Kisruh Pilpres Bikin Asing Tak Betah Lama-lama Bursa Domestik

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 April 2019 15:34
Kisruh Pilpres Bikin Asing Tak Betah Lama-lama Bursa Domestik
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Performa pasar saham tanah air pada hari ini terbilang menggembirakan. Satu jam sebelum perdagangan ditutup, Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) menguat 0,28% ke level 6.390,52.

Tak besar memang memang, tapi perlu diingat bahwa IHSG menguat kala mayoritas indeks saham utama kawasan Asia ditransaksikan melemah: indeks Nikkei turun 0,22%, Indeks Shanghai turun 1,2%, dan indeks Kospi turun 0,51%.

Seandainya investor asing tak melakukan aksi jual, niscaya penguatan IHSG akan lebih tinggi lagi. Hingga berita ini diturunkan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 770,5 miliar di pasar saham tanah air.

Jika bertahan hingga akhir perdagangan, maka akan menandai jual bersih yang keempat secara beruntun. Pada perdagangan kemarin, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 723,8 miliar di pasar saham tanah air.

Lantas, apakah aksi jual yang dilakukan investor asing belakangan ini terkait dengan kisruh seputar pemlihan presiden? Ya, pilpres edisi 2019 memang menyisakan kekisruhan terkait dengan pasangan calon mana yang memenangkan pertarungan.

Sejauh ini, sejumlah lembaga yang melakukan hitung cepat menempatkan pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pemenang. Hasil hitung cepat dari Litbang Kompas misalnya, sudah menerima sebanyak 99,95% suara masuk dengan 54,4% suara jatuh ke pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Namun, pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ikut mengklaim dirinya sebagai pemenang dalam gelaran pilpres kali ini. Bahkan, Prabowo sempat menyebut bahwa dirinya dan Sandiaga meraih sebanyak 62% suara.

"Saudara-saudara sebangsa sekalian, saya mau memberikan update. Berdasarkan real count kita, kita berada di 62%," kata Prabowo di Kertanegara, Rabu Malam (17/4/2019).

Menurut kami, mengalir keluarnya dana investor asing dari pasar saham tanah air dalam beberapa waktu terakhir bukan disebabkan oleh kisruh seputar gelaran pilpres. Pasalnya pada perdagangan pertama semenjak pilpres digelar (18/4/2019), investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 1,43 triliun di pasar saham Indonesia. Padahal, sehari sebelumnya Prabowo sudah mengklaim kemenangan dengan marjin yang begitu besar.

Jika benar kisruh pilpres membuat investor asing menghindari Indonesia, seharusnya dari hari pertama perdagangan pun yang kita lihat adalah jual bersih investor asing.
Salah satu penyebab keluarnya investor asing dari pasar saham dalam beberapa hari terakhir adalah karena aksi beli yang memang sudah begitu deras mereka lakukan sebelumnya. Walau sudah keluar dalam beberapa hari terakhir pun, per akhir penutupan perdagangan kemarin (25/4/2019) investor asing masih mencatatkan beli bersih senilai Rp 13,79 triliun jika dihitung sejak awal tahun.

Lebih lanjut, pergerakan rupiah juga tak mendukung bagi investor asing untuk melakukan aksi beli. Pada perdagangan hari ini, rupiah terdepresiasi 0,11% di pasar spot ke level Rp 14.195/dolar AS. Jika bertahan hingga akhir perdagangan, maka akan menandai depresiasi yang keempat secara beruntun.

Kinclongnya data ekonomi di AS memberikan energi bagi dolar AS untuk  menaklukkan rupiah. Kemarin (25/4/2019), pemesanan barang-barang tahan lama (durable goods) diumumkan naik 2,7% MoM pada bulan Maret, menandai kenaikan tertinggi sejak Agustus 2018 dan jauh mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,7% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti (mengeluarkan komponen transportasi) naik 0,4% secara bulanan, juga di atas konsensus yang sebesar 0,2%, dilansir dari Forex Factory.

Sebelumnya, penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 diumumkan naik sebesar 1,6% secara bulanan, menandai kenaikan tertinggi sejak September 2017 dan jauh membaik dibandingkan capaian bulan Februari yakni kontraksi sebesar 0,2%. Capaian pada bulan Maret juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,9% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, penjualan barang-barang ritel inti (mengeluarkan komponen mobil) periode Maret 2019 tumbuh sebesar 1,2% secara bulanan, membaik ketimbang bulan Februari yang minus 0,2%. Capaian tersebut juga juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,7% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Deretan data ekonomi yang kinclong tersebut membuat keyakinan bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas suku bunga acuan pada tahun ini menjadi memudar. Praktis, dolar AS mendapatkan bensin untuk menguat.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 25 April 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini adalah sebesar 40,8%, turun dari posisi sehari sebelumnya yang sebesar 41,1%. Sementara itu, peluang pemangkasan sebesar 50 bps turun menjadi 16,3%, dari yang sebelumnya 17,1%. Selain karena pelemahan nilai tukar rupiah, ribut-ribut AS-China dan AS-Uni Eropa di bidang perdagangan ikut membuat investor asing bermain aman dengan melepas saham-saham di tanah air dalam beberapa waktu terakhir

Pada 30 April mendatang, delegasi AS akan bertandang ke Beijing guna menggelar negosiasi dagang lanjutan dengan China.

Dalam pernyataan tertulisnya yang dirilis Selasa (23/4/2019) malam waktu setempat atau Rabu (23/4/2019) pagi waktu Indonesia, Gedung Putih mengatakan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan memimpin delegasi AS.

Dalam pertemuan pekan depan, isu-isu krusial yang selama ini sulit sekali untuk dipecahkan seperti pencurian hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa akan kembali dibahas.

Sejatinya, ada kabar baik terkait hubungan dagang AS-China. Mengutip Reuters, Trump mengungkapkan bahwa Presiden China Xi Jinping akan berkunjung ke Gedung Putih dalam waktu dekat. Kemungkinan besar, tujuannya adalah untuk menyegel kesepakatan dagang kedua negara.

Namun, jika sampai negosiasi pekan depan berjalan tak mulus, bukan tak mungkin Xi akan batal bertandang ke AS dan damai dagang yang sudah sangat-sangat diharapkan pelaku pasar menjadi sirna, atau setidaknya kembali mundur.

Terkait dengan perang dagang AS-Uni Eropa, beberapa hari yang lalu Presiden AS Donald Trump mengungkapkan kegeramannya kepada Uni Eropa seiring dengan anjloknya laba bersih pabrikan motor Harley Davidson pada kuartal-I 2019 yang nyaris mencapai 27%.

Harley Davidson mengatakan bahwa menurunnya permintaan, biaya impor bahan baku yang lebih tinggi (karena bea masuk yang dikenakan AS), dan bea masuk yang dikenakan Uni Eropa terhadap produk perusahaan merupakan 3 faktor utama yang membebani bottom line mereka.

“Sangat tidak adil bagi AS. Kami akan membalas!” tegas Trump.

Lantas, perang dagang AS-Uni Eropa kian menjadi sebuah keniscayaan. Pasalnya, ancam-mengancam mengenakan bea masuk bukan kali ini saja terjadi. Beberapa waktu yang lalu, Trump mengungkapkan rencana untuk memberlakukan bea masuk bagi impor produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar.

Rencana tersebut dilandasi oleh kekesalannya yang menuding bahwa Uni Eropa memberikan subsidi yang kelewat besar kepada Airbus, yang dinilainya sebagai praktik persaingan tidak sehat.

"Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menemukan bahwa Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus yang kemudian mempengaruhi AS. Kami akan menerapkan bea masuk kepada (impor) produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar. Uni Eropa sudah mengambil keuntungan dari perdagangan dengan AS selama bertahun-tahun. Ini akan segera berakhir!" keluh Trump di Twitter pada tanggal 9 April.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular