
Sepak Bola Nasional, Harta Karun yang Penuh 'Kegelapan'
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 April 2019 13:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepak bola dan ekonomi adalah dua hal yang amat sulit dipisahkan. Sepak bola tidak lagi menjadi sekadar olah raga tendang-tendangan kulit bundar antar 22 pemain, tetapi sudah menjadi ladang bisnis yang sangat menggiurkan.
Di Eropa, kiblat sepak bola dunia, the beautiful game sudah menjadi industri berskala raksasa. Klub sepak bola tidak sekadar berkompetisi menjadi yang terbaik, tetapi menjadi entitas bisnis yang menguntungkan. Statusnya bukan hanya klub, tetapi perusahaan.
Bahkan sejumlah klub papan atas di Benua Biru sudah menjadi perusahaan terbuka yang mencatatkan sahamnya di bursa. Manchester United dan Arsenal (Inggris), Juventus dan AS Roma (Italia), Borussia Dortmund (Jerman), sampai Ajax Amsterdam (Belanda) adalah emiten di bursa.
Di Indonesia, bisnis sepak bola memang belum semaju Eropa (kalau tidak mau dibilang jauh bagaikan bumi dan langit). Namun bukan berarti tidak ada wacana menjadikan klub dikelola secara profesional sebagai entitas bisnis perusahaan, bahkan mendorongnya menjadi emiten di Bursa Efek Indonesia.
Beberapa tahun lalu, sempat beredar kabar bahwa Persib Bandung akan melantai di SCBD. Maung Bandung punya modal besar, yaitu dukungan fanatik dari para bobotoh.
Mengutip Deport Finanzas, Persib adalah klub nomor 11 dunia dalam hal jumlah pendukung. Persib hanya kalah dari klub-klub Eropa dan Brasil. Namun kabar penawaran saham perdana (IPO) Persib menguap dan sampai sekarang belum terdengar lagi.
Kini, ada klub Indonesia yang sudah melangkah lebih maju dan siap mencatatkan sahamnya di bursa. Namanya adalah Bali United. PT Bali Bintang Sejahtera Tbk (BOLA), perusahaan induk Bali United, berencana melepas 2 miliar saham atau setara 33,33% dari modal ditempatkan dan disetor penuh, di mana nilai nominal yang tercatat adalah Rp 10/unit saham.
Walau terbilang baru, Bali United bukan klub kemarin sore. Bali United yang lahir pada 2015 adalah reinkarnasi dari Putra Samarinda, klub asal Kalimantan Timur yang dibentuk pada era Galatama.
Prestasi Bali United pun tidak bisa dibilang jelek. Serdadu Tridatu menjadi runner-up di Liga 1 2017. Beberapa pihak menilai mereka adalah juara yang sesungguhnya, bukan Bhayangkara FC.
Bermodal prestasi dan dukungan fanatik warga Pulau Dewata, Bali United pun memberanikan diri untuk menjadi perusahaan terbuka. Sebuah langkah yang patut mendapat apresiasi, karena menjadi pelopor kemajuan sepak bola nasional menuju level yang lebih tinggi.
Namun, bukan berarti semuanya akan berjalan indah. Sebagai sebuah perusahaan, apalagi perusahaan terbuka yang sahamnya dimiliki publik, terdapat risiko yang membayangi Bali United dan investor yang menanamkan modal di sana.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Di Eropa, kiblat sepak bola dunia, the beautiful game sudah menjadi industri berskala raksasa. Klub sepak bola tidak sekadar berkompetisi menjadi yang terbaik, tetapi menjadi entitas bisnis yang menguntungkan. Statusnya bukan hanya klub, tetapi perusahaan.
Bahkan sejumlah klub papan atas di Benua Biru sudah menjadi perusahaan terbuka yang mencatatkan sahamnya di bursa. Manchester United dan Arsenal (Inggris), Juventus dan AS Roma (Italia), Borussia Dortmund (Jerman), sampai Ajax Amsterdam (Belanda) adalah emiten di bursa.
Di Indonesia, bisnis sepak bola memang belum semaju Eropa (kalau tidak mau dibilang jauh bagaikan bumi dan langit). Namun bukan berarti tidak ada wacana menjadikan klub dikelola secara profesional sebagai entitas bisnis perusahaan, bahkan mendorongnya menjadi emiten di Bursa Efek Indonesia.
Beberapa tahun lalu, sempat beredar kabar bahwa Persib Bandung akan melantai di SCBD. Maung Bandung punya modal besar, yaitu dukungan fanatik dari para bobotoh.
Mengutip Deport Finanzas, Persib adalah klub nomor 11 dunia dalam hal jumlah pendukung. Persib hanya kalah dari klub-klub Eropa dan Brasil. Namun kabar penawaran saham perdana (IPO) Persib menguap dan sampai sekarang belum terdengar lagi.
Kini, ada klub Indonesia yang sudah melangkah lebih maju dan siap mencatatkan sahamnya di bursa. Namanya adalah Bali United. PT Bali Bintang Sejahtera Tbk (BOLA), perusahaan induk Bali United, berencana melepas 2 miliar saham atau setara 33,33% dari modal ditempatkan dan disetor penuh, di mana nilai nominal yang tercatat adalah Rp 10/unit saham.
Walau terbilang baru, Bali United bukan klub kemarin sore. Bali United yang lahir pada 2015 adalah reinkarnasi dari Putra Samarinda, klub asal Kalimantan Timur yang dibentuk pada era Galatama.
Prestasi Bali United pun tidak bisa dibilang jelek. Serdadu Tridatu menjadi runner-up di Liga 1 2017. Beberapa pihak menilai mereka adalah juara yang sesungguhnya, bukan Bhayangkara FC.
Bermodal prestasi dan dukungan fanatik warga Pulau Dewata, Bali United pun memberanikan diri untuk menjadi perusahaan terbuka. Sebuah langkah yang patut mendapat apresiasi, karena menjadi pelopor kemajuan sepak bola nasional menuju level yang lebih tinggi.
Namun, bukan berarti semuanya akan berjalan indah. Sebagai sebuah perusahaan, apalagi perusahaan terbuka yang sahamnya dimiliki publik, terdapat risiko yang membayangi Bali United dan investor yang menanamkan modal di sana.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Sepak Bola Nasional adalah Sebuah Risiko
Pages
Most Popular