan surplus sebesar US$ 204 juta.
Memang sih masih surplus. Tapi coba bandingkan dengan surplus neraca non migas periode Januari-April 2018 yang sebesar US$ 2,48 miliar. Artinya surplus non migas tahun ini sudah terpangkas hingga 91,7%. Sedikit lagi akan berubah status dari surplus menjadi defisit.
Alasannya sebenarnya masih sama dengan tahun lalu, yaitu harga-harga komoditas ekspor andalan RI yang kian tertekan.
Contohnya harga batu bara. Berdasarkan ketetapan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Harga Batu Bara Acuan (HBA) rata-rata periode Januari-April 2019 hanya sebesar US$ 90,9/metrik ton, atau turun 7,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Ada pula harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang juga memiliki nasib yang sama. Berdasarkan acuan di bursa Malaysia Derivatives Exchange, harga CPO rata-rata periode Januari-April 2019 hanya sebesar MYR 2.187/ton atau turun hingga 11,54% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Dua komoditas tersebut (batu bara dan CPO) merupakan andalan Indonesia yang masuk dalam golongan HS 27 dan HS 15. Hingga April 2019, porsi HS 27 dan HS 15 terhadap total ekspor non migas masing-masing sebesar 15,49% dan 11,11%.
Menariknya, ternyata volume ekspor HS 27 dan HS 15 masih meningkat. Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) dalam konferensi pers hari Rabu (15/5/2019).
Namun karena harga yang berjatuhan, nilai ekspor non migas harus rela turun hingga 8,54% pada periode Januari-April 2019 dibanding tahun sebelumnya.
Bila hal ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin neraca dagang sepanjang tahun 2019 mengalami defisit lebih parah dari tahun 2018. Padahal tahun sepanjang tahun 2018 saja, defisit neraca dagang RI sudah tekor US$ 8,7 miliar atau yang paling dalam sepanjang sejarah.
Rasanya di tengah perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China jilid II yang sudah dimulai, tantangan untuk menggenjot kinerja ekspor RI akan semakin berat. Karena keduanya akan saling hambat perdagangan dan membuat perekonomian dunia lesu. Permintaan komoditas berpeluang tak tumbuh, bahkan terkontraksi.
Di sisi lain, pemerintah juga bisa menerapkan kebijakan untuk menekan keran impor. Karena bila tidak, bukan tidak mungkin tahun ini defisit neraca dagang kembali mencetak rekor baru.
TIM RISET CNBC INDONESIA
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru) Next Article Darmin Bicara Soal Tendensi Surplus Neraca Dagang RI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular