Meski Asing Bawa Kabur Rp 898 M, tapi IHSG Tetap Menguat!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 May 2019 17:02
Meski Asing Bawa Kabur Rp 898 M, tapi IHSG Tetap Menguat!
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Berlangsung menegangkan, perdagangan terakhir di Jumat pekan ini (10/5/2019) ternyata berbuah manis bagi pelaku pasar saham dalam negeri setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menghijau.

Menghabiskan mayoritas waktunya di zona merah sejak sesi I, IHSG menutup hari dengan penguatan 0,17% ke level 6.209,12.

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan menguat: indeks Shanghai naik 3,1%, indeks Hang Seng juga naik 0,84%, indeks Straits Times naik 0,16%, dan indeks Kospi naik 0,29%.

Sejatinya, ada sentimen negatif terkait perang dagang AS-China yang menghantui perdagangan akhir pekan ini. Jumat ini, AS resmi menaikkan bea masuk terhadap produk impor asal China senilai US$ 200 miliar menjadi 25%, dari yang sebelumnya 10%.


Kemarin (9/5/2019), Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa dirinya juga sudah mulai menyusun berkas yang diperlukan untuk mengenakan bea masuk sebesar 25% bagi produk impor asal China senilai US$ 325 miliar yang saat ini belum terdampak oleh perang dagang kedua negara.

Tak terima dengan langkah AS tersebut, Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa pihaknya akan meluncurkan kebijakan balasan, walau tak mengelaborasi kebijakan balasan yang dimaksud tersebut.

Namun, ada aura positif yang menyelimuti gelaran dialog dagang AS-China yang sudah dimulai sejak kemarin di Washington dan akan berakhir pada hari ini waktu setempat. Setelah mendarat di Washington, Wakil Perdana Menteri China Liu He mengungkapkan bahwa ada harapan kedua negara bisa menyegel kesepakatan dagang.

"Kami datang ke sini di bawah tekanan yang menunjukkan ketulusan hati China dan ingin dengan tulus, percaya diri, dan rasional untuk menyelesaikan beberapa perbedaan yang dihadapi China dan AS. Saya rasa ada harapan," papar Liu He, dikutip dari Reuters.

Foto: Donald Trump Twitter 1 China

Sebelumnya, Trump mengaku telah menerima surat dari Presiden China Xi Jinping. Salah satu isi surat tersebut adalah "mari bekerja bersama dan kita lihat apa yang bisa kita capai," ujar Trump menirukan.

Trump pun ikut optimistis bahwa kesepakatan dagang bisa disegel.

"Adalah mungkin untuk melakukannya (menyegel kesepakatan dagang), mereka semua (delegasi China) ada di sini. Wakil Perdana Menteri (Liu He) yang merupakan salah satu orang yang paling dihormati dan salah satu pejabat tertinggi di China akan datang," papar Trump pada hari Kamis (9/5/2019) waktu setempat, dikutip dari CNBC International.

Dengan kedua belah pihak yang sama-sama optimistis tersebut, pelaku pasar menaruh harapan yang besar bahwa kedua negara pada akhirnya akan bisa menyegel kesepakatan dagang.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Secara sektoral, sektor barang konsumsi (+0,44%) menjadi sektor dengan kontribusi terbesar terhadap penguatan IHSG.

Saham-saham barang konsumsi yang diburu investor di antaranya PT Kimia Farma Tbk/KAEF (+6,65%), PT Unilever Tbk/UNVR (+2,67%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+1,55%), PT Indofarma Tbk/INAF (+0,77%), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (+0,38%).

Secara fundamental, saham-saham konsumer memang menarik seiring dengan kuatnya konsumsi masyarakat Indonesia, apalagi bulan Ramadan. Apalagi, saham-saham konsumer belakangan ini justru tertekan, membuka ruang bagi investor untuk melakukan aksi beli.

Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis Bank Indonesia (BI) pada hari Selasa (7/5/2019), penjualan barang-barang ritel diketahui melesat hingga 10,1% secara tahunan pada bulan Maret, mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yakni pertumbuhan sebesar 2,5% saja.

Lantas, sepanjang 3 bulan pertama tahun ini pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berhasil mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya.

Untuk periode Januari 2019, penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 7,2%, lebih baik dari capaian Januari 2018 yakni kontraksi sebesar 1,8%. Untuk periode Februari 2019, penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 9,1%, lebih baik dari capaian Februari 2018 yakni pertumbuhan sebesar 1,5%.


Untuk bulan April, angka sementara menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan penjualan barang-barang ritel sebesar 5,7%, di atas pertumbuhan periode April 2018 yang sebesar 4,1%.

Angka pertumbuhan penjualan ritel yang menggembirakan tersebut lantas melengkapi rilis data yang berkaitan dengan konsumsi lainnya yakni Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang juga menggembirakan. Data ini dirilis oleh BI pada hari Senin (6/5/2019).

Untuk periode April, BI mencatat IKK berada di level 128,1, naik dibandingkan capaian bulan Maret yaitu 124,5. Nilai IKK pada bulan April merupakan yang tertinggi sejak Juni 2018.

Kenaikan IKK pada bulan lalu didorong oleh kedua komponen pembentuknya. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) naik menjadi 124,8, dari yang sebelumnya 121,4. Sementara itu, Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) naik menjadi 152,8, dari yang sebelumnya 151,6.

Sebagai hasil dari meningkatnya optimisme konsumen, porsi pengeluaran konsumsen yang dialokasikan untuk konsumsi meningkat menjadi 68,5% pada bulan April, dari yang sebelumnya 68,1% pada bulan Maret. Sementara itu, alokasi untuk tabungan menipis menjadi 20%, dari yang sebelumnya 20,1%.

Memasuki bulan Ramadan, pertumbuhan penjualan ritel dan angka IKK bisa didorong untuk terus berada di level yang tinggi. Penyebabnya apa lagi kalau bukan distribusi Tunjangan Hari Raya (THR).

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>> Sejatinya, penguatan IHSG bisa lebih tinggi lagi jika investor asing tak melakukan aksi jual pada hari ini. Hingga akhir perdagangan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 898 miliar di pasar saham tanah air.

Rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode kuartal-I 2019 memaksa investor asing untuk melego saham-saham di Indonesia dalam jumlah yang besar. Pada hari ini, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa NPI membukukan surplus senilai US$ 2,4 miliar pada 3 bulan pertama tahun ini.

Namun, transaksi berjalan (yang merupakan bagian dari NPI) membukukan defisit senilai US$ 7 miliar pada 3 bulan pertama tahun ini atau setara dengan 2,6% dari PDB.

Memang lebih rendah dibandingkan defisit pada kuartal-IV 2018 yang sebesar 3,6% dari PDB, namun melebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.


Jika defisit di awal tahun saja sudah lebih lebar, maka ada potensi bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) untuk keseluruhan tahun 2019 juga akan melebar. Praktis, kedepannya prospek dari pergerakan rupiah menjadi kelam.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Ketika rupiah bergerak melemah nantinya, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga wajar jika aksi jual sudah dilakukan sedari hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular