
2030 Bursa China Jadi Tempat IPO Terbesar Dunia, Indonesia?
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
03 May 2019 16:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Sekitar 400 eksekutif memprediksi bahwa pada 2030 China akan memimpin sebagai negara dengan penggalangan dana (rising fund) tertinggi, diikuti oleh India. Sementara itu, Indonesia diproyeksi ada di peringkat ke-11, di bawah Afrika Selatan.
Penggalangan dana yang dimaksud dalam bentuk Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering/IPO), dimana bisa diartikan juga pertambahan emiten baru.
Hasil ini didapatkan dari survei yang dilakukan oleh The Economist Intelligence Unit dan PWC kepada 400 eksekutif di seluruh dunia, dimana temuannya tertuang dalam laporan "Capital Market 2030".
Ke depannya negara-negara berkembang akan memiliki ruang lebih besar untuk meningkatkan pengaruh mereka pada perekonomian global. China terutama sudah mempersiapkan diri melalui belt and road initiative.
Di lain pihak, negara maju disibukkan oleh isu internal. Amerika Serikat (AS) dianalisis akan lebih fokus dalam mengatur urusan perdagangan (perang dagang) dan perjanjian internasional lainnya. Sedangkan Uni Eropa sibuk membenahi ketegangan internal dan dampak dari Brexit.
Head of Group Strategy Hong Kong Stock Exchange James Fox mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan dari (Asia) "Timur" diharapkan akan mendominasi pasar IPO pada tahun 2025. Sekitar 80% responden memprediksi bahwa mayoritas emiten baru akan berasal dari China.
Menurut Fox, India akan menduduki posisi kedua dari jumlah emiten baru dan urutan ketiga dari segi jumlah modal (capital).
Lebih lanjut, di luar bursa saham domestik, bursa saham negara maju masih lebih dipilih oleh manajemen perusahaan sebagai tempat untuk menggalang dana. Bursa saham negara maju yang dimaksud adalah New York Stock Exchange (NYSE), Nasdaq, dan London Stock Exchange.
"Investor mencari tiga hal: pertumbuhan berkelanjutan di atas laju PDB (Produk Domestik Bruto); menghasilkan arus uang yang lebih kuat; margin yang solid, tangguh dalam menghadapi kompetisi", ujar Craig Coben dari Bank of America Merill Lynch, dilansir laporan "Capital Market 2030".
Dengan demikian, wajar saja jika bursa saham negara maju yang lebih mature masih menjadi primadona. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa pamor tersebut bisa turun.
Dalam laporan yang sama responden menyatakan bahwa popularitas bursa saham dapat redup terutama jika regulasi menjadi lebih rumit, biaya listing naik, dan pasar saham di negara tersebut semakin fluktuatif.
Oleh karena itu, pembuat kebijakan tidak hanya fokus dalam merangsang pertumbuhan pasar, tetapi juga harus menaruh perhatian untuk melindungi kepentingan investor.
(dwa/hps) Next Article Hari Pertama Penawaran Umum, Saham ADCP Oversubscribed
Penggalangan dana yang dimaksud dalam bentuk Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering/IPO), dimana bisa diartikan juga pertambahan emiten baru.
Hasil ini didapatkan dari survei yang dilakukan oleh The Economist Intelligence Unit dan PWC kepada 400 eksekutif di seluruh dunia, dimana temuannya tertuang dalam laporan "Capital Market 2030".
Ke depannya negara-negara berkembang akan memiliki ruang lebih besar untuk meningkatkan pengaruh mereka pada perekonomian global. China terutama sudah mempersiapkan diri melalui belt and road initiative.
Di lain pihak, negara maju disibukkan oleh isu internal. Amerika Serikat (AS) dianalisis akan lebih fokus dalam mengatur urusan perdagangan (perang dagang) dan perjanjian internasional lainnya. Sedangkan Uni Eropa sibuk membenahi ketegangan internal dan dampak dari Brexit.
Head of Group Strategy Hong Kong Stock Exchange James Fox mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan dari (Asia) "Timur" diharapkan akan mendominasi pasar IPO pada tahun 2025. Sekitar 80% responden memprediksi bahwa mayoritas emiten baru akan berasal dari China.
Menurut Fox, India akan menduduki posisi kedua dari jumlah emiten baru dan urutan ketiga dari segi jumlah modal (capital).
Lebih lanjut, di luar bursa saham domestik, bursa saham negara maju masih lebih dipilih oleh manajemen perusahaan sebagai tempat untuk menggalang dana. Bursa saham negara maju yang dimaksud adalah New York Stock Exchange (NYSE), Nasdaq, dan London Stock Exchange.
"Investor mencari tiga hal: pertumbuhan berkelanjutan di atas laju PDB (Produk Domestik Bruto); menghasilkan arus uang yang lebih kuat; margin yang solid, tangguh dalam menghadapi kompetisi", ujar Craig Coben dari Bank of America Merill Lynch, dilansir laporan "Capital Market 2030".
Dengan demikian, wajar saja jika bursa saham negara maju yang lebih mature masih menjadi primadona. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa pamor tersebut bisa turun.
Dalam laporan yang sama responden menyatakan bahwa popularitas bursa saham dapat redup terutama jika regulasi menjadi lebih rumit, biaya listing naik, dan pasar saham di negara tersebut semakin fluktuatif.
Oleh karena itu, pembuat kebijakan tidak hanya fokus dalam merangsang pertumbuhan pasar, tetapi juga harus menaruh perhatian untuk melindungi kepentingan investor.
![]() |
(dwa/hps) Next Article Hari Pertama Penawaran Umum, Saham ADCP Oversubscribed
Most Popular