
Merger Emiten Telco, Ini Kriteria Operator versi Boy Thohir!
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
30 April 2019 15:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Garibaldi 'Boy' Thohir angkat suara perihal rencana menyuntik modal ke PT Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia) melalui skema penyerapan saham hasil penerbitan saham baru (rights issue) perseroan senilai Rp 47 triliun.
Boy Thohir menjelaskan, pertimbangan menyuntikkan modal untuk operator telekomunikasi itu bertujuan guna memperkuat struktur permodalan perusahaan.
Melalui rights issue tersebut, PT Tiga Telekomunikasi, perusahaan yang terafiiasi dengan Boy Thohir, akan berkurang kepemilikan saham dari 35% menjadi 30%, sementara 70% sahamnya akan dimiliki oleh Hutchison Asia Telecom, anak usaha dari Grup CK Hutchison, perusahaan yang dibangun oleh konglomerat Hong Kong, Li Ka-Shing.
"Sesuai dengan proporsinal saja, awalnya 65%:35%, terus ada rights issue, kami turun ke 30%, jadi yang Hutchison kurang lebih 70%:30%. Rights issue untuk memperkuat struktur permodalan," kata Boy Thohir, saat ditemui di Raffles Jakarta, Selasa (30/4/2019).
Dengan suntikan modal hingga Rp 47 triliun itu, kata Boy Thohir, akan membuat neraca keuangan Tri Indonesia menjadi lebih kuat.
Kakak dari pengusaha dan pendiri Grup Mahaka, Erick Thohir ini mengatakan terbuka kemungkinan konsolidasi perusahaan telekomunikasi.
Artinya, terbuka peluang Tri mengakuisisi operator lain dengan catatan perusahaan yang akan diakuisisi memiliki balance sheet atau neraca keuangan yang cukup kuat dengan performa yang baik.
"Memang konsolidasi itu terjadi di mana-mana, kombinasinya [antar-perusahaan telco] harus dilihat mana yang dari sisi balance sheet paling strong, performance paling bagus," tegasnya.
Menurut Boy Thohir, pihaknya akan mengikuti langkah pemegang saham jika rencana strategis itu akan dieksekusi. Boy juga enggan menyebut dengan operator telekomunikasi mana yang dimaksud, karena setiap peluang konsolidasi harus dilihat secara detail.
"Saya manut saja dengan Hutchison, mereka perusahaan besar dan beroperasi di 50 negara di dunia, saya sebagai mitranya tentunya ada istilah serahkan pada ahlinya, kalau batu bara saya mengerti banget, kalau telco saya ikut," kata dia.
Dalam riset PT Kresna Sekuritas pada 26 April menunjukkan, Tri Indonesia dipandang akan menjadi 'black swan' di industri telco. Istilah yang berarti 'angsa hitam' ini mengacu pada posisi tawar Tri yang bakal besar, sulit diprediksi dan di luar perkiraan biasa.
Hal itu mengingat injeksi modal hingga Rp 47 triliun itu akan menjadikan Tri sebagai operator terbesar kedua, berdasarkan ekuitas, setelah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM sebesar Rp 106 triliun.
Bandingkan dengan ekuitas milik PT XL Axiata Tbk/EXCL (Rp 18,3 triliun), PT Smartfren Telecom Tbk/FREN (Rp 12,4 triliun), dan PT Indosat Tbk/ISAT (Rp 12,1 triliun) per akhir tahun 2018.
"Dengan asumsi 2,0 kali DER [debt equity ratio/rasio utang terhadap ekuitas], injeksi ekuitas baru dapat meningkatkan ruang keuangan Tri hingga Rp 141 triliun," tulis riset Kresna
Menurut Kresna, jika terjadi merger dan akuisisi, maka yang paling menarik bagi Tri ialah Indosat dan XL.
Boy Thohir menjelaskan, pertimbangan menyuntikkan modal untuk operator telekomunikasi itu bertujuan guna memperkuat struktur permodalan perusahaan.
Melalui rights issue tersebut, PT Tiga Telekomunikasi, perusahaan yang terafiiasi dengan Boy Thohir, akan berkurang kepemilikan saham dari 35% menjadi 30%, sementara 70% sahamnya akan dimiliki oleh Hutchison Asia Telecom, anak usaha dari Grup CK Hutchison, perusahaan yang dibangun oleh konglomerat Hong Kong, Li Ka-Shing.
Dengan suntikan modal hingga Rp 47 triliun itu, kata Boy Thohir, akan membuat neraca keuangan Tri Indonesia menjadi lebih kuat.
Kakak dari pengusaha dan pendiri Grup Mahaka, Erick Thohir ini mengatakan terbuka kemungkinan konsolidasi perusahaan telekomunikasi.
Artinya, terbuka peluang Tri mengakuisisi operator lain dengan catatan perusahaan yang akan diakuisisi memiliki balance sheet atau neraca keuangan yang cukup kuat dengan performa yang baik.
"Memang konsolidasi itu terjadi di mana-mana, kombinasinya [antar-perusahaan telco] harus dilihat mana yang dari sisi balance sheet paling strong, performance paling bagus," tegasnya.
Menurut Boy Thohir, pihaknya akan mengikuti langkah pemegang saham jika rencana strategis itu akan dieksekusi. Boy juga enggan menyebut dengan operator telekomunikasi mana yang dimaksud, karena setiap peluang konsolidasi harus dilihat secara detail.
"Saya manut saja dengan Hutchison, mereka perusahaan besar dan beroperasi di 50 negara di dunia, saya sebagai mitranya tentunya ada istilah serahkan pada ahlinya, kalau batu bara saya mengerti banget, kalau telco saya ikut," kata dia.
Dalam riset PT Kresna Sekuritas pada 26 April menunjukkan, Tri Indonesia dipandang akan menjadi 'black swan' di industri telco. Istilah yang berarti 'angsa hitam' ini mengacu pada posisi tawar Tri yang bakal besar, sulit diprediksi dan di luar perkiraan biasa.
Hal itu mengingat injeksi modal hingga Rp 47 triliun itu akan menjadikan Tri sebagai operator terbesar kedua, berdasarkan ekuitas, setelah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM sebesar Rp 106 triliun.
Bandingkan dengan ekuitas milik PT XL Axiata Tbk/EXCL (Rp 18,3 triliun), PT Smartfren Telecom Tbk/FREN (Rp 12,4 triliun), dan PT Indosat Tbk/ISAT (Rp 12,1 triliun) per akhir tahun 2018.
"Dengan asumsi 2,0 kali DER [debt equity ratio/rasio utang terhadap ekuitas], injeksi ekuitas baru dapat meningkatkan ruang keuangan Tri hingga Rp 141 triliun," tulis riset Kresna
Menurut Kresna, jika terjadi merger dan akuisisi, maka yang paling menarik bagi Tri ialah Indosat dan XL.
"Menurut pendapat kami, ISAT dan EXCL lebih menarik bagi Tri Indonesia. ISAT memiliki bandwidth 110 MHz [megaherz] dan dimiliki oleh pemerintah, lebih sedikit risiko politik, sementara EXCL memiliki bandwidth 90MHz dan jaringan yang lebih baik," tulis riset analis Kresna, Etta Rusdiana Putra.
Indosat dan XL diperdagangkan pada valuasi menarik 4,7 kali dan 5,6 kali EV/EBITDA, sementara PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) rasionya berada di 60,5 kali (rasio EV/EBITDA industri telco 7,4x, mengacu data Bloomberg dikutip Kresna).
Indosat dan XL diperdagangkan pada valuasi menarik 4,7 kali dan 5,6 kali EV/EBITDA, sementara PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) rasionya berada di 60,5 kali (rasio EV/EBITDA industri telco 7,4x, mengacu data Bloomberg dikutip Kresna).
(tas) Next Article Suntik Tri Indonesia, Boy Thohir Masih Irit Bicara
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular