
Pefindo: Tahun ini Sektor Properti Masih akan Tertekan
Monica Wareza, CNBC Indonesia
15 May 2019 20:19

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menilai hingga kuartal I-2019 sektor properti menjadi sektor yang paling tertekan sejak awal tahun ini. Tertekannya sektor ini disebabkan karena nilai marketing sales perusahaan yang masih melambat dan tak didukung oleh suku bunga yang meningkat tahun lalu.
Analis Pefindo Niken Indriarsih mengatakan hingga akhir tahun ini, sektor properti diperkirakan masih akan tertekan, meski pemerintah sudah memberikan stimulus dinilai juga masih kurang membantu penjualan sektor ini.
"Marketing sales melambat dan suku bunga meningkat jadi marketing sales makin turun jadi ke depan masih kurang baik meski ada stimulus dari pemerintah tapi eksternal masih tekan pertumbuhan," kata Niken di kantornya, Rabu (15/5).
Namun demikian, perlu dicermati juga mengenai eksposure properti yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Analis Pefindo Yogie Surya Perdana mengatakan pengembang yang memiliki eksposure properti high rise (apartemen) menjadi yang paling tertekan dengan penjualan yang masih melambat saat ini. Sebab, perusahaan harus tetap menyelesaikan pembangunan meski pra penjualan belum mencapai 100%.
"Misalkan produk high rise yang launch pra-penjualan 50% jadi dia harus tetap komitmen bangun 100%. Konsekuensinya bisa pakai cash flow atau utang. Kebanyakan ramping up pake utang jadi leverage meningkat," jelas dia.
Berbeda dengan pengembangan rumah tapak yang lebih fleksibel dalam hal pembiayaan lantaran pembangunan bisa dilakukan sesuai dengan demand pasar. Belum lagi pengembang ini juga diuntungkan dengan penjualan menggunakan skema block sale dengan menjual landbank yang tersedia.
Adapun Pefindo pada periode ini memberikan peringkat atas empat perusahaan properti yakni PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) rating AA- outlook stabil, PT Modern Realty Tbk (MDLN) peringkat A- outlook negatif, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) rating A- outlook negatif dan PT Intiland Development Tbk (DILD) rating BBB outlook stabil.
Dua dari empat perusahaan ini mengalami penurunan outlook yakni MDLN dan APLN.
Yogie menjelaskan, MDLN mengalami penurunan outlook ini untuk mengantisipasi pelemahan pada rasio struktur permodalan dan perlindungan arus kas yang disebabkan oleh pengakuan pendapatan dan marketing sales yang lebih rendah namun tingkat utang yang tinggi. Belum lagi utang perusahaan ini sebagian besar berupa mata uang asing.
Sementara untuk APLN, Yogie menilai outlook ini untuk mengantisipasi leverage keuangan yang lebih tinggi dari perkiraan. Sebab, perusahaan ini menggantungkan belanja modalnya (capital expenditure/capex) pada pendanaan yang bersifat utang. Kondisi tersebut dinilai kurang menguntungkan di tengah kinerja pra-penjualan yang masih rendah.
Sementara itu, DILD mengalami penurunan peringkat dari sebelumnya BBB+ menjadi BBB dengan outlook stabil. Penurunan peringkat ini karena adanya perkiraan profil kredit yang rendah, namun tak dibarengi dengan pra-penjualan untuk sejumlah proyek high rise yang sulit meningkat.
Selain itu perusahaan juga masih membukukan kas operasional yang negatif selama lima tahun berturut-turut, meski telah membaik dengan signifikan di tahun lalu.
(roy/roy) Next Article Telat Kirim Lapkeu, 68 Emiten "Dihukum" BEI
Analis Pefindo Niken Indriarsih mengatakan hingga akhir tahun ini, sektor properti diperkirakan masih akan tertekan, meski pemerintah sudah memberikan stimulus dinilai juga masih kurang membantu penjualan sektor ini.
"Marketing sales melambat dan suku bunga meningkat jadi marketing sales makin turun jadi ke depan masih kurang baik meski ada stimulus dari pemerintah tapi eksternal masih tekan pertumbuhan," kata Niken di kantornya, Rabu (15/5).
![]() |
Analis Pefindo Yogie Surya Perdana mengatakan pengembang yang memiliki eksposure properti high rise (apartemen) menjadi yang paling tertekan dengan penjualan yang masih melambat saat ini. Sebab, perusahaan harus tetap menyelesaikan pembangunan meski pra penjualan belum mencapai 100%.
"Misalkan produk high rise yang launch pra-penjualan 50% jadi dia harus tetap komitmen bangun 100%. Konsekuensinya bisa pakai cash flow atau utang. Kebanyakan ramping up pake utang jadi leverage meningkat," jelas dia.
Berbeda dengan pengembangan rumah tapak yang lebih fleksibel dalam hal pembiayaan lantaran pembangunan bisa dilakukan sesuai dengan demand pasar. Belum lagi pengembang ini juga diuntungkan dengan penjualan menggunakan skema block sale dengan menjual landbank yang tersedia.
Adapun Pefindo pada periode ini memberikan peringkat atas empat perusahaan properti yakni PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) rating AA- outlook stabil, PT Modern Realty Tbk (MDLN) peringkat A- outlook negatif, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) rating A- outlook negatif dan PT Intiland Development Tbk (DILD) rating BBB outlook stabil.
![]() |
Dua dari empat perusahaan ini mengalami penurunan outlook yakni MDLN dan APLN.
Yogie menjelaskan, MDLN mengalami penurunan outlook ini untuk mengantisipasi pelemahan pada rasio struktur permodalan dan perlindungan arus kas yang disebabkan oleh pengakuan pendapatan dan marketing sales yang lebih rendah namun tingkat utang yang tinggi. Belum lagi utang perusahaan ini sebagian besar berupa mata uang asing.
Sementara untuk APLN, Yogie menilai outlook ini untuk mengantisipasi leverage keuangan yang lebih tinggi dari perkiraan. Sebab, perusahaan ini menggantungkan belanja modalnya (capital expenditure/capex) pada pendanaan yang bersifat utang. Kondisi tersebut dinilai kurang menguntungkan di tengah kinerja pra-penjualan yang masih rendah.
Sementara itu, DILD mengalami penurunan peringkat dari sebelumnya BBB+ menjadi BBB dengan outlook stabil. Penurunan peringkat ini karena adanya perkiraan profil kredit yang rendah, namun tak dibarengi dengan pra-penjualan untuk sejumlah proyek high rise yang sulit meningkat.
Selain itu perusahaan juga masih membukukan kas operasional yang negatif selama lima tahun berturut-turut, meski telah membaik dengan signifikan di tahun lalu.
(roy/roy) Next Article Telat Kirim Lapkeu, 68 Emiten "Dihukum" BEI
Most Popular