Catat! Berikut 5 Sentimen Penggerak Pasar Pekan Depan

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 May 2019 21:14
Catat! Berikut 5 Sentimen Penggerak Pasar Pekan Depan
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca-anjlok 1,28% dan menjadi indeks saham dengan kinerja terburuk di Asia pada pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memiliki peluang untuk mencatatkan kinerja yang lebih oke pada pekan depan. Pasalnya, koreksi yang sudah dalam tersebut tentu membuka ruang bagi investor untuk melakukan aksi beli.

Namun, hal tersebut baru bisa terjadi jika sentimen dari dalam dan luar negeri mendukung.


Tim Riset CNBC Indonesia merangkum sejumlah sentimen yang berpotensi menentukan arah pergerakan IHSG pada pekan depan.

Respons Terhadap Data Tenaga Kerja AS
Pada hari Jumat (3/5/2019), Wall Street kompak menghijau. Pada perdagangan terakhir di pekan ini tersebut, indeks Dow Jones dan S&P 500 menguat masing-masing sebesar 0,75% dan 0,96%, sementara indeks Nasdaq Composite melejit 1,58%.

Data terkait tenaga kerja yang dirilis menjelang akhir pekan telah memunculkan harapan bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan di AS sejatinya masih bisa dilakukan, yang pada akhirnya mendorong aksi beli di bursa sahamnya.

Sepanjang bulan April, data resmi pemerintah AS mencatat bahwa telah tercipta 263.000 lapangan pekerjaan di luar sektor pertanian, jauh di atas konsensus yang sebanyak 181.000 saja, seperti dilansir dari Forex Factory. Pada bulan Maret, penciptaan lapangan kerja di luar sektor pertanian tercatat sebanyak 189.000.


Sementara itu, tingkat pengangguran turun ke level 3,6% dari yang sebelumnya 3,8%, di mana hal tersebut merupakan titik pengangguran terendah sejak 1969.

Namun pada bulan April rata-rata upah per jam di AS hanya naik 0,2% secara bulanan, di bawah konsensus yang memperkirakan kenaikan sebesar 0,3%, dilansir dari Forex Factory. Dengan kenaikan upah yang lemah, maka tingkat inflasi juga akan sulit terkerek naik. Pada akhirnya, pelaku pasar meyakini bahwa opsi pemangkasan tingkat suku bunga acuan kini kembali ke atas meja.

Jika respons dari pelaku pasar saham Asia sama dengan yang terjadi di AS, IHSG bisa terdongkrak naik pada perdagangan pekan depan.

BERLANJUT KE HALAMAN 2

Pada hari Senin (6/5/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia periode kuartal-I 2019.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,19 secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih tinggi dari kuartal-I 2018 dan juga kuartal-IV 2018 yang masing-masing sebesar 5,06% YoY dan 5,18% YoY.

Jika sesuai proyeksi, maka pertumbuhan ekonomi kuartal-I tahun ini akan menjadi yang terbaik di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Tanda-tanda kuatnya laju perekonomian Indonesia dalam 3 bulan pertama tahun ini memang sudah terlihat sebelumnya. Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berhasil mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya.



Pada Januari 2019, berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis Bank Indonesia (BI), penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 7,2% secara tahunan, lebih baik dari capaian Januari 2018 yakni kontraksi sebesar 1,8%. Pada Februari 2019, penjualan barang-barang ritel diketahui melesat hingga 9,1%, mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yakni pertumbuhan sebesar 1,5%.

Lebih lanjut, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 adalah sebesar 8%, juga jauh mengalahkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,5% saja.

Mengingat lebih dari 50% perekonomian Indonesia disumbang oleh konsumsi rumah tangga, pesatnya penjualan barang-barang ritel jelas mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang oke pada kuartal-I 2019.


Rilis Angka CAD
Pada hari Rabu (8/6/2019), Bank Indonesia (BI) dijadwalkan merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), termasuk data mengenai transaksi berjalan yang merupakan komponen dari NPI.

Sebagai informasi, sepanjang kuartal-IV 2018 defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) Indonesia tercatat senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, naik dari capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,37% dari PDB. CAD pada kuartal-IV 2018 merupakan yang terparah sejak kuartal-II 2014.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.



Lantas, rilis angka NPI (berikut CAD) periode kuartal-I 2019 akan menentukan pergerakan rupiah dalam beberapa waktu ke depan. Jika CAD pada 3 bulan pertama tahun ini tak membaik atau justru malah bertambah parah, rupiah bisa kembali diterpa tekanan jual yang besar. Pada akhirnya, investor akan enggan memeluk instrumen berbasis mata uang rupiah seperti saham dan obligasi.


BERLANJUT KE HALAMAN 3


Pada hari Selasa (30/4/2019), delegasi AS menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Beijing. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.

Selepas pertemuan berlangsung, beberapa orang sumber mengatakan kepada CNBC International bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa diumumkan pada hari Jumat pekan depan (10/5/2019).



Namun, nampaknya kesepakatan dagang AS-China belum pasti bisa diteken. Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping baru akan memutuskan selepas negosiasi dagang pekan depan di Washington terkait apakah keduanya akan bertemu untuk menyegel kesepakatan dagang.

Pernyataan bernada defensif pun dilontarkan oleh Trump sendiri. Pada hari Jumat (3/5/2019) waktu setempat, Trump mengatakan bahwa AS akan baik-baik saja walau tanpa kesepakatan dagang dengan China.

“Dan jika itu tidak terjadi (kesepakatan dagang), kami akan baik-baik saja. Mungkin lebih baik,” kata Trump di Gedung Putih pada hari Jumat.

Jika perang dagang AS-China pada akhirnya tak bisa diteken, balas-membalas bea masuk antar kedua negara bisa semakin terekskalasi dan semakin menyakiti laju perekonomian masing-masing. Hal ini berpotensi memantik aksi jual dengan intensitas yang besar di bursa saham Asia.


AS-Korea Utara Panas Lagi?
Korea Utara diketahui meluncurkan beberapa proyektil jarak pendek dari Pantai Timur pada hari Sabtu (4/5/2019). Uji coba pada Sabtu ini adalah yang kedua pasca pembicaraan antara Trump dan Pimpinan Korea Utara Kim Jong Un pada Februari lalu berakhir tanpa kesepakatan.

Sejumlah analis menilai bahwa Korea Utara tengah meningkatkan tekanan terhadap Amerika Serikat (AS) setelah keduanya gagal bersepakat soal masalah denuklirisasi dalam pertemuan yang digelar di Hanoi, Vietnam.



Gedung Putih melalui juru bicara Sarah Sanders sudah mengeluarkan tanggapannya terkait masalah ini. "Kami menyadari tindakan Korut malam ini. Kami akan terus memantau seperlunya," katanya pada hari Sabtu (4/5/2019) waktu setempat.

Jika situasi antar kedua negara memanas seperti yang terjadi sebelum pertemuan pertama antara Trump dan Kim di Singapura pada tahun 2018, aksi jual dengan intensitas yang besar di bursa saham Asia bisa terjadi.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular