AS vs China & AS vs Korut Bikin IHSG Ambruk 1,14%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 May 2019 16:43
Lagi-Lagi Sektor Jasa Keuangan
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Secara sektoral, sektor jasa keuangan yang terkoreksi 0,93% menjadi sektor dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG. Lantas, 2 hari sudah sektor jasa keuangan membuat IHSG melemah. Pada perdagangan kemarin, sektor jasa keuangan jatuh 0,57% dan menjadi sektor dengan kontribusi terbesar bagi IHSG yang melemah 0,43%.

Sama seperti kemarin, sektor jasa keuangan terkoreksi seiring dengan aksi jual yang menerpa saham-saham bank BUKU 4. Pada hari ini, harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) ditutup turun 2,37%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 2%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 1,23%, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 0,33%.

Saham-saham bank besar di tanah air kembali menjadi sasaran jual investor lantaran kinerja rupiah yang begitu memprihatinkan. Hingga sore hari, rupiah melemah 0,38% di pasar spot ke level Rp 14.345/dolar AS.

Sejak perdagangan pertama selepas pilpres hingga hari ini, rupiah sudah melemah 1,88% di pasar spot melawan dolar AS. Dalam 14 hari perdagangan selepas pilpres, rupiah hanya bisa menguat sebanyak 2 kali, sementara sisanya melemah atau stagnan.

Perang dagang AS-China yang kian panas dan potensi ribut-ribut AS-Korea Utara membuat dolar AS selaku safe haven menjadi buruan investor pada hari ini. Selain itu, kinerja rupiah juga masih dibebani oleh rilis data cadangan devisa.

Kemarin, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa cadangan devisa per bulan April berada di angka US$ 124,3 miliar, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 124,5 miliar. Tekanan terhadap cadangan devisa berarti BI memiliki amunisi yang lebih sedikit dalam menetralisir pelemahan rupiah.

Kala rupiah terus saja gagal menguat bahkan cenderung melemah, tentu ada kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah/Non-Performing Loan (NPL) dari bank-bank besar akan terkerek naik dan menekan profitabilitas mereka.

Lebih lanjut, kinerja keuangan periode kuartal-I 2019 yang mengecewakan juga masih membuat investor enggan memegang saham-saham bank BUKU 4. Dari sisi laba bersih, ada 2 yang mampu melampaui ekspektasi analis, sementara 2 lainnya tak mampu memenuhi ekspektasi.

Laba bersih BMRI pada 3 bulan pertama tahun ini tercatat senilai Rp 7,23 triliun, di atas konsensus yang dihimpun Refinitiv senilai Rp 6,82 triliun. Kemudian, laba bersih BBNI tercatat senilai Rp 4,08 triliun, mengalahkan konsensus yang senilai Rp 4,06 triliun.

Sementara itu, laba bersih BBRI pada kuartal-I 2019 tercatat senilai Rp 8,2 triliun, di bawah konsensus yang senilai Rp 8,61 triliun. Untuk BBCA, laba bersih perusahaan tercatat senilai Rp 6,06 triliun, juga di bawah konsensus yang senilai Rp 6,18 triliun.

Walaupun laba bersihnya bervariasi (ada yang mampu melampaui ekspektasi dan tidak), 4 bank yang masuk dalam kategori BUKU 4 tersebut memiliki kesamaan: pendapatan bunga bersih/Net Interest Income (NII) berada di bawah ekspektasi analis.

Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini, NII BMRI tercatat senilai Rp 14,38 triliun, di bawah ekspektasi yang sebesar Rp 14,5 triliun. NII BBNI adalah senilai Rp 8,86 triliun, di bawah konsensus yang senilai Rp 9,63 triliun.

Pada kuartal-I 2019, BBRI mencatatkan NII senilai Rp 19,41 triliun, di bawah konsensus yang senilai Rp 20,42 triliun. Sementara untuk BBCA, NII tercatat senilai Rp 11,99 triliun, di bawah konsensus yang senilai Rp 12,07 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular