Polling CNBC Indonesia

Tak Ada Dissenting Opinion, Bunga Acuan Diramal Tetap 6%

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 April 2019 13:17
Tak Ada Dissenting Opinion, Bunga Acuan Diramal Tetap 6%
Ilustrasi Kantor Bank Indonesia (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mulai hari ini, Bank Indonesia (BI) menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang akan selesai besok, disertai dengan pengumuman suku bunga acuan. Pelaku pasar memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan kolega masih akan mempertahankan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 6%. 

Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, 13 institusi kompak memperkirakan suku bunga acuan tidak akan dinaikkan atau diturunkan pada bulan ini. Semua memperkirakan hold, tidak ada cut atau raise, tidak ada dissenting opinion. 

InstitusiBI 7Day Reverse Repo Rate (%)
BCA6
Bahana Sekuritas6
Bank Permata6
Maybank Indonesia6
ING6
Mirae Asset6
ANZ6
CIMB Niaga6
Danareksa Research Institute6
Citi6
Barclays6
DBS6
Bank Danamon6
 
Sepertinya pertimbangan utama BI menahan suku bunga acuan adalah perkembangan transaksi berjalan (current account). Kalau hanya melihat inflasi, sudah di bawah 3% year-on-year (YoY) dalam 3 bulan terakhir, bisa saja BI sudah menurunkan 7 Day Reverse Repo Rate. Risiko inflasi sudah begitu kecil, tidak ada isu. 



Namun transaksi berjalan masih menjadi salah satu risiko besar di perekonomian Indonesia dan pengaruhnya bisa menjalar ke mana-mana, termasuk nilai tukar rupiah. Pada Maret, Indonesia memang mencatat surplus neraca perdagangan US$ 540 juta. Namun perlu dicatat bahwa ekspor anjlok dengan penurunan 10,01% dibandingka periode yang sama tahun sebelumnya. 

 

Hawa perlambatan ekonomi global sudah begitu terasa mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Data-data ekonomi di sejumlah negara mitra dagang utama Indonesia memberikan alarm yang mencemaskan. 

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi China pada 2019 tumbuh 6,3%. Cukup jauh melambat dibandingkan 2018 yaitu 6,6%, itu saja sudah menjadi laju terlemah sejak 1990. 

Sementara ekonomi AS tahun ini diperkirakan tumbuh 2,3%, turun lumayan drastis ketimbang 2018 yang sebesar 2,9%. Kemudian pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN-5 pada 2019 diramal 5,1%, melambat dibandingkan 2018 yaitu 5,2%. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Transaksi berjalan adalah neraca yang mencerminkan pasokan valas dari sisi perdagangan, ekspor-impor barang dan jasa. Ketika ekspor terancam karena penurunan permintaan akibat perlambatan ekonomi, maka defisit transaksi berjalan berpotensi melebar sehingga rupiah bisa kekurangan modal untuk menguat. 

Kalau urusannya sudah menyangkut rupiah, maka BI tentu tidak bisa tinggal diam. Transaksi berjalan yang sejatinya adalah fenomena sektor riil berubah menjadi fenomena moneter yang membutuhkan campur tangan bank sentral. 

Selain itu, penurunan suku bunga acuan juga agak riskan mengingat andalan untuk keperkasaan rupiah ada di investasi portofolio sektor keuangan alias hot money. Jika suku bunga turun, maka imbalan berinvestasi di Indonesia akan ikut terkoreksi dan memicu aliran modal keluar. Rupiah bisa oleng, hilang keseimbangan, dan jatuh. 

Faktor ketidakpastian terkait Pemilu 2019 juga masih membayangi pasar keuangan domestik. Meski hasil hitung cepat (quick count) berbagai lembaga dan hitungan riil sementara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunggulkan Joko Widodo-Ma'ruf Amin ketimbang Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, tetapi prosesnya belum selesai. Bahkan hasil perhitungan KPU masih bisa diperkirakan di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Oleh karena itu, masih ada kemungkinan investor wait and see. Memilih untuk tidak terlalu agresif masuk ke pasar saham, valas, dan obligasi sampai presiden Indonesia dilantik secara formal. Jadi rupiah kemungkinan masih akan bergerak jittery, sehingga perlu berbagai dukungan dan salah satunya adalah suku bunga acuan yang atraktif.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular