Hingga Siang Ini, Rupiah Masih Betah di Posisi 2 (dari Bawah)

tahir saleh & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
24 April 2019 13:49
Hingga Siang Ini, Rupiah Masih Betah di Posisi 2 (dari Bawah)
Foto: Petugas memeriksa uang di cash Center Plaza Mandiri (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah belum juga bisa bangkit melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga Rabu siang ini (24/4/2019). Rupiah masih menjadi mata uang dengan kinerja terburuk kedua di kawasan Asia.

Sempat dibuka melemah 0,11% di pasar spot ke level Rp 14.085/dolar AS, depresiasi rupiah menjadi kian dalam seiring dengan berjalannya waktu.

Pada pukul 13:00 WIB, rupiah terdepresiasi 0,28% ke level Rp 14.110/dolar AS. Kinerja rupiah hanya lebih baik dari won Korea yang melemah hingga 0,6%.



Dolar AS selaku safe haven memang sedang berada dalam posisi yang relatif kuat pada hari ini, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang menguat sebesar 0,02%. Investor memilih bermain aman dengan memeluk dolar AS seiring dengan potensi meletusnya perang dagang antara AS dengan Uni Eropa.

Melalui sebuah cuitan di Twitter, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan kegeramannya kepada Uni Eropa seiring dengan anjloknya laba bersih pabrikan motor Harley Davidson pada kuartal-I 2019 yang nyaris mencapai 27%.

Hingga Siang Hari, Rupiah Masih Betah di Posisi 2 dari BawahFoto: Donald Trump soal Harley/Twitter


Harley Davidson mengatakan bahwa menurunnya permintaan, biaya impor bahan baku yang lebih tinggi (karena bea masuk yang dikenakan AS), dan bea masuk yang dikenakan Uni Eropa terhadap produk perusahaan merupakan tiga faktor utama yang membebani bottom line (laba) mereka.

"Sangat tidak adil bagi AS. Kami akan membalas!" tegas Trump.

Lantas, perang dagang AS-Uni Eropa kian menjadi sebuah keniscayaan. Pasalnya, ancam-mengancam mengenakan bea masuk bukan kali ini saja terjadi.

Beberapa waktu yang lalu, Trump mengungkapkan rencana untuk memberlakukan bea masuk bagi impor produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar.


Rencana tersebut dilandasi oleh kekesalannya yang menuding bahwa Uni Eropa memberikan subsidi yang kelewat besar kepada Airbus, yang dinilainya sebagai praktik persaingan tidak sehat.

"Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menemukan bahwa Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus yang kemudian mempengaruhi AS. Kami akan menerapkan bea masuk kepada (impor) produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar. Uni Eropa sudah mengambil keuntungan dari perdagangan dengan AS selama bertahun-tahun. Ini akan segera berakhir!" keluh Trump di Twitter pada 9 April.

Padahal, Uni Eropa sendiri masih berkutat dengan sengkarut Brexit. Hingga kini, belum ada opsi yang diambil terkait dengan cara pemisahan diri antara Inggris dengan Uni Eropa. Kemungkinan terjadinya no-deal Brexit atau keluarnya Inggris tanpa kesepakatan, masih terbuka.

Kalau sampai opsi no-deal Brexit yang diambil, dampaknya dipastikan parah. Inggris dan Uni Eropa tak bisa lagi leluasa berdagang dengan tarif yang rendah atau tanpa tarif sama sekali seperti yang selama ini terjadi. Tarif dalam perdagangan Inggris-Uni Eropa akan mengacu kepada standar dari WTO yang pastinya lebih tinggi.

Jika dihitung, pada tahun 2018 ekspor Inggris ke lima negara terbesar anggota Uni Eropa lainnya, yakni Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, dan Belanda mencapai 17,1% dari total ekspor mereka.

Dari sisi impor, kontribusi 5 negara tersebut dari total impor Inggris adalah sebesar 26,2%. Ingat, itu baru kontribusi dari 5 negara terbesar anggota Uni Eropa lainnya dan bukan dari seluruh anggota Uni Eropa.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>

Lebih lanjut, kinclongnya data ekonomi yang dirilis di Negeri Paman Sam terbukti menjadi petaka bagi rupiah.

Selasa Kemarin (23/4/2019), penjualan rumah baru periode Maret 2019 diumumkan mencapai angka 692.000 unit (annualized), level tertinggi sejak November 2017.

Rilis data tersebut lantas melengkapi rangkaian rilis data ekonomi AS sebelumnya yang juga oke. Penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 diumumkan naik sebesar 1,6% secara bulanan, menandai kenaikan tertinggi sejak September 2017 dan jauh membaik dibandingkan capaian bulan Februari yakni kontraksi sebesar 0,2%.


Capaian pada bulan Maret juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,9% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, penjualan barang-barang ritel inti (mengeluarkan komponen mobil) periode Maret 2019 tumbuh sebesar 1,2% secara bulanan, membaik ketimbang bulan Februari yang minus 0,2%. Capaian tersebut juga juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,7% saja.

Tak sampai di situ, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 13 April tercatat turun 5.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 192.000, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 207.000.

Kala data ekonomi menunjukkan bahwa perekonomian AS sedang berada dalam posisi yang kuat, maka urgensi bagi The Fed untuk memangkas tingkat suku bunga acuan menjadi memudar. Praktis, dolar AS mendapatkan suntikan energi untuk menguat.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>
Lebih lanjut, harga minyak mentah dunia yang belum suportif ikut menjadi faktor yang membuat rupiah dilego pelaku pasar. Walaupun terkoreksi pada hari ini, harga minyak mentah dunia masih berada di level yang relatif tinggi.

Hingga berita ini diturunkan, harga minyak WTI kontrak pengiriman bulan Mei melemah 0,41% ke level US$ 66,03/barel, sementara Brent kontrak pengiriman bulan Juni turun 0,34% ke level US$ 74,26/barel.


Sebagai informasi, dalam 2 hari perdagangan terakhir, harga minyak WTI sudah melejit 3,59%, sementara Brent menguat 3,53%.

Kala harga minyak berada dalam level yang tinggi, ada kemungkinan bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan melebar, mengingat status Indonesia sebagai net importir minyak mentah.

Sepanjang kuartal-IV 2018, CAD Indonesia tercatat senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, naik dari capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,37% dari PDB. CAD pada kuartal-IV 2018 merupakan yang terparah sejak kuartal-II 2014.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan memang merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa).

Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular