
Emiten Telco Jor-joran Belanja Modal, Sulut Perang Harga?
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
02 May 2019 17:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat global Fitch Ratings memproyeksikan bahwa sektor telekomunikasi di Indonesia akan mulai pulih pada pertengahan tahun ini.
Dalam laporan terbaru per 2 Mei, Fitch menganalisis bahwa laju pemulihan sektor ini akan bergantung pada kemampuan untuk memonetisasi atau menguangkan pertumbuhan data.
Analisis ini tampak dari kinerja PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Pada kuartal ketiga-2018, Telkom membukukan penurunan 5% secara kuartalan (QOQ) pada pendapatan segmen mobile. Namun di kuartal IV-2018, penurunan berkurang menjadi hanya 1% QoQ. Ini menandakan bahwa terdapat kemungkinan pemulihan.
Estimasi Fitch tersebut semakin terbukti, karena hingga Maret tahun ini atau kuartal I-2019, pendapatan mobile Telkom berhasil tumbuh 1,54% YoY menjadi Rp 22,19 triliun.
Lebih lanjut, Fitch mengestimasi bahwa pangsa pasar emiten telco lainnya, PT XL Axiata Tbk (EXCL), juga masih akan terus bertambah di tahun 2019. Apalagi kinerja keuangan perusahaan tahun lalu, baik dari segi pertumbuhan pendapatan dan laba operasional (EBITDA) mengungguli para pesaingnya.
Di akhir kuartal 2018, pendapatan EXCL naik 3% QoQ dan EBITDA (laba bersih sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) tumbuh 8% QoQ. Alhasil sepanjang tahun lalu, laba operasional XL meningkat 2% secara tahunan (YoY).
Sementara itu, dalam laporan yang sama, proyeksi bertambahnya jumlah pelanggan tahun ini diharapkan juga akan mampu memulihkan performa laba operasional PT Indosat Tbk (ISAT) yang anjlok 44% tahun lalu.
Adapun tantangan yang akan dihadapi industri telekomunikasi tahun ini masih seputar penurunan pendapatan dari segmen mobile terutama dari layanan SMS dan telepon.
Anak usah TLKM, PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) adalah perusahaan yang paling rentan akan risiko tersebut. Pasalnya, 45% pendapatan Telkomsel masih berasal dari jasa telepon dan SMS. Sedangkan untuk Indosat dan XL, proporsinya masing-masing hanya 30% dan 18%.
Fitch juga menilai, kompetisi yang cukup tinggi masih akan menyelimuti industri telekomunikasi Indonesia. Hal ini disebabkan para pemain di industri tersebut berencana untuk meningkatkan belanja modal (capital expenditure/capex) mereka untuk memperkuat kapasitas jaringan, terutama di luar Jawa.
Nilai capex Indosat untuk periode 2019 mencapai Rp 10 triliun, dari sebelumnya Rp 6 triliun di tahun 2018. Sedangkan XL, menganggarkan belanja modal sebesar Rp 7,5 triliun tahun ini, naik tipis dari tahun lalu yang ada di Rp 7 triliun.
Meskipun kompetisi masih tinggi, Fitch memproyeksi perang harga tidak akan terjadi karena imbal hasil dari pendapatan data masih rendah. Akan tetapi, segmen usaha ini diharapkan menyokong pendapatan industri telekomunikasi ke depan.
Lembaga rating ini percaya bahwa posisi TLKM masih akan sulit digusur karena perusahaan masih memimpin pangsa pasar dengan jaringan terluas di Tanah Air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Konsolidasi Memanas, Tren Koreksi Indosat Tertahan
Dalam laporan terbaru per 2 Mei, Fitch menganalisis bahwa laju pemulihan sektor ini akan bergantung pada kemampuan untuk memonetisasi atau menguangkan pertumbuhan data.
Analisis ini tampak dari kinerja PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Pada kuartal ketiga-2018, Telkom membukukan penurunan 5% secara kuartalan (QOQ) pada pendapatan segmen mobile. Namun di kuartal IV-2018, penurunan berkurang menjadi hanya 1% QoQ. Ini menandakan bahwa terdapat kemungkinan pemulihan.
Estimasi Fitch tersebut semakin terbukti, karena hingga Maret tahun ini atau kuartal I-2019, pendapatan mobile Telkom berhasil tumbuh 1,54% YoY menjadi Rp 22,19 triliun.
Lebih lanjut, Fitch mengestimasi bahwa pangsa pasar emiten telco lainnya, PT XL Axiata Tbk (EXCL), juga masih akan terus bertambah di tahun 2019. Apalagi kinerja keuangan perusahaan tahun lalu, baik dari segi pertumbuhan pendapatan dan laba operasional (EBITDA) mengungguli para pesaingnya.
Di akhir kuartal 2018, pendapatan EXCL naik 3% QoQ dan EBITDA (laba bersih sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) tumbuh 8% QoQ. Alhasil sepanjang tahun lalu, laba operasional XL meningkat 2% secara tahunan (YoY).
Sementara itu, dalam laporan yang sama, proyeksi bertambahnya jumlah pelanggan tahun ini diharapkan juga akan mampu memulihkan performa laba operasional PT Indosat Tbk (ISAT) yang anjlok 44% tahun lalu.
Adapun tantangan yang akan dihadapi industri telekomunikasi tahun ini masih seputar penurunan pendapatan dari segmen mobile terutama dari layanan SMS dan telepon.
Anak usah TLKM, PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) adalah perusahaan yang paling rentan akan risiko tersebut. Pasalnya, 45% pendapatan Telkomsel masih berasal dari jasa telepon dan SMS. Sedangkan untuk Indosat dan XL, proporsinya masing-masing hanya 30% dan 18%.
Fitch juga menilai, kompetisi yang cukup tinggi masih akan menyelimuti industri telekomunikasi Indonesia. Hal ini disebabkan para pemain di industri tersebut berencana untuk meningkatkan belanja modal (capital expenditure/capex) mereka untuk memperkuat kapasitas jaringan, terutama di luar Jawa.
Nilai capex Indosat untuk periode 2019 mencapai Rp 10 triliun, dari sebelumnya Rp 6 triliun di tahun 2018. Sedangkan XL, menganggarkan belanja modal sebesar Rp 7,5 triliun tahun ini, naik tipis dari tahun lalu yang ada di Rp 7 triliun.
Meskipun kompetisi masih tinggi, Fitch memproyeksi perang harga tidak akan terjadi karena imbal hasil dari pendapatan data masih rendah. Akan tetapi, segmen usaha ini diharapkan menyokong pendapatan industri telekomunikasi ke depan.
Lembaga rating ini percaya bahwa posisi TLKM masih akan sulit digusur karena perusahaan masih memimpin pangsa pasar dengan jaringan terluas di Tanah Air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Konsolidasi Memanas, Tren Koreksi Indosat Tertahan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular